Trending Topic
Mengejar Nikmat Sesaat

29 Oct 2013


Ahh... akhirnya weekend juga. Rencana dinner di resto yang sedang hits disambung clubbing nanti malam sudah terbayang sejak pagi. Lega rasanya bisa melupakan tekanan pekerjaan selama seminggu kemarin. Waktunya bersenang-senang!

Tak ada salahnya tentu jika Anda ingin menghibur diri setelah sumpek dengan banyak urusan.  Namun sayangnya, materi berlimpah dan godaan dari sekitar bisa menyuburkan gaya hidup yang hanya mementingkan kesenangan fisik semata. Jadi, jangan sampai terlambat  menyadari kapan harus menahan diri dan berhenti. Semua berpulang pada diri  Anda.

Tak menutup mata, kebebasan pergaulan ada di sekitar kita. Mungkin Anda mengikuti perseteruan seorang atlet pria yang juga model dan aktor, dengan  seorang wanita cantik yang berprofesi sebagai disc jockey. Sang aktor dituntut pertanggungjawabannya atas calon bayi dalam kandungan sang DJ. Reputasi pun hancur. Solusi juga belum ditemukan. Keduanya memang mengaku pernah berhubungan, namun sepertinya mereka tidak menyadari konsekuensi dari gaya hidup yang mereka jalani.
    
Mereka semua adalah para pengejar kenikmatan sesaat. Inilah secuil cerita fenomena hedonisme. “Yaitu sebuah aliran yang mengacu pada apa pun semata-mata mengikuti pemuasan dorongan hati yang sifatnya impulsif untuk bersenang-senang,” ujar Ratih Ibrahim, psikolog dari Personal Growth.
   
Manusia memiliki berbagai kebutuhan dan ada tingkatannya. Pada tingkat dasar adalah kebutuhan fisik, lalu kebutuhan sosial akan rasa aman dan tenteram, kemudian kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, serta kebutuhan untuk dihargai, dan aktualisasi diri. Hedonisme berada pada tingkat dasar, terbatas pada pemuasan fisik belaka, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, tempat tinggal, seks, tidur, dan oksigen.

Masalahnya, penganut hedonisme seolah tidak punya rasa puas. “Padahal, fisik itu tak pernah berhenti dipuaskan. Mereka menghindari pain dan mencari pleasure. Cenderung jorjoran, tak tertakar. Makan terus-menerus seolah tak ada kenyangnya, berganti-ganti pasangan seks, mendandani tubuh habis-habisan, dan sebagainya,” tambah Ratih. Pokoknya fisik ini senang!
   
Sebetulnya hedonisme ini bukan fenomena baru, sejak dulu manusia pada dasarnya lebih suka mencari kesenangan ketimbang cari susah dan berepot-repot. “Bahkan lahirnya ilmu filsafat pada zaman dahulu didorong oleh kegerahan para pemikir seperti Plato dan Socrates terhadap masyarakat dan pemerintah Yunani pada masa itu, yang hanya mementingkan raga, sehingga melupakan dan tidak lagi memikirkan ilmu pengetahuan,” jelas Tommy F. Awuy, pengamat sosial dan dosen filsafat Universitas Indonesia.

Yang perlu dicermati, menurut Tommy, hedonisme saat ini cenderung melanda masyarakat kelas menengah urban. “Mereka bergerak menggunakan logika mesin waktu,” ujarnya. Mereka bekerja keras berjam-jam, namun begitu  memiliki sedikit saja waktu luang, mereka akan memanfaatkannya habis-habisan untuk menyenangkan diri. “Apa yang ada hari ini harus dinikmati, dihabiskan saat itu juga. Persoalan besok, tidak perlu dipikirkan. Bagaimana nanti saja,” kata Tommy. Padahal, namanya hidup, pasti ada konsekuensinya. Akibatnya, semua aspek, kesehatan, emosi, sosial bisa terganggu. (f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?