Trending Topic
Video Game Picu Kekerasan?

6 Feb 2013


Bila ditelusuri, kasus-kasus penembakan berdarah di Amerika ini mempunyai satu kesamaan: para pelaku kecanduan video game bertema kekerasan. Mari kita kembali menyegarkan ingatan dengan membuka files tentang berbagai kasus penembakan yang menggemparkan.

Pada 20 April 1999, dua siswa senior SMA Columbine, Colorado yang kerap menjadi target bullying, Eric Harris, dan Dyland Klebold, menembaki seisi sekolah dengan senapan dan beragam jenis pistol. Peristiwa ini menewaskan 13 orang dan melukai 24 orang. Ngerinya, penembakkan ini seolah menjadi reka ulang dari game kreasi mereka yang berjudul Doom ke dalam dunia nyata.

Lalu, ulah James Holmes -yang menderita penyakit psikotik genetik- meyakini dirinya sebagai sosok Joker dalam film Batman. Dengan membabi-buta ia menembaki pengunjung bioskop yang sedang menyaksikan pemutaran perdana film Batman: The Dark Knight Rises. Tindakan keji itu menewaskan 12 orang dan melukai 58 orang.
Selain terobsesi dengan karakter Joker, James ternyata memiliki kecanduan akan video game. Berdasarkan pengakuan seorang teman sekelasnya di University of Colorado, pembunuhan ini bisa jadi karena James telah kehilangan kontak dengan realitas akibat ketagihan bermain video game.

“James terobsesi dengan video game. Ia selalu memainkan role–playing game. Saya tidak ingat permainan apa, namun jenis game favoritnya seperti World of Warcraft. Dalam game online ini, Anda bersaing dengan orang-orang di internet,” ungkap seorang teman Jason kepada Dailymail.

James yang terobsesi dengan permainan role–playing  ini bahkan tidak menyesali perbuatannya sama sekali. "Selama di penjara, James tetap berada di dalam karakter Joker. Dia pikir dia berakting di film, dia tidak menunjukkan tanda–tanda penyesalan atas apa yang dilakukannya,” "kata seorang pegawai penjara.

Sementara, sebelum memuntahkan peluru di sekolah, Adam Lanza telah menembak ibunya sendiri, Nancy Lanza  di rumahnya. Pemuda berusia 20 tahun ini, kemudian melanjutkan aksinya di Sekolah Dasar Sandy Hook. Dengan senapan Bushmaster kaliber 223 r yang didesain untuk militer dan penegak hukum serta pistol sig sauer 9-mm, dan Glock 9 mm, Adam menembaki para murid yang berusaia antara 5-10 tahun.

Berdasarkan pengakuan teman dan penyidik seperti yang dilansir NY Dailynews, Adam  menderita sindrom Asperger atau gangguan kepribadian. “Ia sangat canggung dan emosinya tidak stabil. Tetapi, ia luar biasa jenius,” jelas seorang kerabat.
Adam tinggal bersama ibunya, di sebuah rumah mewah seluas 3.100 meter persegi di Newton, Connecticut. Sang ibu pernah bekerja di Sekolah Dasar Sandy Hook, namun mengundurkan diri agar dapat total mengurus Adam. "Dia harus berada di rumah bersama Adam," kata salah seorang keluarga Lanza.

Meski Adam dikenal sebagai pemuda yang cerdas, namun ia suka bertingkah aneh. Salah satunya adalah ia senang menyendiri untuk bermain video game. Menurut salah seorang pekerja di rumah keluarga Lanza, Adam menghabiskan berjam-jam bermain video game kekerasan seperti Call Of Duty dalam ruang bawah tanah kediamannya.

“Adam terobsesi dengan video game Call of Duty juga senjata dan peralatan militer,” tutur Peter Wlasuk dalam sebuah wawancara dengan The Sun. Permainan Call Of Duty memang dikenal luas sebagai permainan kontroversial karena kandungan kekerasannya. Bahkan sejak awal tahun, The Advertising Standards Authority di Inggris melakukan pelarangan terhadap iklan game ini.
   
Bicara soal game, di era kecanggihan teknologi, tak bisa dipungkiri kalau anak–anak sulit lepas dari gadget atau layar computer. Bahkan mereka bisa menghabiskan berjam–jam bermain video game. Sayangnya, di antara sekian banyak jenis video game, yang menjadi favorit para gamer adalah yang bertema kekerasan.

Menurut NPD Group, yang melacak penjualan game, video game terlaris pada bulan November lalu di Amerika adalah "Call of Duty: Black Ops II ".  ‘Anda akan melawan kawanan musuh dan Anda harus menembak kepala mereka untuk maju ke babak selanjutnya,’ seperti inilah gambaran permainan ini yang dijelaskan PC Gamer dalam review-nya.

Sedangkan di peringkat kedua ada permainan "Halo 4" yang masuk dalam kategori dark game. Sementara, di peringkat ketiga ada "Assassin, Creed 3", suatu permainan di mana pemain mendapatkan poin berdasarkan seberapa cepat dan kreatif mereka membunuh pengejarnya.

Fakta ini menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan. Wajar saja, karena dari hasil riset ditemukan, game yang bertema kekerasan cenderung memengaruhi pemainnya menjadi lebih agresif terhadap orang lain.

Berdasarkan berita yang dilansir healthland.time.com, Dr Vincent Matthews dan rekan-rekannya di Universitas Indiana, mempelajari dampak kekerasan di media. Mereka melakukan penelitian terhadap 28 siswa yang secara acak ditugaskan untuk bermain game tembak–tembakan dan bermain game yang tidak bertema kekerasan setiap sehari selama seminggu. Sebelumnya, tak satu pun dari peserta memiliki kegemaran akan video game.

Para peneliti menemukan, mereka yang bermain video game kekerasan menunjukkan kurangnya aktivitas otak di daerah yang melibatkan emosi, perhatian dan penghambatan impuls. "Hasil riset telah menunjukkan terjadi peningkatan perilaku agresif setelah mereka bermain video game kekerasan. Ini adalah penjelasan psikologis atas studi perilaku sebelumnya. Ada perubahan dalam fungsi otak yang mungkin berhubungan dengan perilaku agresif tersebut,” ungkap Dr Vincent.

Ketika Dr. Vincent membawa peserta kembali setelah seminggu tidak bermain video game, aktivitas otak mereka berubah ke reaksi yang lebih normal. Namun sayangnya, fungsi otak mereka masih tidak lagi sama seperti sebelum mereka bermain video game kekerasan.

Perubahan otak memang tidak tampak permanen, tetapi mendokumentasikan bahwa otak bisa berubah dalam reaksinya menanggapi game bertema kekerasan. Bahkan untuk mereka yang hanya bermain game dua jam sehari selama seminggu. Hasil ini bisa dijadikan acuan dalam memahami bagaimana seseorang muda akan mudah terpengaruh oleh permainan ini. Perubahan otak pada kelompok percobaan ini pun serupa dengan yang terlihat pada remaja yang memiliki gangguan sosiopat destruktif. Bila mengaitkan fakta dengan pelaku serangkaian penembakan di Amerika, kekhawatiran para ahli ini sangat mendasar. (Woro Hartari Trianti)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?