Money
Perlunya Perencanaan Finansial

13 Apr 2016


“Zaman sudah berubah dan akan terus berubah,” ungkap perencana keuangan, Indra Hadiwidjaja, sambil membeberkan sebuah ilustrasi. Pada masa angkatan kakek kita, dalam satu keluarga cukup satu orang yang bekerja. Gaji cukup untuk menghidupi suami-istri plus lima bahkan 10 anak.

Zaman dulu, pensiun di usia 55 tahun, anak sudah berusia 35 tahun dengan posisi kerja yang sudah lumayan. Dengan penghasilannya, bisa membantu pensiun orang tua. Tetapi, zaman sekarang, rata-rata orang baru memiliki anak di usia 30-an, saat pensiun anak baru berusia 25 tahun. Di usia 25, anak masih bekerja dengan gaji UMR, bahkan masih minta uang saku dari orang tua.

“Fenomena ini sangat mengkhawatirkan, karena generasi muda tidak melakukan perencanaan keuangan sejak dini. Hidup hanya berdasarkan saldo di tabungan, keuangan tidak terkontrol,” ungkap Indra, prihatin. Akhirnya, semua uang yang dihasilkan dihabiskan untuk hari ini saja, padahal ada kebutuhan-kebutuhan yang pasti terjadi di masa datang yang membutuhkan dana yang tidak sedikit, seperti pensiun dan dana pendidikan anak.

Menurut Indra, dengan memaksimalkan pengelolaan keuangan, berapa pun pendapatannya, seseorang bisa tetap menikmati kehidupan berimbang. Apakah itu dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari, hiburan, atau merencanakan pensiun. Dalam hal ini, Indra memiliki strategi perencanaan finansial yang cukup unik, yaitu dengan manajemen MBA, yang merupakan singkatan ‘hore’ dari management by amplop. Yang dimaksud amplop di sini adalah pos-pos kebutuhan.

“Kuncinya adalah melakukan budgeting pos-pos kebutuhan tiap bulan. Begitu terima gaji, langsung dipisah-pisahkan ke ‘amplop-amplop’ yang berbeda,” ujarnya. Dalam hal ini ia menekankan pentingnya  tiap orang untuk memiliki rekening financial freedom (FF) yang besarnya 10% dari pendapatan. Dana rekening ini tidak boleh digunakan sama sekali, tapi ditujukan untuk kepentingan masa depan, misalnya dipakai membantu dana pensiun.

Namun, dana rekening FF ini bisa ‘dipindahkan’, misalnya untuk membeli apartemen yang kemudian disewakan. Laba yang didapat pun langsung dikembalikan ke rekening FF. Jadi, dana hanya diputarkan saja, tidak untuk dikonsumsi. Sementara itu, biaya hidup yang berupa kebutuhan sehari-hari dipatok 55% dari penghasilan. Untuk investasi alokasikan dana 20%. Jangan lupa untuk menyisihkan minimal 5% untuk sedekah. Sisanya adalah dana hiburan yang harus dihabiskan!

Meski terdengar mudah, hal tersulit dari manajemen ini adalah sekuat apa komitmen kita untuk mematuhi aturan main dan mengontrol diri. “Mau tidak mau, suka tidak suka, tiap bulan harus cukup dengan dana 55%. Jika mau menikmati hiburan atau jalan-jalan, ya, harus sesuai bujet 10%. Kalau dana belum cukup, ya, harus rela menunggu hingga bulan depan,” ungkapnya.

Meski masih tertatih, Meldawati (35) telah menjalankan perencanaan serupa sejak tahun 2007. Ia tidak ingin hobi jalan-jalannya sampai mengganggu keberlangsungan hidupnya di masa depan. “Sejak bergabung di komunitas Backpacker Dunia tahun 2009, saya jadi ketagihan jalan-jalan. Apalagi saat melihat foto-foto dan cerita dari teman-teman yang diunggah ke media sosial, mata makin ‘hijau’,” katanya, tertawa.

Pengelolaan dana harus lumayan ketat. Apalagi, sebagai tenaga lepas marketing pendapatannya tidak tetap. “Begitu mendapat komisi penjualan, langsung saya sisihkan untuk membayar premi asuransi kesehatan, cicilan KPR untuk rumah yang sudah lunas di tahun 2011, 10% untuk membantu keluarga, dan sisanya saya tabung di tabungan konvensional sebagai dana darurat,” paparnya.

Menurut Indra, sebenarnya dengan sentuhan kreativitas, Anda justru bisa menjadikan kesenangan atau hobi Anda sebagai kegiatan yang produktif. Hobi Anda mengoleksi barang-barang fashion bermerek, seperti tas, sepatu, perhiasan justru bisa menjadi jalan baru untuk berinvestasi. Sudah banyak bermunculan usaha persewaan barang-barang mewah, seperti busana atau tas bermerek.

“Dengan begitu, barang-barang Anda berfungsi sebagai investasi yang mendatangkan keuntungan,” ungkap Indra. Atau, untuk kasus Melda yang gemar traveling, ia bisa menjual pengalamannya sebagai konsultan traveling kecil-kecilan. Misalnya, dengan merancang liburan yang bisa memberikan kepuasan optimal, meski dengan dana terbatas. Kata kuncinya, be creative dan smart! (f)
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?