Keinginan VS Kepentingan
Inginnya sih, merayakan pernikahan hanya dengan orang-orang terdekat. Kesannya akrab dan lebih personal. Namun, orangtua langsung kelabakan, karena ada sahabat, rekanan, dan keluarga jauh penting yang belum masuk hitungan. Daftar undangan yang tadinya ‘minimalis’ jadi mengular. Kepala dan hati langsung panas karena budget yang terus membengkak.
Tidak cuma urusan siapa yang harus diundang, masalah pemilihan tempat, katering, dan pakaian pengantin pun jadi sumber pergesekan. Calon pengantin maunya begini, orangtua inginnya begitu. Terdesak konflik antara keinginan hati dan tuntutan keluarga, Anda pun melontarkan kejengkelan. Sebenarnya, ini pesta pernikahan siapa?
Psikolog dari Universitas Indonesia Rosalina Verauli mengatakan bahwa konflik dalam setiap bentuk interaksi merupakan hal yang wajar terjadi. Bahkan menjadi indikasi bahwa hubungan yang terjalin berlangsung sehat. Bahwa masing-masing pihak memiliki kepedulian besar dalam artian positif, dan menginginkan apa yang terbaik. Masalahnya, ide tentang apa yang terbaik ini belum tentu sama antara satu dengan yang lain.
Namun, hanya memfokuskan perhatian dan tenaga pada kejengkelan akibat konflik tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan bisa memberikan awal yang buruk bagi kehidupan pernikahan Anda kelak. Anda harus memahami akar permasalahannya.
Memahami Akar Politik
Menurut Verauli, segala keruwetan yang mewarnai persiapan momen sekali seumur hidup ini tidak melulu berakar dari ketidakcocokan interpersonal. Tetapi, lebih dilatari oleh pergeseran sosial dan budaya yang terjadi seiring perkembangan zaman. Sehingga, ide tentang pesta pernikahan di benak calon pengantin dan orangtua tak lagi sama.
Di mata orang tua, resepsi pernikahan adalah ajang puncak yang menjadi simbolisasi keberhasilan mereka dalam mengantar putra putrinya menuju kehidupan mandiri. Bahwa sebagai orangtua, mereka telah berhasil mendidik, membesarkan hingga anak-anaknya berhasil menjadi individu yang memiliki kedudukan sosial serta finansial yang mapan.
Tak hanya itu, ditilik dari sisi sosial psikologinya, keluarga di Indonesia memiliki semangat in-group yang tinggi. Di mana setiap anggotanya secara psikologis disatukan oleh semangat kekerabatan yang kuat. Jadi, jangan heran jika ajang resepsi pernikahan pun berubah menjadi acara reuni keluarga. Tempat di mana seluruh keluarga besar berkumpul, terutama para kerabat jauh yang jarang bertemu.
Semangat in-group family yang tinggi ini juga bisa membawa konsekuensi lain yang tidak mudah. Sebab, keguyuban, atau semangat kebersamaan ini tidak sebatas keinginan untuk bisa berkumpul sebagai keluarga besar. Tetapi, juga diekspresikan melalui keterlibatan aktif dalam permasalahan keluarga. Apa yang terjadi pada salah satu anggota keluarga, menjadi urusan anggota keluarga yang lain juga.
Namun, jangan terburu paranoid atau patah arang saat dihadang konflik. Sebab, menurut Verauli, keberadaan konflik ini justru diperlukan. Konflik akan membuka ’topeng’ karakter yang selama Anda berpacaran tidak terbaca. Baik itu karakter pasangan, mertua, atau orang tua Anda sendiri. Siapa yang paling dominan dan cenderung melakukan intervensi, serta seberapa tegas pasangan dalam mengawal impian atau kesepakatan Anda berdua.
”Apabila Anda membiarkan pihak luar – meski itu keluarga sendiri – mengintervensi apa yang baik bagi pernikahan Anda berdua, maka besar kemungkinan urusan dapur rumah tangga Anda nantinya juga akan didera masalah yang sama,” ujar Verauli, mengingatkan.
Menurutnya, bentuk intervensi ini berpotensi memicu krisis dalam rumah tangga Anda bersama pasangan. Karena terlalu dominan, orang tua atau mertua bisa jadi akan suka campur tangan di wilayah domestik rumah tangga Anda. Mulai dari mengatur pengeluaran, menentukan babysitter, sampai hal-hal kecil seperti memastikan bahwa Anda memakai merek kompor tertentu.
Hal-hal seperti ini, apabila tidak cepat terdeteksi, akan membuat posisi Anda lemah, karena tidak siap dengan strategi. Bukan tidak mungkin hal ini memicu ketegangan di antara Anda dan pasangan. Jadi, manfaatkan konflik yang terjadi sebelum pernikahan, untuk membaca ‘peta’ situasi dan merencanakan strategi! (f)