Trending Topic
Kehamilan Terencana

3 Jun 2014


Memiliki anak memang andil dua pihak, namun urusan kontrasepsi sepertinya lebih dimonopoli wanita. Apalagi, jenis-jenis kontrasepsi yang tersedia juga lebih banyak diperuntukkan bagi wanita ketimbang pria. Karena itu, sudah selayaknya kita memberikan perhatian yang lebih pada kontrasepsi. Apa saja yang harus diwaspadai?

Kehamilan Terencana
Apakah Anda pasangan usia produktif yang memakai kontrasepsi? Atau, Anda sebenarnya ingin pakai, tapi takut mencobanya? Atau, Anda justru tidak mau pakai karena menganut paham ‘banyak anak banyak rezeki’?

Bagi yang belum mau dan tidak mau memakai kontrasepsi, tampaknya mesti berpikir lebih jauh lagi. Bumi ini telah padat bahkan Indonesia saja saat ini sudah memiliki 250 juta jiwa. Ini artinya beban yang besar. Baik untuk pemenuhan bahan kebutuhan pokok maupun kebutuhan-kebutuhan lain yang mengikutinya.

Mungkin kalau merasa isu ledakan penduduk ini terlalu mengawang-awang, dr Dwiana Ocviyanti Sp.OG, yang biasa dipanggil dr. Ovy, memberikan pandangan yang terasa lebih dekat. “Persoalan kontrasepsi tidak bisa kita lepaskan dari angka kematian ibu yang masih tinggi,” katanya.
 
Ya, hamil itu ibaratnya berjihad. Memang, hamil adalah peristiwa alamiah, namun kehamilan juga berpotensi menyebabkan kematian. Sedihnya lagi, angka kematian ibu di Indonesia ini masih tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), pada tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 359 per 100.000 ibu hamil/melahirkan. Dengan jumlah penduduk yang ratusan juta ini, bisa dihitung tingginya angka ibu yang meninggal karena hamil dengan penyebab yang bermacam-macam, mulai dari anemia, tekanan darah tinggi, dan berbagai kasus lainnya.

Bila dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, angka Indonesia masih amat tinggi. Singapura hanya 20 per 100.000, Malaysia di angka 30-an per 100.000. “Jadi, inti persoalan kita adalah kontrasepsi itu untuk apa? Tentu ada banyak gunanya. Tapi, yang nomor satu adalah untuk menyelamatkan ibu,” ujar dr. Ovy.
Karena itu, dr. Ovy prihatin dengan fakta bahwa masih banyak pasangan usia subur yang masih enggan memakai kontrasepsi.  Apalagi bila alasannya adalah takut, tanpa mau mencari tahu lebih jauh manfaat pemakaiannya. Hal ini tampak berdasarkan data dari World Bank, bahwa angka pasangan subur Indonesia yang menggunakan alat kontrasepsi periode 2007-2010 hanya sebesar 61%. Angka ini, di mata dr. Ovy masih relatif rendah, apalagi bila dibandingkan negara-negara maju.

Dalam hal kontrasepsi memang ada satu pandangan yang harus diubah. Kontrasepsi ini bukan untuk melarang orang punya anak, melainkan untuk perencanaan kehamilan. Intinya, siapa pun berhak dan tidak dilarang punya anak, asal benar-benar direncanakan. “Jadi bukan kehamilan yang tidak direncanakan. Karena  tiap anak berhak untuk mendapatkan haknya sebagai anak, yaitu kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan yang layak dari orang tuanya,” tutur dr. Ovy.

Menteri Kesehatan RI, dr Nafsiah Mboi, yang sering dipanggil Ibu Naf, menambahkan, “Dilihat dari sisi mana pun, pengaturan jumlah anak dan kapan punya anak itu penting. Kita harus punya falsafah,  tiap anak itu harus dicintai, dan tidak boleh ada anak yang lahir karena ‘kecelakaan’,” katanya.

Persoalan hamil akibat ‘kecelakaan’ ini memang perlu menjadi perhatian. Mengapa? Karena, berdasarkan pengalaman dr. Ovy, di Indonesia masih banyak terjadi unmet need, yaitu pasangan yang sebetulnya sudah merasa cukup memiliki anak, karena berbagai alasan enggan memakai kontrasepsi. Akhirnya, jangan heran kalau banyak terjadi kasus  hamil ‘kebobolan’. Dengan berseloroh dr. Ovy mengatakan, orang Indonesia ini takut hamil, tapi kalau disuruh memakai alat kontrasepsi sulit sekali. 

“Di Indonesia, angka unmet need berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) angkanya mencapai 8,5%,” ujar Ibu Naf. Angka itu terdiri atas orang-orang yang sebetulnya punya akses terhadap kontrasepsi tetapi tidak mau memakainya, dan yang kedua adalah kelompok yang memang tidak punya akses untuk mendapatkan kontrasepsi. Kebanyakan karena faktor ekonomi. “Oleh karena itu, ke depannya kontrasepsi ini akan masuk ke Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN,” ujarnya.

Ibu Naf menambahkan, “Sedikit anak tentu lebih baik. Kalau anak satu dikhawatirkan si anak jadi manja, maka menurut saya dua anak itu cukup. Karena, ibu akan lebih punya waktu untuk pulih kembali, bisa memperhatikan kesehatan, kerukunan dan kemesraan keluarga.” Dan yang tak kalah penting, dari pengalaman Ibu Naf selama ini aktif di dunia kesehatan masyarakat, ibu-ibu dengan 2 anak lebih punya waktu untuk kegiatan lain.

Yoseptin Pratiwi



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?