Trending Topic
Life Readjustment

10 Sep 2013


Ketika kita mengalami masa-masa paling sulit, yang membuat kita harus meredefinisi hidup, sering kali kita menyebutnya turning point atau titik balik. “Sesungguhnya dalam ragam kondisi hidup, kita kerap harus menata ulang pola hidup dan penyesuaian diri, dan itu adalah masalah biasa. Akan tetapi, ketika kita harus menghadapi perubahan hidup dramatis dan membutuhkan penyesuaian diri relatif besar, maka itu sering dikatakan turning point,” jelas Monty Satiadarma, psikolog.

Dalam turning point terkandung makna perubahan hidup dramatis dan life readjustment. Misalnya, seorang atlet atau gitaris yang mengalami kecelakaan hingga mengalami kelumpuhan anggota tubuh. Mau tak mau, ia kehilangan karier sebagai atlet atau musikus dan harus beralih haluan, meski itu tidak mudah. “Ada banyak peluang untuk mengubah arah kehidupan, namun yang sering menjadi kendala adalah individu yang bersangkutan lebih terpaku pada rasa kehilangan daripada berupaya memperbarui kehidupan. Istilah turning point lebih sering dikaitkan dengan desakan perubahan hidup yang dialami individu sehingga ia harus melakukan penyesuaian diri kembali dengan kondisi hidup yang baru,” tutur Monty.

Menurut Monty, mengutip pakar psikologi, Elizabeth Kubler Ross, ada ragam tahapan kemelut psikologis yang umum dilalui orang: denial, anger, bargain, depression, dan acceptance. 

Tahapan menurut pandangan Kubler Ross ini merupakan tahapan umum individu. Jika individu mampu mengatasi tahapan ini, maka ia akan mampu kembali menjalani hidup dengan baik. Sebaliknya, jika ia mengalami hambatan dalam mengatasinya, ia akan menghadapi gejolak psikologis yang berkepanjangan. Setelah ia berhasil menerima (acceptance) kondisi yang dialaminya, tahap selanjutnya adalah melakukan penyesuaian ulang (readjustment) dalam menghadapi kondisi hidup baru.
 “Pada pengalaman Duma, ia mengalami tahapan seperti terkejut, marah, tidak berdaya, takut, membelenggu diri. Ia terkejut atas peristiwa tersebut, ia marah namun merasa tidak berdaya. Ia hanya berada dalam ketakutan, dan rasa ketidakberdayaan  membuatnya membentengi diri sebagai bentuk ‘keberdayaan’ yang masih bisa dilakukan,” jelas Monty.

Mengenai hal ini, pengasuh rubrik Dari Hati ke Hati femina, dr. Irma Makarim, punya perspektif lain. Dalam kehidupan selalu ada keseimbangan. Seperti siang akan berganti malam, adanya kebaikan dan keburukan, sehat dan sakit, semua akan mewarnai kehidupan kita. Tiap orang dalam hidupnya pasti pernah mengalami pukulan, rintangan, masalah, dan penyakit berat. Juga mengalami kesuksesan, bantuan, cinta kasih, kebaikan dari orang lain, sembuh dari penyakit, dan lainnya. “Masalahnya, keterbatasan kita sering kali membuat kita hanya terpaku pada kejadian yang buruk dan hal-hal negatif, bahkan kita sering kali membesarkannya. Ini biasanya dialami oleh orang-orang yang cenderung berpikir negatif,” sindir dr. Irma.  

Berbeda dengan orang yang mau berpikir positif.  Biasanya orang-orang ini memiliki rasa syukur yang tinggi. Ia lebih mudah menerima masalah yang datang dan berusaha melihat, menikmati, serta mensyukuri nikmat-Nya. “Dengan pikiran positif, ia bisa mengubah tragedi hidup yang dialaminya dan menjadikan kekuatan yang akhirnya mengangkat dirinya untuk menjalani kehidupan yang lebih baik,” tutur dr. Irma.(Ficky Yusrini)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?