Trending Topic
Pelajaran Penting

16 Dec 2014



2.    Yulitas Widiastuti, freelance Tour Leader

“The world is a book and those who do not travel read only a page.” Ini adalah ungkapan terkenal St. Augustine yang sudah diamini kebenarannya. Saat traveling seseorang akan mendapat pelajaran berharga yang tidak bisa didapat ketika ia hanya berdiam diri di rumahnya saja.
    Namun, sudah pasti di perjalanan kita tidak akan hanya mendapat hal yang enak-enak saja. Karena bagaimana pun, seperti kata penulis Amerika Serikat Clifton Fadiman, sebuah negara atau tempat itu tidak didesain untuk membuat kita nyaman, melainkan untuk membuat warga mereka nyaman.
Karena itu, agar tujuan liburan bisa tercapai, tentu ada banyak hal yang perlu disiapkan dan disiasati. Ratih Pramanik, psikolog dari Personal Growth menyarankan, untuk menghindari barentem di jalan, sebelum berangkat harus cermat memilih dan mengambil keputusan. Soal hotel misalnya, kadang kala harus diakui bahwa kenyataan biasanya tidak seindah difoto. Karena itu, selain banyak browsing dan baca testimoni di situs semacam Tripadvisor, juga ada baiknya mencari tahu dari teman-teman atau kolega yang pernah ke sana.
“Di Eropa misalnya, meski hotel berbintang, kamar hotel di sana cenderung mungil bila dibandingkan kamar hotel di Asia atau Indonesia meski kelas bintangnya sama. Ini saja seringkali membuat peserta komplain karena merasa tak seindah foto,” tutur Yulita. Belum lagi, mengingat fakta bahwa jadwal check in hotel di sana antara pukul 2-3 siang, yang membuat kita tidak bisa langsung masuk kamar.
 Karena itu, sosialisasi hal-hal dengan detail seperti ini perlu diberikan kepada seluruh peserta rombongan, terutama bagi orang-orang yang baru pertama kali traveling. Bahkan, sejak dari Indonesia pun, harus sudah diinformasikan seperti apa cuaca di tempat tujuan dan medan yang harus dihadapi, sehingga barang bawaan bisa disesuaikan dan beratnya tidak over.
    “Apalagi kalau traveling di saat winter. Banyak yang kurang paham, winter di Eropa itu selalu disertai gerimis dan dinginnya menusuk tulang. Akibatnya, baju-baju hangat dan sepatu yang dibawa kurang memadai untuk menghalau dingin,” imbuh Yulita. Memang di sana bisa beli, tetapi tidak mungkin begitu sampai bisa menemukan toko, bukan? Belum lagi waktu yang terbuang percuma hanya untuk itu sehingga membuat anggota rombongan yang lain bête.
    Soal itinerary perjalanan juga menjadi hal yang harus mendapat perhatian. Ketika Anda mendesain sebuah itinerary, saran Yulita, adalah menyesuikan dengan anggota rombongan Anda, yang bisa memuaskan keinginan semua anggota rombongan dengan minat masing-masing, seperti mengunjungi tempat bersejarah, museum, theme parks, ataupun tempat shopping.
Dan dalam satu hari, Yulitas Widiastuti, freelance Tour Leader menyarankan maksimal 5 tempat tujuan bila masih dalam satu negara dan jaraknya memungkinkan untuk ditempuh. Namun, kalau sudah beda negara, maka ada satu hari yang digunakan untuk berpindah tempat saja.
    Dan satu hal yang Yulita tegaskan adalah sebaiknya, itinerary itu dijalankan dengan tuntas. “Kalau bagi tour leader dan travel agent ini menjadi kondite. Tak terkecuali bagi Anda yang menjadi koordinator perjalanan pun juga akan dipercaya bila perjalanan sesuai dengan jadwal, bukan?” ujarnya. Meski tetap dimungkinkan mengubah jadwal bila terjadi force majeure, seperti lokasi wisata ditutup karena kondisi alam yang berkabut atau bersalju tebal yang tidak memungkinkan didatangi karena faktor risiko kecelakaan.
    Selain itu, tidak mengubah jadwal di itinerary juga akan membantu bila ada anggota rombongan yang tertinggal. Karena, mereka yang tertinggal itu bisa menyewa taksi untuk menyusul ke tempat tujuan berikutnya. Bayangkan, kalau tiba-tiba agenda berubah, pasti akan lebih menyulitkan.
Mungkin memang terlihat ribet, tapi Ratih percaya, kegembiraan itu bisa dicari asal kita memandang segala sesuatu dengan positif. Yulita pun sepakat bahwa traveling bisa menjadi sarana belajar. “Kita jadi belajar toleransi, belajar memahami karakter teman satu rombongan, juga karakter orang lokal yang ditemui di perjalanan,” tutur Yulita.
Ketika seorang tante begitu bawel ketika setiap hari diajak makan makanan lokal yang tidak ada nasi, kaya keju atau berdaging-daging, mungkin kita akan sebal di awal. Tapi di satu sisi, pasti kita juga akan belajar memahami bahwa tidak semua orang bisa menerima makanan asing setiap hari. Selanjutnya, pasti kita akan berusaha mencari restoran yang rasanya lebih bisa diterima lidah Indonesia demi si tante tersayang.
Bukan hanya itu, traveling ke negeri yang jauh juga bisa membuka wawasan. Saat ke Moskow misalnya, menurut Yulita, kebanyakan wisatawan Indonesia suka merasa waswas dan tidak nyaman dengan pembawaan orang lokal yang terkesan dingin. Mereka juga terlihat kurang ramah terhadap wisatawan, apalagi rombongan wisatawan yang heboh dan terlalu ramai berceloteh. Padahal, sebenarnya memang seperti itulah gaya mereka, dan bukan berarti tidak ramah.
Namun, kadangkala, karena tidak mau mengenal lebih jauh tentang negara-negara yang dikunjungi, kadang-kadang juga membuat kita lengah. “Para ibu masih suka mengenakan perhiasan mewah sehingga rawan dijambret di tempat-tempat keramaian. Bahkan ada juga yang dirampok di jalanan sepi di Amsterdam ketika ada yang keluar malam sendirian,” imbuh Yulita. Karena itu, ia menyarankan agar ketika traveling, mata, telinga, juga hati kita sepenuhnya digunakan untuk menyerap dan menikmati setiap momen. Karena itulah tujuan traveling yang sebenarnya, menikmati setiap momen yang Anda sehingga kelak kita akan memiliki memori yang tak terlupakan.(Yoseptin Pratiwi)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?