Trending Topic
Sepotong Indonesia di Den Haag

27 Oct 2014

Alunan lagu Poco-poco menguak udara dingin lapangan Malieveld. Memasuki pengujung Maret 2013, Den Haag masih menggigil dan kelabu. Suhu tak mau beranjak naik dari angka 0 derajat Celsius. Angin menderu-deru menerpa pepohonan yang telah kehilangan daun-daunnya. Sabtu, 23 Maret siang itu, poco-poco pun sukses membujuk puluhan orang yang tengah antre untuk masuk ke tenda acara Pasar Malam Indonesia (PMI) untuk ikut menari.

Flash mob poco-poco ini merupakan salah satu dari rangkaian acara yang tahun ini sudah keempat kali diselenggarakan. “Tahun ini kami ingin menyajikan Indonesia baru. Indonesia yang tak sekadar nostalgia,” tutur Retno LP Marsudi, Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda. Seperti apakah Indonesia baru itu?

“Keterikatan Belanda dan Indonesia dalam waktu yang lama ini kami coba jadikan aset, yaitu dengan menampilkan perkembangan-perkembangan terbaru yang terjadi di Indonesia,” kata Retno. Karena itu, PMI kali ini ingin mengawinkan hal-hal tempo doeloe dengan ekspos potensi ekonomi, misalnya dengan pertemuan antara pengusaha kelapa sawit dengan importir besar dari Belanda. Usaha yang tak sia-sia, karena di akhir acara didapatkan kontrak dagang senilai Rp220 miliar.

Pengunjung PMI yang ditargetkan minimal sebanyak 26.700 orang ini memang mendapat pengalaman yang lebih komplet. Sebuah panggung didirikan untuk menggelar aneka kesenian, seperti tari Bali, paduan suara lagu-lagu daerah dari Timu Tiwa Choir, entakan lagu-lagu nasional dari Edo Kondologit, hingga goyangan asyik Didi Kempot lewat lagu-lagu campursari yang digemari para keturunan Jawa Suriname. Juga ada Harvey Malaiholo yang memeriahkan acara Maluku Night, karena banyak orang Maluku yang tinggal di Belanda.

Pengunjung yang ingin mendapatkan pernak-pernik khas juga akan terpuaskan oleh jejeran stan yang menyajikan aneka kain dan busana batik, kain tenun tradisional Nusa Tenggara, kerajinan wayang, perhiasan dari mutiara, batu-batu alam, dan logam perak serta perunggu. Di PMI juga tersedia berbagai informasi mengenai Indonesia. Pengunjung bisa mendapatkannya di stan Kemeninfo, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta stan-stan dari beberapa pemerintah daerah yang memajang karya-karya putra daerah mereka.

Selain penampilan budaya, PMI kali ini juga ingin mengukuhkan kepemilikan Indonesia akan dua kesenian, yaitu angklung dan poco-poco. Karena itu, secara khusus diadakan workshop angklung dan menari poco-poco yang ternyata disukai pengunjung. Dan, yang tak kalah penting adalah flash mob poco-poco di depan Malieveld, yang dipandu oleh Jerry, seorang artis lokal yang lincah. “Acara ini yang menginisiasi adalah anak-anak muda Belanda dan pelajar Indonesia di Belanda. Kami ingin meneguhkan kepemilikan terhadap budaya kita sendiri,” tegas Retno.

Diplomasi Kuliner
Salah satu yang ditunggu-tunggu oleh warga Belanda di Pasar Malam Indonesia adalah wisata kulinernya. Banyak warga Belanda yang menggemari  makanan khas Indonesia. Tak heran jika di Belanda ada sekitar 1.600 resto atau warung menu khas Nusantara. Karena itu, panitia memberikan tempat yang leluasa bagi pengunjung untuk menikmati hidangan favorit mereka.

Bertempat di bagian sayap kanan venue acara, hadir 50 gerai resto atau warung makanan Indonesia di Belanda yang menyajikan kekayaan kuliner Nusantara yang begitu menggugah. Menu yang cukup komplet, dari mi Aceh, pempek Pelembang,  masakan Padang dengan menu yang sedang naik daun adalah rendang jengkol, masakan Sunda, tahu campur Lamongan hingga es cendol. Aneka kue-kuenya juga membuat lapar mata: pastel, lumpia, risoles, martabak, kue lapis, bacang, dan yang paling tenar adalah pisang goreng.

Selama 5 hari penyelenggaraan, arena wisata kuliner ini tak pernah sepi pengunjung. Mereka bahkan rela antre dan makan sambil berdiri karena tak lagi mendapatkan tempat duduk. “Karena makanan Indonesia sangat populer di Belanda, mengapa kita tak menjadikannya sebagai peluang? Belanda bisa dijadikan etalase promosi makanan Indonesia di Eropa,” tutur Retno Marsudi. Untuk itu, pihaknya sudah melakukan beberapa upaya, yaitu membuat buku direktori resto dan warung Indonesia di Belanda. Dalam ajang PMI ini juga diluncurkan direktori dalam versi online, yaitu www.etalaseindonesia.com yang memuat 200 resto dan warung.

Satu hal yang menarik dari kuliner Indonesia itu adalah mereka hadir dengan nama aslinya. Tidak ada satu pun menu yang dialihnamakan dalam bahasa Belanda atau bahasa Inggris. Nasi goreng, ya, tetap ditulis nasi goreng, bakso tetap bernama bakso kuah, bukan meatball soup misalnya.

Di balik kelezatan kuliner itu memang ada potensi ekonomi yang bisa dikembangkan. “Salah satunya adalah bahan-bahan mentahnya. Bagaimanapun juga, untuk mendapatkan cita rasa terbaik makanan Nusantara, tentu saja menggunakan bahan-bahan dan bumbu asli Indonesia. Bila itu dilakukan, tentu akan mendorong ekspor yang bisa dilayani kargo PT Garuda Indonesia,” tutur Retno, sambil mengatakan bahwa segala hal perlu didekati secara holistis. (f)




 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?