Pertanyaan berikutnya adalah, mengapa kita tidak memikirkan hal yang sama dengan mereka: siap meninggalkan Indonesia untuk bekerja di negara lain? “Jika orang asing bisa bekerja di Indonesia, kita seharusnya bisa melakukan hal yang sama, dong. Ketika orang Cina, Jepang, Vietnam, rame-rame belajar bahasa Indonesia, mengapa kita masih belum berbuat apa-apa? Jangan hanya menyambut mereka dengan ‘gembira’, tetapi inisiatif untuk pergi bekerja ke negara-negara ASEAN tidak ada,” kritik Patricia.
Seperti kita ketahui bersama, saat ini golongan pekerja yang aktif mencari pekerjaan di luar negeri adalah para TKI dan TKW yang jelas-jelas minus skill. Sementara untuk para pekerja profesional justru masih sangat sedikit.
Hal serupa dikemukakan Shanti Shamdasani, Governor ASEAN Committee Chair di Kamar Dagang Amerika di Indonesia, keengganan orang Indonesia untuk ke luar Indonesia lebih karena rasa takut yang begitu besar untuk menghadapi hal baru. “Padahal, kalau kita mau membuka pintu, kita bisa belajar dari orang asing, kita bisa membuktikan bahwa kita lebih baik dari orang tersebut, dan keluar dari rumah untuk menguasai dunia. Tantangan inilah yang harusnya bisa dijawab.”
Shanti memaparkan, sistem pendidikan, budaya, dan kultur membentuk orang Indonesia menjadi manusia yang terbiasa hidup enak, kurang serius melihat masa depan, kurang memiliki rasa tanggung jawab dan profesionalisme. Padahal, tanggung jawab, dedikasi dan profesionalisme adalah kualitas yang dicari oleh pengusaha dan investor. “Di sinilah pentingnya revolusi mental untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas supaya dapat bersaing di dunia internasional,” tegasnya.
Inilah saatnya kita lebih berani melihat kebutuhan dan kemampuan diri, akan berada di mana kita nantinya. “Siap berkarier di luar negeri, pastinya akan mendapatkan exposure, pengalaman, serta wawasan yang berbeda. Pada dasarnya semua orang punya kesempatan yang sama,” tambah Shanti.
RULLY LARASATI