Trending Topic
Saksi Wanita Lebih Sulit

28 May 2014


Menjadi saksi memang bukan sekadar datang untuk dimintai keterangan saja. Bisa jadi pemeriksaan yang dilakukan akan memakan waktu yang lama dan membuat letih fisik sekaligus mental. Tak heran jika orang kemudian berpikir puluhan kali jika harus bersentuhan dengan hukum. Padahal, penting diingat bahwa sebagai saksi, seseorang memiliki hak-hak istimewa.

Kondisi ini diakui oleh Lili Pintauli Siregar, S.H, M.H, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Meski sudah ada UU yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban, implementasi yang diberikan selama ini memang belum maksimal. Pasalnya, ketika berhadapan dengan saksi dan atau korban, kita dihadapkan pada kenyataan untuk tidak terlalu kaku pada aturan yang ada.

“Di sini unsur humanis harus juga bekerja, tidak hanya masalah hukum. Ketika para saksi ini memberikan keuntungan bagi negara, maka sewajarnyalah jika memiliki hak untuk kebaikan dirinya sendiri,” jelas Lili, yang menekankan pentingnya menggunakan hati nurani saat berhadapan dengan para saksi.

Selama ini, Lili melihat bahwa wanita --terutama yang telah berkeluarga-- memiliki hambatan yang paling besar ketika ia terpaksa menjadi saksi. Dalam beberapa kasus, ketika saksinya wanita, yang menjadi halangan mereka untuk menjadi saksi adalah pasangannya.

Banyak pasangan melarang istrinya untuk ikut terlibat lebih dalam pada kasus hukum yang dijalaninya. Ketakutan terbesar mereka adalah kalau terlibat justru akan terseret, apalagi kalau nanti akhirnya menjadi tersangka. Memang, tak ada yang bisa memastikan bahwa seorang saksi  pada akhirnya tidak akan berubah menjadi tersangka.
 
“Dari beberapa kasus yang saya tangani, baru ketahuan bahwa masalah pada para saksi wanita ini justru datang dari pasangannya. Hal ini sebenarnya menyentuh psikologis mereka,” ungkap Lili.
 
Jika diurai, sebenarnya yang memiliki dampak trauma lebih besar dari sebuah kasus hukum bukanlah orang yang menjadi saksi, tapi keluarga atau orang-orang terdekat di sekitarnya.  Lili memberi contoh pada kasus korupsi. Ketakutan terbesar para saksi dan keluarganya adalah akhirnya terseret pada kasus tersebut dan menjadi tersangka. Padahal, untuk bisa menjadi tersangka, setidaknya harus dilakukan gelar kasus terlebih dahulu. 
 
Begitu pula untuk saksi yang berstatus sebagai PNS. “Trauma yang dirasakan cukup besar. Ada rasa takut dipecat dan dikucilkan oleh lingkungan,” jelas Lili.
Apa yang kemudian dilakukan LPSK adalah memberi treatment saksi dan pasangannya serta keluarga besarnya. Dengan cara ini, secara psikologis beban mereka lebih terangkat, sehingga memberi  lampu hijau bagi pasangannya untuk melanjutkan sebagai saksi. Bagi saksi, tentu saja hal ini memberikan dukungan semangat yang cukup signifikan. Saksi bisa lebih nyaman, santai, datang dengan hati tenang dan tidak tertekan.
   
Hal lainnya yang menjadi perhatian utama Lili tentang saksi wanita ini adalah perlakuan yang seharusnya lebih fleksibel yang dilakukan oleh pihak berwenang saat melakukan pemeriksaan. Diceritakan Lili, ada satu kasus yang pernah ia tangani, seorang wanita yang sedang hamil mengalami keguguran karena terlalu letih menjalani proses pemeriksaan. 

“Di sinilah LPSK berusaha untuk menjalankan perannya tak hanya melindungi saksi, tapi juga memberikan hak-hak mereka yang sudah sepatutnya mereka terima,” jelas Lili.


FAUNDA LISWIJAYANTI



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?