Sex & Relationship
4 Alasan Pentingnya Meminta Maaf Dalam Suatu Hubungan

15 Oct 2016


Foto: 123RF
 
Ada fakta mengejutkan dari hasil riset Baylor University Texas, Amerika Serikat, yang melibatkan 455 responden pasangan menikah. Permintaan maaf ternyata menempati urutan keenam dalam survei sikap yang diharapkan oleh pasangan menikah ketika mereka berkonflik. Wah!

Padahal, dalam kehidupan rumah tangga yang tidak jarang diwarnai cekcok, permintaan maaf memiliki peran penting. Dua individu dalam satu bahtera pasti ada kalanya perbedaan dan khilaf mengemuka. Ketika konflik terjadi, meminta maaf adalah solusi yang mudah, begitu teorinya. Tetapi, praktiknya? Tak gampang diucapkan.

Maaf adalah kata yang sangat ampuh, konon bisa menyelesaikan berbagai persoalan, dari yang sepele sampai yang tingkatnya berat. Tapi entah kenapa, dalam hubungan pernikahan, kata keramat itu menjadi kata yang teramat susah diucapkan.

Menurut psikolog Rosdiana Setyaningrum, keengganan meminta maaf juga bisa terjadi ketika salah satu pihak merasa posisinya lebih tinggi dari yang lain. “Seseorang yang merasa punya power lebih besar, biasanya akan malas untuk meminta maaf kepada pasangannya,” jelasnya. 
Sebaiknya tidak ada satu pihak yang merasa lebih hebat dari pihak lain dalam pernikahan. “Hati-hati, kebiasaan sulit meminta maaf bisa menyeret ke konflik yang lebih berat,” kata Rosdiana. Sebab, salah satu kebutuhan mendasar tiap orang, setelah kebutuhan primer terpenuhi, adalah kebutuhan untuk mendapatkan apresiasi. “Mengucapkan maaf adalah salah satu tanda bahwa kita menghargai pasangan,” papar psikolog dari Lembaga Psikologi Diana & Associate ini.
Selain faktor gengsi, emosi, dan ketidaksetaraan dalam hubungan, efek dari kata maaf ternyata tidak sesederhana itu. Berikut ini 7 hal tentang pentingnya ucapan maaf dalam rumah tangga.
 
1/ Minta Maaf Bukan Berarti Lemah
Ada mitos yang berkembang di masyarakat kita, istri harus banyak mengalah pada suami. Mengenai hal ini, Rosdiana tidak sepakat dengan mitos tersebut. “Lebih baik sampaikan saja dengan benar, apa yang menjadi keinginan kedua pihak. Mulai dari urusan kecil sehari-hari, misalnya mau makan di mana, sampai yang lebih serius, seperti urusan finansial dan pengambilan keputusan lainnya dalam rumah tangga,” jelasnya.
Malah, tambah Rosdiana, jangan sampai ada salah satu pihak yang diprioritaskan untuk hal-hal yang penting. Semua keputusan harus win win solution dan atas persetujuan kedua belah pihak. Dalam sebuah hubungan, kedua belah pihak harus setara. “Kalau ada salah satu pihak yang selalu mengalah, lama-kelamaan ia bisa ‘meledak’ karena suaranya tidak didengar.”  
 
2/ Jangan di Bibir Saja
Ucapan maaf yang diinginkan tentunya maaf yang bukan hanya ucapan di bibir, melainkan ada tindakan nyata dan tulus. Hal ini pernah dialami oleh Ruth. “Di rumah, biasanya suami yang paling sering minta maaf. Tapi, ucapannya itu sering kali hanya untuk mengalihkan masalah. Kalau ia minta maaf, arti yang tersirat itu  sama saja seperti nanti kita omongin lagi, deh. Bukan minta maaf beneran,” tutur wanita yang bekerja sebagai dosen dan sedang mengambil studi doktoral di bidang ekonomi ini. Meski tidak menyelesaikan masalah, Ruth merasa cara itu setidaknya berhasil menurunkan emosinya.
Ruth mengatakan, sebagai permintaan maaf, ia lebih suka mencairkan suasana dengan memasakkan atau memesankan makanan untuk suami. “Dengan cara ini  sebenarnya pasangan sudah tahu, itu adalah cara saya meminta maaf, tanpa harus ngomong,” ungkap Ruth.
 
3/ Tak Harus Selalu Jadi Pihak yang Salah
Meminta maaf tidak harus selalu terjadi karena seseorang berbuat salah. Ketika berbeda pendapat, misalnya. Tidak berarti orang yang satu benar dan yang lain salah, melainkan hanya dua argumentasi yang berbeda.
Tidak selalu dihubungkan dengan perilaku, meminta maaf juga bisa dihubungkan dengan  kata-kata atau perbuatan pada saat bertengkar. Biasanya saat konflik, seseorang tanpa sengaja mengucapkan kata-kata yang membuat pasangan sakit hati.
“Saat berantem, kadang-kadang nada suara dan bahasa tubuh kita bisa menyakiti pasangan. Misalnya, mimik muka, menunjuk-nunjuk, atau bertolak pinggang. Belum lagi  bahasa verbal yang digunakan terkadang memojokkan, seperti, ‘Kamu, sih!’, ‘Kan, apa kubilang?’, ‘Salah sendiri!’ dan lainnya,” ujar Rosdiana. Tidak ada salahnya untuk meminta maaf, jika Anda menyadarinya.
 
4/ Gengsi, Tanda Egois  
Jika gengsi jadi alasan untuk tidak meminta maaf, untuk apa bersatu dalam pernikahan? Pernikahan seharusnya membuat dua orang saling membangun dan menjadi orang yang lebih baik. Kalau gengsi, tujuan itu tidak akan bisa tercapai. Punya gengsi tinggi tidak menandakan seseorang itu lebih kuat.
“Gengsi justru tanda egois. Orang yang gengsinya tinggi, tingkat kematangannya patut dipertanyakan. Beneran sudah dewasa belum, sih,” kritik Rosdiana. Keengganan untuk meminta maaf biasanya akan berlanjut ke hal-hal lain, seperti jadi sulit bilang sayang, kangen, dan kata-kata intim lainnya. Padahal, keintiman sangat diperlukan dalam pernikahan.(f)



Baca juga:


Ficky Yusrini (Kontributor)
 
 


Topic

#mintamaaf

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?