Ingin praktis? Jajanan pinggir jalan memang solusi jitu untuk mengisi perut. Tetapi, bagaimana masalah keamanan dan kesehatannya?
Menurut Suratmono, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM, pangan bisa digolongkan menjadi tiga bagian utama, yaitu pangan segar berupa sayuran, daging, ikan, ayam, dan sebagainya, pangan olahan atau kemasan (makanan yang dikemas), dan pangan siap saji, termasuk makanan yang tersaji di rumah makan dan warung. “Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM selama tahun 2014 terhadap pangan siap saji yang beredar, dalam sampel pangan yang diuji, walaupun sudah terjadi penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, masih ditemukan penyalahgunaan bahan berbahaya, seperti formalin, boraks, serta pewarna non pangan seperti Rhodamin B dan Methanyl yellow,” ungkap Suratmono.
Seperti yang kita ketahui, formalin sedianya berfungsi sebagai pengawet mayat, namun sering disalahgunakan sebagai pengawet dalam pangan, seperti mi basah, tahu, dan ikan asin. Begitu pula dengan boraks, bahan pengawet kayu, malah disalahgunakan dalam berbagai makanan sebagai pengenyal, seperti pada bakso, siomay, dan otak-otak, serta perenyah pada kerupuk. Sedangkan pewarna non pangan biasanya disalahgunakan pada kerupuk, terasi, kue, dan sebagainya.
Risiko penyakit juga mengintai jika telanjur mengonsumsi pangan yang mengandung bahan berbahaya ini. Efeknya sangat bervariasi, tergantung jenis bahan serta frekuensi paparan bahan tersebut ke dalam tubuh.
“Bahaya formalin misalnya, jika terhirup akan menyebabkan iritasi saluran pernapasan, dan dalam jangka waktu panjang mengakibatkan kanker hidung. Jika terkena kulit dapat mengakibatkan reaksi alergi dan luka bakar, sementara jika tertelan dalam jangka panjang mengakibatkan kerusakan hati, jantung, otak, ginjal, saraf, dan kanker,” ujar Suratmono.
Sederet bahaya kronis juga mengintai jika boraks dan pewarna non makanan dikonsumsi dalam jangka panjang, seperti kerusakan pada ginjal, gangguan kandung kemih, kanker, bahkan kematian.
Rully Larasati