Trending Topic
Eksperimen Gaya

29 Apr 2013


Menurut Desainer dan pengamat mode Era M. Soekamto, kebebasan seseorang berekspresi, mendobrak pakem-pakem berbusana.  Akhirnya, tata cara atau kepantasan berbusana pun mengalami pergeseran atau tidak lagi dianggap sebagai hal yang utama.
   
Sebelum tahun ’90-an, sekreatif apa pun industri pekerjaannya, celana jeans dianggap tidak pantas dikenakan untuk ke kantor, apalagi legging. “Yang membedakan karakter atau gaya berbusana pekerja industri kreatif dengan korporat saat itu adalah keberanian mereka bereksperimen dengan tren fashion, warna, dan aksesori,” ujar Era.

Contohnya legging. Menurut wikipedia.com, pada masa Renaissance, abad ke-13 hingga 16, legging adalah pakaian penghangat kaki oleh pria maupun wanita. Di Amerika, legging digunakan para cowboy di balik celana mereka, sebagai pelindung saat berkuda. Legging mulai menjadi bagian dari produk fashion pada tahun ‘60-an. Saat itu, legging sepanjang setengah betis sering digunakan sebagai pakaian musim panas atau semi. Seiring tren fashion yang berganti, keberadaannya pun mulai tergantikan. Legging lebih sering dikenakan sebagai pakaian olahraga atau menari.

Keberadaan legging kembali naik kelas pada pertengahan tahun 2000-an. Kreativitas pekerja industri mode memegang peranan penting di sini. Tidak sedikit desainer dan rumah mode yang bereksperimen dengan legging dalam fashion show mereka. Bahkan, rumah mode Marni dari Italia mengeluarkan legging untuk pria pada Fall Fashion Week 2007.

Pendobrakan pakem-pakem itu juga terjadi pada busana muslim. Seiring dengan berkembangnya industri mode busana muslim, jika dulu pilihan hanya terbatas pada abaya (dress panjang berpotongan lurus) atau baju kurung, dengan warna-warna gelap atau pastel, kini para wanita berjilbab punya pilihan lebih luas dalam mengekspresikan dirinya. Pilihan model jilbabnya pun sangat beragam, tidak terbatas pada jilbab instan bertopi atau jilbab scarf segi empat berbahan sifon.

Masyarakat dan kebudayaan memang selalu berubah, maka aturan-aturan berbusana pun selalu mengalami perubahan. Tapi, Irwan menyarankan, tetap ada prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan. “Dalam konteks busana muslim, perlu dipahami dulu aturan-aturan dasar busana muslim itu sendiri, yakni menutup aurat, tidak ketat, tidak menerawang, dan tidak menyerupai pria. Tata cara berpakaian menurut budaya mungkin selalu berubah, tapi tata cara berpakaian menurut agama memiliki konsistensi dari masa ke masa,” jelasnya.

Menurut Era, dunia yang sudah  makin datar membuat informasi lebih mudah diakses dan mendapat lebih banyak referensi. “Adanya keberanian dan kreativitas para  desainer busana muslim, seperti Dian Pelangi, memungkinkan wanita muslimat mengikuti aturan syariat yang ditetapkan, dan  tetap tampil fashionable dan ekspresif,” ujarnya.

Memperhatikan aturan berbusana tidak berlaku bagi wanita berjilbab saja, tapi juga wanita mana pun. “Boleh saja lebih kreatif memadu-padankan busana. Apalagi busana kan bentuk ekspresi diri. Tapi, ada beberapa tata cara berbusana dasar yang juga penting dipahami. Masalahnya, dalam lingkup kehidupan sosial menyangkut peran kita sebagai istri, ibu, atau pekerja, identitas diri kita tidak hanya terbatas pada identitas pribadi saja,” ungkap Era. Kita tidak hanya merepresentasikan diri kita sebagai individu, tapi juga bagian dari pasangan, anak, hingga perusahaan tempat kita bekerja.

Perkataan Umberto Eco, seorang ahli komunikasi, tentang pakaian mungkin bisa jadi bahan perenungan kita, “I speak with my cloth.” Saya berbicara lewat pakaian saya. Pepatah, jangan menilai seseorang dari penampilannya, tidak lagi valid dalam konteks ini. Pasalnya, kesan pertama muncul dalam tiga detik pertemuan pertama dan tidak banyak yang bisa kita ungkapkan lewat komunikasi verbal dalam waktu sesingkat itu. Apalagi, lebih dari 80% bentuk komunikasi kita adalah komunikasi nonverbal, dan pakaian adalah salah satu bentuknya.

EKA JANUWATI




 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?