Trending Topic
Pengaruh Significant Other

15 Aug 2013


Mengenai kesibukan dan tradisi yang kental seputar Lebaran dari masa ke masa, sosiolog dari Universitas Indonesia, Erna Karim, mengatakan, hal yang perlu disadari adalah kenyataan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat plural. Keragaman itu baik dari dimensi vertikal maupun horizontal. Maksudnya?

“Secara vertikal, banyak ragam merayakan Lebaran dari strata sosial yang berbeda (atas, menengah, dan bawah). Secara horizontal, terlihat juga dinamika variasi merayakan Lebaran. Ada perbedaan gaya Lebaran dari etnik tertentu secara geografis. Di pedesaan   tidak sama dengan perkotaan,” jelas Erna. Hal ini dikarenakan struktur dan kultur geografis yang berbeda di masing-masing kawasan. Di pedesaan, kultur etnik cukup kental memengaruhi gaya berlebaran. 

Lalu, ada ritual mudik, pulang ke kampung halaman. Selain merayakan Lebaran, tujuan mudik untuk mengunjungi orang tua dan keluarga besar di kampung asal masing-masing. Sebab, ada tradisi yang sangat kuat untuk menghormati orang tua dan mereka yang dituakan.

Ritual mudik ini memunculkan peluang pasar yang ditangkap oleh para pengusaha untuk memunculkan opsi berlebaran dengan berbagai bisnis yang sifatnya musiman: sewa mobil, munculnya para fotografer amatiran yang menawarkan jasa sampai ke kampung-kampung, tawaran sarana wisata, cendera mata, dan sebagainya.

Mudik ke kampung halaman ini, biasanya dilakukan oleh mereka yang masih mempunyai keterikatan dengan kampung halamannya. Misalnya, karena masih ada orang tua atau kerabat yang dituakan. Mereka ini umumnya para migran dari desa yang hidup dan berkeluarga serta bekerja di perkotaan. “Mudiknya mereka ini didorong oleh spirit kebersamaan dengan orang-orang sekampung yang merantau,” kata Erna.

Tak hanya meramaikan kampung, para pemudik ini juga menjadi agent of change bagi kampung masing-masing. Hal ini tampak lewat aktivitas mereka menyumbangkan sejumlah dana atau barang untuk memakmurkan tempat ibadah serta fasilitas umum yang diperlukan untuk pembangunan kampung.

Silaturahmi juga menjadi agenda wajib. Erna mengatakan, silaturahmi adalah kewajiban bagi anggota kerabat yang lebih muda. Hal ini karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang masih memegang tradisi menghormati mereka yang lebih tua dan berpengaruh sebagai significant other (tokoh atau orang yang dianggap dapat memberikan pencerahan atau solusi bila menghadapi masalah kehidupan).

Namun, Erna tak memungkiri fakta bahwa di beberapa keluarga mulai  hilang  tradisi silaturahmi kepada yang lebih tua. Hal ini terjadi bila yang lebih tua dianggap tidak mempunyai 'wewenang' berdasarkan tradisi atau kekuasaan.

Bersalam-salaman di hari raya juga menjadi ciri khas masyarakat kita, baik itu dengan para tetangga ataupun orang yang dikenal. Perhatikan saja, kita pasti akan sering menjumpai orang bersalaman ketika bertemu dengan siapa pun yang dikenal, tidak hanya di lingkungan tetangga tapi juga di tempat publik. Hal ini sangat umum terjadi selama bulan Syawal.  “Hal ini menunjukkan adanya tradisi saling bersilaturahmi dan saling memaafkan   yang didorong oleh spirit agama Islam,” jelas Erna.

Mengenai kebiasaan Lebaran sambil berlibur yang sekarang sedang menjadi gejala, kata Erna, terutama dilakukan oleh keluarga muda yang masih mempunyai anak-anak usia sekolah. “Secara sistem, negara kita mendorong kebersamaan keluarga pada saat Lebaran, karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Makanya, libur Lebaran sekarang ini makin lazim menjadi bagian dari liburan keluarga,” jelas Erna.

Harus diakui, banyak keluarga yang mengefektifkan silaturahmi tidak sampai berhari-hari. Silaturahmi sebisa mungkin diselesaikan di hari pertama, sehingga pada hari kedua atau hari berikutnya dimanfaatkan untuk traveling. “Libur Lebaran bisa diartikan sebagai momen menikmati kebersamaan, sebagai ungkapan kebahagiaan bisa berlebaran bersama,” imbuh Erna.

Ciri khas lain di semua kalangan di masyarakat adalah menjadikan Lebaran sebagai hari untuk menyajikan makanan spesial, mulai dari cookies hingga jamuan makan. Ternyata, kebiasaan ini muncul karena ada nilai tradisi masyarakat Timur, yaitu menjamu tamu melalui makanan sebagai simbol penghormatan kepada tamu yang datang ke rumah.
Ada spirit kepercayaan di balik jamuan tersebut, yakni bahwa datangnya tamu mendatangkan rezeki. “Selain itu, melalui jenis makanan yang 'luar biasa' berupa makanan enak, penjamu juga berusaha memberikan jamuan terbaik yang spesial untuk menghormati dan menyambut dengan gembira merayakan hari raya Idul Fitri yang sakral sebagai   ungkapan 'kemenangan' setelah menjalani puasa Rramadan sebulan penuh.

Biasanya jamuan ini diselenggarakan oleh mereka yang dianggap 'lebih tua' dan 'lebih dihormati' atau 'lebih bermanfaat' bagi yang datang ke rumah tersebut,” tutur Erna.(FICKY YUSRINI)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?