Profile
Rahung Nasution, Cerita Sang ‘Koki Gadungan’ dan Aktivis Kuliner Indonesia

5 May 2017


Foto: Dok. Pribadi
 
Rahung Nasution (42) punya cara sendiri untuk menjadi orang Indonesia. Enggan disebut chef karena tak berlatar belakang ilmu boga, ia memilih merekam perjalanannya ke pelosok negeri dalam tayangan video, juga aktif di komunitas semisal Gerakan Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI). Kepada femina, pria berdarah Batak Mandailing ini berbagi kisah tentang hal-hal yang mengubah hidupnya, juga kegelisahan yang membuatnya terus belajar dan berkarya.

Cerita dari Dapur
Perkenalan sulung dari lima bersaudara ini pada dunia kuliner bukanlah dari hobi, melainkan kewajiban rumah tangga. Sejak remaja, dialah yang sering kali memasak untuk keluarga, ketika sang ibu bertani di sawah, dan sang ayah menyadap karet atau memancing. Hal itu dilakukan Rahung tanpa canggung, karena dapur di kampungnya adalah ruang yang tak asing bagi pria, termasuk ayahnya yang mahir memasak.

“Dalam masyarakat tradisional di Indonesia, institusi perkawinan tidak serta-merta menempatkan wanita di dapur. Pria dan wanita turun ke sawah bersama, begitu pula saat ke dapur,” ungkapnya. Di matanya, pembagian kerja dan wilayah rumah berdasarkan gender justru bentuk modernisasi yang salah kaprah.
Maka, ketika bertualang menjelajahi Indonesia, dapur penduduk lokal selalu termasuk dalam daftar tujuan pria ramah yang sebagian besar badannya bertato, termasuk wajahnya yang ditato motif khas suku Koita, Papua, ini. Di sana, ia tak hanya belajar memasak, tapi juga mereguk cerita warga seputar makanan.
Lewat suku Dayak di Kalimantan misalnya, ia berkenalan dengan daun sengkubak sebagai penyedap rasa alami, dan tanaman tengkawang yang minyaknya bisa dibuat mentega berkualitas.

Tidak memiliki latar belakang ilmu boga, Rahung menolak disebut sebagai koki. Meski demikian, pria yang meyakini bahwa dapur adalah tempat dimulainya gaya hidup sehat ini kerap merekam catatan perjalanannya dalam blog kokigadungan.tumblr.com. Baginya, nama itu adalah sindiran satir bahwa sebutan chef kini dianggap keren, terutama bagi pria.

Pria yang meminati isu-isu antropologi dan perubahan sosial ini meyakini, ilmu pengetahuan bukanlah untuk dilabeli, tapi untuk diolah dan dibagikan. Sama halnya seperti makanan dalam budaya Batak, yang hadir untuk dinikmati sambil kumpul-kumpul. Sebagaimana kawan-kawannya di ACMI, ia juga memandang makanan bukan sebagai hasil olahan resep semata.

“Lewat makanan dan perjalanan, kita bisa melihat keragaman negeri ini begitu kaya,” ungkap Rahung, yang memasak mengandalkan perasaan, bukan takaran.
Maka, ia tak bosan mengingatkan pentingnya seorang juru masak untuk mencicipi rasa asli suatu masakan sebelum mencoba memasaknya sendiri. Bila tidak, banyak hal akan terlupakan dalam memasak. Salah satunya, pemahaman bahwa makanan itu lahir dari sebuah tradisi, memengaruhi suatu kebudayaan dari hulu ke hilir, dan menciptakan ritus hidup yang memiliki filosofi.

Baca kisah perjalanan Rahung merantau yang telah menjadi caranya untuk melihat Indonesia dari kacamata orang-orang di daerah yang ia kunjungi di laman berikutnya.
 


Topic

#Profil

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?