Trending Topic
Keuntungannya Berlipat Ganda

8 Dec 2014

Tak bisa dipungkiri, meningkatnya kondisi kelas menengah Indonesia memberi lebih banyak orang kesempatan berinvestasi dengan dana yang mereka miliki. Hingga akhirnya tawaran melipatgandakan uang dalam berbagai bentuk investasi pun muncul. Sayangnya, banyak orang yang lebih mudah tergiur dengan iming-iming hasil investasi berlipat ganda, tanpa memikirkan risiko dari investasi yang dilakukannya. Padahal, tawaran investasi ini bukanlah murni investasi, melainkan sebuah money game.   
Baru-baru ini dunia maya diramaikan oleh berita tentang investasi MMM (Manusia Membantu Manusia). Skema perputaran uang ala Mavrodi Mondial Moneybox (MMM) ini menjanjikan keuntungan yang menggiurkan. Tiap partisipan yang melakukan provide help dijanjikan akan mendapatkan kembali seluruh dananya, plus 30% keuntungan dari jumlah provide help yang dikirimkan, seperti tercantum dalam   website-nya. Investasi MMM pun menjadi harapan ribuan orang untuk menggelembungkan uangnya dengan cara yang mudah dan cepat.
    Namun, menurut para pakar keuangan, MMM bukanlah sebuah investasi, karena uang hanya beredar di antara anggota, tidak ditanamkan dalam bentuk usaha bisnis ataupun investasi. Jika diperhatikan, skema MMM bisa dibilang perpaduan antara arisan dan investasi. Uniknya, uang para anggotanya tak perlu disetor ke satu akun tertentu, tapi langsung dari rekening anggota ke rekening anggota lainnya. Sehingga, pembayaran bunga dan bonus hanya berasal dari penambahan keanggotaan baru. Hal ini menunjukkan bahwa MMM menggunakan sistem piramida, di mana yang di bawah memberikan uang kepada yang di atasnya.
Bisa dipastikan, sistem ini membuat keberlanjutan MMM sangat bergantung pada jumlah peserta di bawah yang harus bertambah. Itulah sebabnya, kepercayaan antaranggota MMM menjadi kata kunci investasi agar dapat terus berjalan. Pengamat investasi pun memprediksi MMM akan goyah, jika kepercayaan tersebut tidak bisa ditularkan untuk menambah jumlah anggotanya, supaya uang terus berputar.
Terbukti, pertengahan tahun ini, sistem MMM mulai goyah. Sistem komputerisasinya mengalami reset sehingga banyak anggotanya yang telah memberikan provide help tak kunjung mendapatkan dananya kembali plus bonus. Rahma (34), salah satu peserta MMM, mengaku sudah tak menerima pengiriman dana bantuan (get help) lebih dari dua bulan ini, terhitung sejak Lebaran. Padahal, aturan mainnya, jika ia sudah mentransfer dana bantuan (provide help) kepada orang lain, maka dalam waktu satu bulan kemudian ia akan mendapatkan get help plus 30% keuntungan. Ia pun tertarik pada investasi ini karena janji keuntungan berlipat ganda tersebut.
Awal bergabung, semua  berjalan mulus. Tiap melakukan provide help, maka dalam waktu 30 hari ia langsung menerima get help dan keuntungannya. Mulai dari hanya bermodal Rp1 juta, hingga ia berani mengirimkan dana lebih dari Rp5 juta  tiap melakukan provide help. Dananya pun cepat tumbuh sehingga ia mengajak teman dan keluarganya untuk turut serta. Kini Rahma hanya bisa berharap dana miliknya, keluarga, serta teman-temannya yang mencapai Rp100 juta lebih bisa ia dapatkan kembali.     
MMM hanyalah salah satu skema investasi yang merugikan masyarakat. Jika kita melihat ke belakang, sekitar tahun ‘80-an, di Indonesia sempat menjamur gelombang penipuan investasi ala arisan berantai. Yang paling besar dan menarik perhatian adalah arisan YKAM (Yayasan Kesejahteraan Sosial Adil Makmur) Ongkowijoyo. Kemudian, di tahun ‘90-an ada PT QSAR (PT Qurnia Subur Alam Raya) yang cara kerjanya menarik dana dari masyarakat selaku investor melalui proposal kerja sama di bidang agrobisnis. Pada awalnya, keuntungan para investor memang dibayarkan, tapi mulai Januari 2002, Ramly Arabi, pemilik sekaligus pemegang saham utama, tak lagi dapat melakukan kewajibannya kepada investor.
Belum lagi kasus investasi daging sapi dari Koperasi Langit Biru (KLB) yang banyak memakan korban, pada tahun 2000-an. Awal tahun 2014 ini, sengketa investasi juga terjadi antara nasabah dengan PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS). Heboh investasi emas ini akhirnya menjerat Direksi GTIS dengan tuduhan merugikan para nasabah hingga Rp5,2 triliun.
Terlepas dari kasus penipuan heboh ini, sebenarnya awalnya bisa saja perusahaan-perusahaan investasi tersebut benar-benar ada dan sehat. Tapi, ketika akhirnya jumlah investor kian bertambah dan aset menjadi berlipatganda namun tidak dikelola dengan baik, yang terjadi justru keuntungan yang diiming-imingi tak lagi realistis. Di sinilah kemudian terjadi apa yang disebut dengan investasi bodong.
Makin ke sini, beragam bentuk investasi yang menjanjikan keuntungan berlipatganda juga tumbuh subur di dunia maya. Beragam situs online pun berlomba-lomba merebut kepercayaan mereka yang ingin hasil berlipat dengan berkedok bisnis online. Seperti Belanja Berbagi Untung (BBU), yang menjanjikan keuntungan uang dalam hitungan hari. Dari satu paket investasi senilai Rp103.000 dijanjikan dalam 5 hari akan mendapatkan cashback sebesar Rp150.000. Tiap anggotanya dapat membeli lebih dari satu paket investasi.
Selain itu, tawaran investasi yang mengatasnamakan tokoh masyarakat hingga alim ulama yang memiliki nama besar juga menjadi viral yang menyebar dengan luas di jejaring sosial. Tak sedikit pula orang yang bergabung dengan investasi jenis ini karena faktor kepercayaan terhadap tokoh tersebut, sehingga kerap lupa memikirkan tentang risiko investasinya. Apakah jika di kemudian hari  terjadi masalah dengan bisnis yang dikelola badan tersebut, Anda sudah siap kehilangan dana investasi? (FAUNDA LISWIJAYANTI)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?