Trending Topic
Peka dan Empati

16 Aug 2013


Hadi menegaskan, penting bagi para istri untuk peka terhadap keadaan pasangannya. Jangan sampai, antusiasme dan usahanya untuk fokus menjalani perannya sebagai ibu mengabaikan kondisi pasangannya. "Kenali gejala-gejala PPND agar Anda bisa segera mengatasinya. Terkadang kehadiran anak membuat kita lupa bahwa ada orang lain, yakni pasangan, yang juga masih butuh perhatian kita. Akibatnya, kita jadi kurang peka terhadap perubahan yang terjadi pada pasangan," kata Hadi, mengingatkan.
   
Kemudian, jika Anda menemukan gejala PPND pada pasangan Anda, jangan sepelekan masalah ini. Sekali lagi ingatlah, pasangan Anda mengalami ini bukan karena ia lemah atau tidak mampu menjalani perannya sebagai seorang ayah. Seperti yang sudah dikatakan Hadi, hal ini sangat wajar terjadi pada siapa pun dan merupakan fase kehidupan yang normal.
            
"Terkadang, penilaian tradisional masyarakat terhadap peran wanita dan pria dalam mengasuh anak membuat wanita merasa bahwa tugasnya sebagai ibu jauh lebih berat dibandingkan tugas pria sebagai ayah. Hargailah peran suami Anda dan upayanya dalam beradaptasi menjalankan tugas barunya," saran Hadi.
   
Perlahan-lahan, dekati pasangan Anda dan ajak ia berbicara mengenai masalah ini. Usahakan tidak menghakiminya karena pria cenderung melakukan penyangkalan atas kondisinya ini. "Ada perasaan dalam benak pria, jika ia mengalami hal ini, maka ia adalah orang yang lemah," ungkap Hadi.
   
Dengan berempati terhadap kondisinya, Anda bisa membantu pasangan menjadi lebih terbuka mengungkapkan PPND yang dialaminya. Hal ini sangat penting karena membagi perasaan dapat membuatnya merasa lebih baik dan tidak lagi merasa sendirian dalam menghadapi masalah ini.
   
Beri ia dukungan mengatasi masalah ini dengan memberinya kesempatan beristirahat dengan cukup, memberinya ruang atau kesempatan untuk bersosialisasi atau melakukan hobinya. "Anda adalah terapis utama bagi suami. Jika dukungan Anda tidak cukup membantunya mengatasi daddy blues atau PPND, cari dukungan dari orang tua, keluarga, atau sahabat. Jika dukungan dari pihak-pihak terdekat tidak juga membantu, carilah bantuan profesional dengan berkonsultasi ke psikolog," saran Hadi.
   
Pengalaman Arief Rachman (28), karyawan swasta, Jakarta, dan istrinya, Dea Gannyaldi (27), dalam mengatasi daddy blues membuktikan bahwa kehidupan sosial dan interaksi pertemanan bisa sangat membantu. "Saya banyak mengobrol dan 'berguru' dari teman-teman di kantor yang sudah memiliki anak. Dari sharing itulah saya tahu, saya tidak sendirian mengalami daddy blues," ujarnya.
   
Tidak hanya itu, Arief dan Dea juga aktif dalam support group AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia). Ia sadar, ketidaksiapan mentalnya mengasuh anak disebabkan kurang cukupnya pengetahuannya tentang pengasuhan anak. "Karena itu, saya dan istri rajin ke seminar dan banyak berkonsultasi dengan pakar di AIMI. Dari situ, saya belajar cara mengasuh anak yang benar dan mendukung istri memberikan ASI eksklusif," ungkap Arief.
   
Masalah daddy blues dan PPND akan  makin sulit diatasi jika faktor-faktor risiko yang dimiliki pasangan cukup banyak. "Misalnya, jika pada dasarnya hubungan pasangan ini baik, namun sedikit terguncang karena suami merasa perhatian istri berkurang dengan kehadiran bayi, mereka bisa dengan lebih mudah mengatasi daddy blues atau PPND ini bersama-sama. Namun, berbeda jika hubungan pasangan ini sudah bermasalah sejak sebelum bayi lahir. Sebaiknya, mereka mencari bantuan dari pihak ketiga, seperti orang tua, sahabat, atau psikolog," papar Hadi.
   
Kesimpulannya, jika kehadiran bayi ini merupakan faktor tekanan tunggal terhadap daddy blues atau PPND, biasanya seiring dengan waktu kondisinya bisa membaik. Tapi, jika kelahiran bayi ini adalah pemicunya, masalah daddy blues atau PPND yang dialami pasangan Anda akan lebih sulit diatasi.
   
Namun, bagaimanapun kondisinya, masalah ini tetap harus ditangani dengan serius. "Jika dibiarkan, PPND dapat membuat si ayah tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai orang tua dengan efektif. Pilihannya dua, dia menjadi ayah yang permisif atau otoriter. Akhirnya, anak akan kehilangan figur ayah yang positif. Dampaknya, ia akan tumbuh menjadi anak yang kondisi emosionalnya tidak stabil, sulit bersosialisasi, tidak percaya diri, dan sulit diatur," papar Hadi. Tak hanya itu, PPND yang berlarut-larut pun bisa berkembang menjadi depresi umum.
   
Hadi juga mengingatkan, sebagai orang tua, Anda maupun pasangan masih memiliki hak untuk menikmati hidup, memiliki me time, bergaul, dan melakukan hobi. Enyahkan perasaan bersalah karena masih memikirkan kesenangan pribadi. Anda berhak atas hal itu. "Menikmati me time, bergaul, mengaktualisasikan diri, dan melakukan hobi adalah cara Anda untuk mengisi ulang energi positif ke dalam tubuh. Ketika Anda merasa bahagia, Anda juga akan mengasuh anak dengan penuh kebahagiaan dan 'menularkan' energi positif kepada anak dan pasangan Anda. Lagi pula, bagaimana Anda bisa mengurus orang lain dengan baik, jika Anda tidak bisa mengurus diri sendiri dengan baik terlebih dahulu?" ujarnya.



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?