Food Trend
Jalan Panjang Membukukan

4 Nov 2014


Di Indonesia, kuliner masih sering disalahartikan sebagai ‘gastronomi’. Sejatinya, kuliner adalah masakan itu sendiri dan sesuatu yang menyangkut selera, yakni rasanya. Sementara gastronomi meliputi seni, budaya, dan sejarah yang menyertai sebuah hidangan.
Yoesdi Idris, Sekretaris Umum dari AGI (Akademi Gasronomi Indonesia), menyebut bahwa masakan Indonesia mengandung ruh karena lekat dalam ritual. Misalnya, proses Ma’tomatui di Toraja yang melibatkan makanan sebagai sesajen.
“Kenduri yang khas dengan sajian kolektif juga lambang kekerabatan. Adanya filosofi menjadi pembeda gastronomi kita dengan Barat,” sebutnya. 
Data gastronomi Jawa sedikit terbantu oleh kesusastraan Serat Centhini dan Serat Dhamar Wulan. Pencatatan ini ada karena masuknya modernisasi lewat  pendudukan Belanda. Di keraton, dokumentasi terjaga karena ada yang ditugaskan sebagai pencatat resep hingga sekarang.
“Di Sumatra, catatan masih berantakan. Jika pun diperjualbelikan buku resep kuno, ideologinya tak jelas dari mana,” jelas Indra Ketaren, satu dari empat pendiri yang juga seorang diplomat.
Di Barat (atau di Prancis, sebagai pusat gastronomi tertua), gastronomi lebih dikupas dari sisi bahan pangan yang membentuk sebuah sajian gourmet. Misal, di mana sapi berkualitas diternakkan dan di mana lahan pertanian unggul dari sayuran tertentu. AGI tengah mencari definisi yang distingtif terhadap gastronomi Indonesia.
Berdiri pada Februari 2013, anggota AGI sengaja tak melebihi 200 orang, dengan perekrutan berdasarkan undangan. Tiap anggota harus menanggalkan pangkatnya ketika berkumpul di satu meja, menjadi seorang anggota dengan elemen 4P: Pemikir, Penilai, Penikmat, Pemerhati.
“Kami ini modal nekat. Tiada konglomerat atau orang besar. Isinya individu yang siap diajak mikir dan mau tahu asal-usul makanan,” ujar Indra. Di luar negeri, anggota organisasi gastronomi selalu disegani.
Pernah tebersit ide untuk membuat buku gastronomi Indonesia? Ketakutan akan pekerjaan yang ekstensif membuat celah ini tak mudah terlihat seksi. Mudah ditebak, filosofi yang mengiringi sebuah masakan tak pernah terkuak, sebagaimana masakannya itu perlahan mati, tak diketahui rasanya oleh generasi lanjut. AGI mencoba mengubah ini dengan menjadikan suatu ensiklopedia sebagai agenda besar. Inisiatif berbasis relawan, walau nyatanya sebuah kepentingan nasional.
Terdengar sebagai cita-cita yang rumit? Upaya yang dirumuskan dalam rapat Selasa-Kamis mereka memang melibatkan aktivitas dalam bentuk dialog publik, pengkajian, maupun promosi. AGI telah bersuara di Interfood Indonesia 2013 dan di konferensi UNESCO-Barcelona 2014. Sebuah forum group discussion (FGD) telah berlangsung untuk menginisiasi Indonesia International Gastronomy Summit 2015. Ujung-ujungnya, data   digunakan untuk ensiklopedia. 
Pemerintah diajak berjalan bersama dalam perannya sebagai penerbit kebijakan. “Perjalanan panjang, karena jangankan gastronomi, urusan kuliner saja masih sibuk kita benahi. Ini perkara besar yang tak cuma urusan pemerintah. Kita semua harus turun tangan,” tegas Indra. Ia tak setuju kalau modernisasi disebut sebagai kambing hitam terhadap minimnya pengetahuan anak muda. Modernisasi dipandangnya bak pasar bebas, masuk ke mana-mana. Kita yang harus bisa melawannya, sebagaimana negara semaju Jepang.
Undangan sudah mengantre untuk tahun depan, antara lain kesempatan bicara di Madrid Fusion (Madrid), World Food Travel Summit & Expo (Lisbon), dan Worlds of Flavor-International Conference & Festival (Kalifornia). Bergengsi, namun tengah dipertimbangkan AGI karena harus sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.
Kabar terhangat, AGI telah terdaftar sebagai anggota ke-23 di International Academy of Gastronomy (IAG) di Paris, untuk kemudian diumumkan di ajang General Assembly IAG, Februari 2015. Indra membayangkan betapa indahnya jika gastronomi dapat ditelusuri. Anak-anak bisa tidur dengan diantar dongeng gastronomi, ketimbang terus-menerus diperdengarkan cerita tentang karakter tikus.



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?