Trending Topic
Politik Kita Butuh Wanita

7 Apr 2014


Ketentuan baru dari UU No. 12/2003,  tiap partai politik peserta pemilu perlu memperhatikan keterwakilan wanita sekurang-kurangnya 30% dari partainya. Hal ini membuat pemilu 2014 diramaikan oleh banyaknya wanita calon legislatif yang maju untuk dipilih.
   
Sebenarnya kuota untuk wanita di parlemen  makin berkembang, meski masih jauh dari cukup. Dari hanya 9% pada tahun 1999, kemudian 11% pada tahun 2004, dan 18% pada tahun 2009. Dan kini diharapkan kuota 30% yang diharapkan bisa terpenuhi. Apa yang menyebabkan dibutuhkannya kehadiran lebih banyak wanita di perlemen?     
   
Women Research Institute (WRI) dalam penelitiannya tahun 2013 mengungkapkan, partisipasi wanita dalam politik, khususnya DPR RI, dapat meningkatkan kesejahteraan wanita. Para wanita ini akan mewakili, mengawal, hingga mengawasi proses pembuatan kebijakan untuk wanita.  
   
Hal senada dikatakan oleh Adinda Teriangke. “Wanita penting ada dalam parlemen, untuk memastikan proses penentuan kebijakan dalam parlemen peka gender, terutama kebijakan publik yang memengaruhi wanita,” tegasnya.
Misalnya, kerap kali terdapat keputusan yang maskulin dalam proses kebijakan menyudutkan wanita. Sebut saja peraturan daerah yang mengatur cara berbusana wanita atau kegiatan wanita di ranah publik atas nama ketertiban umum atau antipornografi. Tak hanya itu, representasi wanita dalam politik juga penting dalam memperjuangkan kepentingan wanita sebagai bagian dari warga negara.
   
Ani Soetjipto mengatakan, “Menurut survei LSI, masyarakat tidak antiwanita, tidak antikuota, dan tidak menganggap kapasitas wanita lebih jelek daripada pria. Justru mereka menganggap wanita kecenderungan korupsinya lebih kecil daripada pria.” Inilah nilai-nilai positif publik tentang representasi wanita.  Jika ini bisa diwujudkan, maka akan tercipta perubahan.
   
Namun sayangnya, kalau wanita  tidak diajarkan bisa membuat perbedaan, dia justru akan mengikuti praktik yang dilihat sehari-hari. Contohnya, beberapa wanita anggota DPR yang belakangan dipanggil KPK dan terseret kasus korupsi. “Mereka terbawa arus di DPR yang mayoritas politiknya cenderung politik transaksional,” tutur Ani.  
   
Namun, menurut Adinda, kinerja wanita di palemen saat ini tidak bisa digeneralisasi. Ada beberapa anggota dewan yang cukup aktif dan vokal dalam menjalankan fungsinya. Misalnya, terkait tenaga kerja migran, ada Rieke Dyah Pitaloka, masalah anggaran ada Eva Sundari, isu kesehatan ada Nova Riyanti Yusuf, dan sebagainya. Kesemuanya tidak lepas dari kapabilitas pribadi masing-masing anggota dalam menjalankan fungsinya sebagai anggota dewan.  
   
Paling tidak, mereka dapat menunjukkan bahwa wanita di DPR bukan sekadar pelengkap dan penghias, tapi juga aktif, kritis, responsif, dan tanggap ketika bertugas. Kelebihan lainnya adalah kepiawaian mereka tidak hanya dalam hal berhubungan dengan sesama politikus, namun juga dengan kolega di pemerintah, dan yang terpenting adalah konstituen dan media massa. Hal ini sangat penting dalam membangun kepercayaan bahwa wanita penting dilibatkan dalam proses kebijakan, karena komitmen dan ketelatenan wanita dalam menjalankan tugas.

Ficky Yusrini


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?