Gaya hidup minum kopi kian mengakar di seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Sebenarnya, sejarahnya dari mana, sih? Ternyata, dulu, kebiasaan ngopi bangsa kolonial ditiru oleh masyarakat pribumi kelas atas. Dari gaya hidup bangsawan pribumi yang ‘turun’ ke rakyat jelata inilah lahir kedai kopi sebagai tempat kongko.
“Harus diakui bahwa masuknya kedai kopi mancanegara sangat memengaruhi penerimaan kedai kopi lokal di masyarakat urban,” tambah Syenny. Kampanye kedai kopi asing yang mengangkat kopi-kopi Nusantara sepertinya juga menjadi pendorong bagi kaum urban penikmat kopi untuk lebih mencintai produk kopi dalam negeri.
Dalam pandangan Syenny, orang-orang yang pernah tinggal, sekolah, atau bekerja di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa, juga menjadi salah satu faktor penggerak yang membuat kopi lokal menjadi raja di negerinya sendiri, walaupun untuk mewujudkannya memang bukan perkara mudah. Karena, nyatanya, memang cukup sulit mendapatkan biji kopi lokal yang bagus di pasar dalam negeri.
“Kebanyakan biji kopi kualitas terbaik sudah diekspor,” ujar Edy Panggabean, pakar kopi Indonesia. Meski begitu, masih banyak peluang bagi pengendali kedai kopi lokal untuk menciptakan puluhan bahkan ratusan minuman kopi nikmat layaknya hazelnut latte, ice blended coffee, atau ice coffee jelly dengan mengandalkan kopi lokal. “Dengan catatan, para pengelola kedai kopi lokal itu mengerti benar teknik memilih kopi lokal berkualitas baik, juga faktor apa saja yang membuat biji kopi lokal tersebut menjadi lebih berkualitas,” tambah Edy.
Menurut Edy, meski bangsa ini punya koleksi jenis kopi yang sama dengan negara di belahan dunia lainnya, yaitu arabika, liberika, dan robusta, tidak semua bisa tumbuh dengan hasil yang baik. Yang bisa berkembang sempurna di Indonesia kebanyakan adalah jenis arabika. Hal ini berkaitan dengan kondisi agraris Indonesia yang lebih cocok untuk kopi jenis arabika.
Maharani Djoeir
Maharani Djoeir