Profile
Linda Lee, Catatan Harian ‘Mama’ Trader

10 Mar 2016


Enam tahun lalu, ibu rumah tangga ini bukanlah siapa-siapa. Perkenalannya dengan dunia saham di tahun 2009 telah menggelitik Linda Lee (40) untuk terus belajar, mengembangkan diri, dan kemudian membagikan pengetahuannya lewat buku-buku, media sosial, dan berbagai seminar workshop
 
Tren Saham Online
“Rasanya hampir tak percaya jika melihat ke belakang, saya bisa menjadi seperti sekarang,” kata ibu dari dua anak: Raffa Winters (11) dan Benn Daniel (7), ini, membuka percakapan.   

Linda mengenang hari-hari saat ia merasa gundah seolah mendapati hidupnya telah ‘berhenti’ setelah menikah dan memiliki anak. “Saya memang orangnya tak bisa diam. Saya berpikir, masa, sih, hidup saya sehari-hari hanya berkutat dengan menyiapkan sarapan untuk anak dan suami. Antar-jemput sekolah, kongkow-kongkow dengan ibu-ibu lainnya, menyiapkan makan siang dan makan malam keluarga, dan besoknya berulang dengan kesibukan yang sama,” ujarnya.

Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya tahun 1998 ini merasa ingin bisa berbuat lebih lagi untuk pengembangan dirinya, sembari mengurusi kebutuhan rumah tangga tentunya. “Passion saya memang selalu ingin belajar dan berkarya. Tapi, saya belum tahu mau berbuat apa,” aku Linda, yang setelah menikah sempat melanjutkan usaha pembuatan desain kartu ucapan yang telah dijalaninya sejak lulus kuliah.

Hingga suatu hari, seorang teman mengajaknya belajar tentang saham untuk menjadi online trader. Namun, teringat pengalaman pahit pernah rugi berjualan forex (atau mata uang asing), Linda langsung menolak mentah-mentah tawaran itu. “Jelas saya kapok, sebab waktu itu saya rugi hingga Rp25 juta lebih,” katanya.   
           
Setelah mendapat penjelasan bahwa trading saham berbeda dengan trading forex yang memiliki risiko terkena margin call (kehilangan deposit uang di rekening akibat posisi uang yang diperjualbelikan jatuh bebas di bawah margin), Linda pun setuju. Apalagi sang suami sangat mendukung penuh dirinya untuk menggeluti dunia saham.
           
Beruntung, saat Linda baru mulai ‘main’ saham di akhir tahun 2009, kondisi pasar saham sedang bagus. “Pasar saat itu bergerak dalam kecenderungan naik, jadi beli saham apa saja pasti untung karena harga turun sebentar tapi cepat naik kembali,”  jelas Linda, yang memulai online trading dengan modal sebesar Rp10 juta.

Debut karier trading-nya menghasilkan keuntungan 2% dari modal untuk seluruh total transaksi. Untuk bisa mengontrol risiko, Linda biasanya hanya membeli saham-saham bluechip (liquid di pasar dan perusahaan leader dalam satu sektor industri) dengan cara dicicil. “Saya beli sepertiga dari bujet, sambil memantau saham lain mana yang bagus,” ujarnya.
           
Bisa memperoleh uang dari rumah sambil mengasuh anak  membuat Linda makin semangat menekuni ‘mainan’ barunya ini. “Sejak itu,  tiap hari saya semangat melahap buku-buku hingga ikut pelatihan selama 4 bulan agar bisa lebih mahir dalam trading saham secara online,” kata wanita yang selalu berpegang pada prinsip tak kenal menyerah dan terus belajar sebagai seorang trader.  
           
Linda bersyukur telah menemukan kegiatan yang sesuai dengan passion-nya yang selama ini ia cari. Semua tanpa perencanaan dan mengalir begitu saja.
           
“Saya suka berdagang sejak kecil. Mulai dari jualan pita rambut buatan sendiri waktu SD, bookmark sesuai pesanan waktu SMA, desain kartu, jualan goodie bag, pinata, cokelat praline dan sushi sampai sekarang, kalau ada waktu senggang,” katanya. Naluri dagangnya yang tajam melihat peluang lain yang lebih prospektif. 

“Tren dagang saat ini adalah online shop. Apa pun dijual lewat online. Nah, saham pun bisa diperdagangkan secara online.  Dagang saham online disebut dengan online trading. Menariknya, bisa dilakukan di mana saja,” jelas Linda, semangat. 
 
Menggali Bakat Terpendam
Mengalami sendiri keasyikan bermain jual beli saham, Linda pun tak bisa menahan adrenalinnya untuk berbagi dengan banyak orang. “Saya melihat banyak orang beranggapan main saham itu sama seperti judi. Padahal, itu tidak benar karena harus ada analisis, pengukuran forecast, dan strateginya. Dan, semua itu bisa dipelajari,” katanya, semangat.

Untuk bekerja, Linda dibantu Fibonacci (berupa chart untuk memprediksi pergerakan saham) yang bisa diaksesnya lewat komputer atau smartphone. “Selama ini, wanita memang sepertinya kurang tertarik mendalami saham karena sudah pusing duluan melihat angka dan chart,” kata Linda, yang memperkirakan jumlah trader wanita hanya 1:10 dengan trader pria.

Padahal, menurutnya, online trading bisa jadi pilihan ideal buat para ibu rumah tangga seperti dirinya, sebab bisa dikerjakan kapan dan di mana saja. Hasilnya pun bisa mendatangkan uang tambahan. Linda pun mulai gerilya mengajari kakaknya, kerabat, dan ibu-ibu dari teman anak-anaknya agar bisa turut merasakan manisnya jual beli saham dari rumah.

Ia melihat bahwa saham adalah bentuk investasi yang cepat bertumbuh sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Selain sebagai investasi, saham juga   dapat diperjualbelikan dalam jangka waktu yang lebih cepat. Inilah yang disebut dengan trading. Trading saham adalah memanfaatkan fluktuasi harga jangka pendek untuk mendapatkan keuntungan.

“Untuk hasil maksimal, sebaiknya modal main disiapkan minimal Rp25 juta agar bisa membeli saham-saham blue chip yang bagus kinerjanya,” saran Linda. Ia merasa orang Indonesia masih lebih banyak yang konsumtif dan sedikit yang sudah sadar berinvestasi di saham.

“Kalaupun ada yang terjun jadi trader, mereka terlalu nafsu mengejar profit cepat tanpa mempertimbangkan faktor risikonya,” sesal Linda. Itu sebabnya, ia tertantang untuk bisa membuat orang lebih ‘melek’ dengan liku-liku dunia saham.
           
Tak puas hanya mengajari lingkungan teman dan keluarga sendiri, Linda mulai merambah media sosial, seperti Facebook, Twitter, Path, dan Line untuk berbagi ilmu seputar saham. Tahun 2013, Aria Santoso CSA, mentor yang mengajari Linda tentang saham, mengusulkan nama Fiboprincess sebagai julukan atau brand Linda di media sosial.  
           
Lambat laun pengikut Fiboprincess makin banyak, sehingga Linda merasa perlu membuat wadah untuk belajar bersama. Terbentuklah grup Fiboprincess di aplikasi telegram. Bahkan,   tiap harinya ia memberikan ulasan tentang saham di situs pribadinya.
“Menjadi seorang trader bagi wanita adalah pekerjaan sulit karena harus bisa mengontrol emosinya. Seorang trader butuh lebih banyak menggunakan logika ketimbang perasaan. Saya alami sendiri di awal saya main saham, saya banyak membuat keputusan jual beli karena dorongan emosi dan ternyata malah rugi,” papar Linda, yang pernah kehilangan ‘tabungan’ mengumpulkan profit selama 3 bulan senilai belasan juta rupiah.  
           
Sibuk ke sana kemari mengajari orang, lama-kelamaan Linda merasa lelah jika harus mengajari orang satu-satu. “Dari situ saya terpikir untuk menulis buku. Harapannya, mereka bisa pelajari dulu sendiri, baru ketika menemui kesulitan atau ada pertanyaan, bisa mencari saya,” kata Linda, yang pernah meraup keuntungan akumulatif di atas Rp20 juta.

Tanpa pengalaman menulis sebelumnya, awal tahun 2015 Linda nekat menyusun naskah buku In Love with Fibonacci. Sayangnya, oleh calon penerbit naskah tersebut dikembalikan karena gaya penulisannya dinilai terlalu teknis dan membingungkan. “Saat naskah saya ditolak, saya  menangis karena kecewa mimpi saya untuk berbagi kepada orang lain terancam kandas,” kisahnya.

Namun, Linda tak mau menyerah begitu saja. Ia pun mendatangi editor penerbit yang menolaknya untuk mencari tahu kekurangan yang harus diperbaikinya. Linda pun diberi saran, ia harus mengikuti pelatihan menulis atau tandem dengan penulis yang sudah berpengalaman. Linda mendapat rekomendasi untuk menggandeng penasihat dan praktisi investasi saham Ryan Filbert Wijaya, S.Sn, ME yang sudah banyak menulis buku.
           
Pelan-pelan, ia mulai belajar menulis secara autodidak. Buku perdananya, Catatan Harian Emak-Emak Trader, akhirnya berhasil diterbitkan pada pertengahan tahun 2015. Disusul buku keduanya yang ditulis bersama Ryan: Why Woman As A Trader and Man As An Investor, pada September 2015.
Buku ketiganya,   In Love With Fibonacci, (yang dulu ditolak) akhirnya dirilis juga pada November 2015. Buku keempatnya  Sst, It’s Woman Territory”, bukan tentang saham, melainkan buku bergambar hasil corat-coret Linda dan anak-anaknya tentang kehidupan wanita.
           
“Buku kelima rencananya saya bersama Aria akan membuat buku yang ditujukan untuk trader pemula. Isinya mengenai pengetahuan dasar dunia saham, termasuk terminologinya, seperti saham bluechip, saham digoreng, dan banyak lagi,” ungkap Linda, yang tak  menyangka dirinya bisa  menulis.
           
Selain aktif menyebar ilmu di media sosial dan buku, sejak Mei 2015, Linda bersama  Aria mulai mengadakan workshop pelatihan intensif sehari berdasarkan permintaan.

Workshop ini tentang pengenalan dasar dunia saham dan penggunaan alat Fibonacci. “Selain itu, saya juga memberi tip berdasarkan pengalaman sendiri tentang ‘lubang-lubang jebakan’ yang  harus dihindari pemula,” tutur Linda, yang lebih suka menjadi trader harian.
           
Di tengah kesibukannya mengajari orang-orang, Linda pernah terpukul ketika mendapati nilai matematika di rapor Raffa turun. “Saya jadi tersentak. Sebagai ibu, kesuksesan di luar rumah tak ada artinya jika anak sendiri gagal,” ujarnya, sedih. Membagi waktu adalah kendala terbesar yang dihadapinya sebagai trader dan trainer. “Di satu sisi saya butuh terus belajar dan berbagi, tapi saya juga punya kewajiban utama untuk mengurus keluarga,” ujarnya. 
           
ejak peristiwa itu, Linda mulai mengerem kesibukannya. “Saya berusaha mengatur waktu sebaik mungkin. Sehabis mengantar anak-anak ke sekolah, saya pergunakan untuk update situs www.fiboprincess.com dan Twitter @FiboPrincess hingga waktunya menjemput anak-anak. Saat anak-anak dan suami di rumah, waktu saya sepenuhnya untuk mereka. Baru setelah di atas pukul 8 malam, saya cek lagi pergerakan saham sampai pukul 9 malam,” ujar Linda, yang berambisi untuk mengantarkan anak-anaknya menjadi orang yang berhasil.  

Ia juga sedang merintis mimpinya untuk kelak bisa menjadi seorang trader profesional dengan mengambil sertifikasi dan terus menginspirasi wanita lain untuk bisa menggali potensi dirinya seperti yang ia lakukan.(f)
 

 
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?