Trending Topic
Pemain Hardcore

27 Nov 2013


Lupakanlah stereotype seorang gamer: remaja laki-laki dan culun. Mungkin, 20 tahun lalu, gambaran ini ada benarnya. Tapi tidak lagi sekarang. Fakta ini terungkap lewat survei yang dilakukan the Entertainment Software Association (ESA) baru-baru ini, bahwa 45% gamer adalah wanita usia di atas 18 tahun. Tak sedikit di antaranya adalah para ibu.

Mari kita buka Facebook dan cek notifikasi. Lihat saja, berapa banyak teman Anda yang meng-invite Anda untuk ikut main game? Sebut saja mulai dari Pool Live Tour, Diamon Dash, Farm Heroes Saga, Bubble Island, CoasterVille, The Smurfs dan yang saat ini sedang digandrungi banyak orang: Candy Crush. Seberapa sering Anda menerima permintaan ‘help your friends by sending life’ dari game Candy Crush via Facebook?

Di Facebook pula, bisa dicek siapa saja teman-teman kita yang main game tertentu, dan sampai level mana permainan mereka. Sebab, tak sedikit posting-an di wall teman-teman kita akan ‘prestasi’ mereka. Misalnya, si A mencapai skor tertinggi di Diamon Dash. Atau, si B mengalahkan 2 rekannya di permainan Candy Crush Saga. Atau si C berhasil mendapatkan bonus 3 bintang di Bubble Safari Ocean. Tak peduli profesi ataupun usia, semua ‘berkompetisi’ di alam virtual game. Lucunya, mayoritas di antara teman Facebook kita yang gamer itu adalah wanita dan ibu-ibu. Fenomena apa ini?

Wanita dan game tak hanya terjadi di Indonesia. Studi ESA yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 2.486 wanita berkeluarga usia di atas 18 tahun menunjukkan, 74% dari mereka bermain game setidaknya seminggu sekali. Sebanyak 65% bermain di mobile devices, sisanya di komputer maupun laptop, video game console, dan portable gaming devices lain.   
 
Game saat ini memang sudah menjadi industri besar. Dalam sebuah liputannya, The Economist menuliskan, dua dekade belakangan, bisnis video game bertransformasi dari bisnis kelas garasi menjadi sebuah cabang dari industri entertainment yang patut diperhitungkan.

Berdasarkan laporan PricewaterhouseCooper (PwC), sebuah lembaga konsultan bisnis, pada tahun 2010 saja, industri ini sudah beromzet sekitar Rp560 trilyun di seluruh dunia. Angka ini merupakan dua kali lipat dari industri musik rekaman dan mencapai 3/5 dari omzet industri film di dunia! PwC juga memprediksi akan menjadi Rp820 trilyun pada tahun 2015.
   
Siapakah pasar game? Pertama tentu para ‘pemain lama’ yang tak bisa move on. Mereka ini adalah anak-anak generasi pertama pemain game di home console, yang kini sudah beranjak dewasa dan memiliki uang. Mereka ini adalah orang-orang yang dulu hobi main Pacman, Galaxian, Space Invaders juga Super Mario di konsol game mereka di rumah. Ini adalah beberapa game yang tenar tahun 1980-an hingga awal 1990-an.

Tapi, produsen game melangkah lebih cepat untuk menarik pangsa pasar lain, seperti para wanita muda. Mereka ini yang –sejujurnya- mungkin tak akan mau mengaku sebagai gamer tetapi mendapatkan kesenangan bermain FarmVille di Facebook atau Candy Crush dari smartphone masing-masing.
   
“Sifat game itu memang fun. Seperti halnya menikmati drama serial atau film Korea misalnya,” ujar Marlin Sugama, pemilik Main Studios, sebuah perusahaan content developer yang dulu sempat menjadi game designer. Ibaratnya, kalau orang sedang punya waktu luang, mau apa, sih?
   
Menurut Marlin, ada dua tingkatan game. Pertama adalah casual-social game. Inilah jenis game yang disukai oleh para wanita. Yang termasuk kategori game ini, misalnya puzzle game (tetris, bejewel), social game seperti FarmVille.
Kedua adalah hardcore game. Ini jenis game yang tidak dimainkan di gadget atau internet, melainkan di konsol (misalnya play station). Game semacam ini penggemarnya kebanyakan adalah pria.
   
Asyiknya main game ini diakui oleh Maria Rosaria (34), seorang ibu rumah tangga. Ia adalah salah satu mommy gamer. “Saya tidak suka nonton TV. Salah satu aktivitas favorit saya di waktu senggang ya, main game,” ujarnya.
Selain Maria, ada pula Herafina Adelide Saragih (35), karyawati swasta, juga bermain game karena bisa membuat dia relaks. “Saya suka membaca buku atau novel. Saya juga suka nonton drama korea. Tapi saat santai, saya lebih suka bermain game. Selain membuat saya lebih relaks, bermain game tidak perlu berkonsentrasi penuh namun bisa melatih kemampuan logika dan nalar saya secara seimbang,” katanya.
   
Banyak alasan memang, mengapa seseorang menyukai game. Tapi satu hal yang tak bisa dilepaskan adalah dasar manusia sebagai makluk yang memiliki prinsip kesenangan. “Pada dasarnya manusia itu akan menghindari hal-hal yang dapat mendatangkan ketidaknyamanan dan mencari kesenangan,” tutur Listyo Yuwono, psikolog dari Universitas Surabaya. Sebagai aktivitas yang menyenangkan, maka kecenderungan untuk melakukannya pun kian besar.



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?