Trending Topic
Melahirkan Feminist Superhero

22 Jan 2015


Tadinya, stigma negatif yang melekat pada feminis ini mungkin hanya dipersoalkan sebatas di kalangannya. Tapi, beberapa waktu lalu Emma Watson sempat mengangkat masalah ini menjadi trending topic di media sosial dan internet hingga menjadi bahan pembicaraan di kalangan mainstream.
Dalam pidatonya di kantor pusat PBB di New York, September lalu, UN Women Goodwill Ambassador ini mempertanyakan mengapa label feminis kini membuat banyak orang jengah. “Yang penting bukan istilahnya, tapi ide dan ambisi di belakangnya. Karena kenyataannya tidak semua wanita di dunia ini memiliki hak-hak asasi yang sama seperti saya,” ujarnya.
Sebagai bagian dari kampanye He For She, Emma mengajak kaum pria untuk memikirkan kembali tentang perjuangan hak-hak perempuan dan turut serta mengupayakan kesetaraan gender dalam kehidupan sehari-hari. Tak lama setelah itu, sederet  pria populer, seperti Harry Styles dari grup One Direction, Tom Hiddleston, James Van Der Beek, dan Mark Ruffalo menunjukkan dukungannya kepada Emma melalui Twitter dengan foto dan tagar #HeForShe.
Dr. Kristi Poerwandari, Ketua Program Studi Kajian Gender Universitas Indonesia menilai, pesan yang diberikan Emma tentang feminisme tersampaikan dengan baik. Bahasanya simpel, dan isinya didasari data dan pengalaman pribadi yang bisa menjadi bahan pembelajaran untuk wanita muda lainnya.
Taylor Swift adalah salah satu selebritas muda berpengaruh yang sempat dijuluki feminist superhero karena sering mengangkat isu feminisme dan seksisme yang terjadi di dunia hiburan. Rasanya hampir  tiap media yang mewawancarainya tak pernah luput menanyakan dirinya soal feminisme, yang ia jawab dengan smart dalam gaya bahasa popnya. Komentar-komentar yang keluar dari mulutnya seakan menjadi ‘amanah’ bagi anak-anak muda yang disabdakan secara luas dalam bentuk aneka meme.
Misalnya saja, ketika orang-orang mengkritik Taylor karena terlalu sering mengumbar kehidupan percintaannya dalam lagu-lagu. “Mengapa penyanyi pria seperti Bruno Mars, Ed Sheeran, atau Sam Smith tidak pernah dikritik soal ini? Mereka juga menulis lagu berdasarkan pengalaman pribadinya, bukan?” tantang Taylor. Di sini ia mempertanyakan mengapa standar sosial tentang apa yang pantas dilakukan antara pria dan wanita harus berbeda.
Banyak media feminis yang menilai bahwa sikap Taylor itu, yang menolak untuk bungkam, diatur, dan dibatasi geraknya, adalah semangat feminisme yang sesungguhnya. Tamar Anitai, pop editor dari MTV, mengulas album terbaru Taylor, 1989, yang menurutnya juga menyampaikan pesan feminis yang kental. Misalnya, pada lagu Shake It Off, di mana Taylor menolak untuk menggubris para haters. Atau lagu Clean, tentang melepaskan diri dari hubungan yang buruk, dan This Love yang menggambarkan tentang pencarian hubungan yang sehat.
Selain Emma dan Taylor, feminis muda berpengaruh yang  namanya mungkin belum begitu bergaung di Indonesia adalah Lena Dunham. Pencipta serial televisi Girls ini terbilang nyentrik bukan hanya karena penampilannya yang tidak sesuai ‘standar’ cantik Hollywood yang tradisional, atau karena keberaniannya menanggalkan pakaian di depan kamera, tapi juga berkat cerita-cerita yang ia tulis dengan begitu lugas, ekspresif, mengusik, dan terkadang membuat jengah, tapi memicu diskusi panjang tentang generasi millennial.
Belum lama ini Lena lagi-lagi mendapat cibiran dan kritikan karena buku yang ia tulis berdasarkan pengalaman pribadinya, Not That Kind of Girl. Seperti halnya dalam serial Girls, dalam memoir tersebut Lena membahas segala macam hal tabu dengan gamblang dan tanpa disensor. Mulai dari soal keperawanan, cinta platonis, date rape, hingga eksplorasi seksualitas antara Lena dan adiknya saat ia masih berusia 7 tahun.(PRIMARITA S.SMITA)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?