Trending Topic
Menjadi Ahli di Negeri Orang

1 Aug 2011

Ketika bangsa ini mengelu-elukan kehebatan orang asing dan sibuk mengimpor tenaga ahli dari luar negeri, para anak bangsa ini justru menorehkan prestasi di mancanegara. Kerja keras 1.000 kali mereka kerahkan di tengah pandangan yang meremehkan kemampuan mereka sebagai tenaga kerja asing di mancanegara. Adaptasi budaya juga kerap jadi kendala, tapi tekad kuat dan bekal keahlian yang advanced membantu mereka menapaki tangga kesuksesan.

Samudra Hartanto, 40, adalah pria asal Malang, Jawa Timur, yang menjadi tangan kanan perancang kenamaan dunia Jean Paul Gaultier. Sejak akhir 2010, Samudra bekerja untuk Gaultier Haute Couture di Paris. Tapi, perjalanannya di Paris sebenarnya sudah dimulai sejak 24 tahun silam.

Setelah meraih gelar Master of Arts dari Royal College of Art di London, Inggris, Samudra melamar ke sejumlah rumah mode di Paris. “Saya tidak melamar ke Louis Vuitton, tapi, berkah bagi saya, karena Louis Vuitton justru yang menghubungi,” kisahnya.

Saat itu ia menjadi anggota tim Marc Jacobs termuda di Louis Vuitton, yakni pada usia 26 tahun. Ia mengakui bahwa gelar master yang disandangnya bukan jaminan sukses bagi kariernya. Tapi, gelar dari lembaga pendidikan yang telah berdiri sejak tahun 1837 ini yang jelas cukup membantu kariernya di Eropa.

Enam tahun Samudra membantu Marc Jacobs untuk Louis Vuitton, lalu ia pun melompat ke Hérmés. Di Hérmés, ia langsung bekerja untuk Gaultier dan terlibat dalam semua koleksi Hérmés by Gaultier, dari show pertamanya hingga show Oktober 2010 lalu untuk koleksi spring/summer 2011.

Hingga kini, ia belum tahu kapan akan kembali untuk berkarya di Indonesia. “Mungkin, langkah selanjutnya Indonesia. Siapa tahu?” ujarnya, tersenyum

Prestasi lainnya yang patut untuk diacungi jempol adalah prestasi Henny W, seorang Peneliti yang Berdedikasi di Dunia Riset Farmasi di Singapura. Jabatan Henny adalah Medical Monitor dan Manager of Pharmacovigilance untuk wilayah Asia Pasifik di Clinical Research Organization (CRO) Global. Untuk itu, Henny bertanggung jawab pada uji klinis obat-obat yang beredar di Asia.Intinya, Henny menjadi manajer yang bertugas memonitor keamanan obat yang beredar.

Perjuangan Henny hingga sampai pada posisinya ini cukup panjang. Setelah mengambil gelar Ph.D. di bidang Neuroscience and Molecular Biology,     Universitas Yamanashi, Jepang, tahun 2007, ia sempat kesulitan mencari kerja. “Di Indonesia, saya mendapat pekerjaan tidak permanen. Jadi dosen bahasa Jepang, penerjemah, penulis kesehatan, dan ahli statistik pun pernah saya lakoni,” tutur Henny, yang sesungguhnya menantikan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya.

Hingga akhirnya peluang bekerja di Singapura sebagai medical monitor muncul pada tahun 2008. Selain itu, agar dapat disejajarkan dengan peneliti asing lain, yang harus dimiliki adalah kemampuan teknis, profesionalisme, serta tanggung jawab.

Lalu, tidakkah Henny ingin mengabdikan diri untuk bangsanya? “Dengan kemajuan teknologi, nasionalisme tidak dibatasi geografi. Bukankah dengan membuktikan bahwa orang Indonesia dapat berprestasi di luar negeri, juga merupakan bentuk nasionalisme? Dengan begini, saya dapat memberi akses bagi orang Indonesia untuk memperkaya ilmu dengan bekerja atau kuliah di luar negeri. Inilah investasi saya untuk kemajuan bangsa,” jelasnya, lugas.(f)








 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?