Trending Topic
Asyiknya Bermain Kotor

28 Jun 2012

Hujan baru saja turun. Cuaca masih mendung. Saat memandang ke luar rumah, Dian Anggraini (33), sekretaris eksekutif di sebuah media, mendapati putrinya, Adya (4,5) sudah asyik bermain genangan air di depan rumah. Tubuhnya basah kuyup, kakinya terbalut lumpur. Lumpur juga terpercik hingga ke pakaian dan bahkan mengotori tangan dan wajahnya. “Aduh, Adya, kamu kotor sekali, lihat wajahmu!” ujar Dian, tertawa.
Dian memang termasuk di antara para ibu yang rupanya cukup longgar untuk membiarkan anak-anaknya bermain yang kotor-kotor. Syukurlah, kian terbukanya informasi telah membuat para ibu zaman sekarang  makin mengerti, bermain kotor itu baik, kok!

Tidak melarang, tapi…

Bermain memang dunia anak-anak. Saat bermain itulah mereka mengeksplorasi dunia di sekelilingnya. “Apa yang disebut eksplorasi pasti mengandung unsur keleluasaan atau kebebasan memilih, bergerak, menyentuh dan berekspresi. Bermain kotor bisa menjadi salah satunya,” kata Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi., psikolog anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT-UI). Itulah sebabnya, orang tua harus siap mendukung anak untuk hal ini.
Dian memberikan dukungan serupa kepada anak-anaknya. “Saat berkunjung ke rumah neneknya, saya bebaskan mereka untuk bermain di sawah, menangkap ikan di empang, atau bermain sepuasnya di kebun,” katanya. Raihan (7,5), anak sulungnya, bahkan pernah tercebur ke empang saat sedang menangkap ikan sehingga harus berkubang di air kotor. “Tapi selama kotor-kotoran itu masih bisa dibersihkan dan anak-anak merasa senang, ya, sudahlah…,” katanya. 

Urusan membersihkan kembali pakaian yang kotor ini memang kerap menjadi pertimbangan bagi para ibu sehingga melarang anak mereka bermain kotor. Maklumlah, kalau pembantu tidak bersih mencucinya, dengan cepat pakaian kotor itu akan berubah menjadi dekil dan lusuh. Maka, saat dipakai lagi, duh, bisa-bisa anak jadi kelihatan jorok dan kumal. 

Dapur, Area Terlarang?

Boleh tidaknya batita bermain yang kotor-kotor memang tergantung pada kesempatan yang diberikan orang tua dan orang-orang dewasa lain yang berada di sekitarnya. Menurut Vera, kesempatan ini sebetulnya banyak, bila orang tua mengizinkan. Contoh, ketika anak baru bisa merangkak, melihat pintu yang terbuka ia bisa saja keluar ke halaman, lalu turun ke rumput, dan memegang serangga, atau mengambil batu-batu kecil yang menarik perhatiannya. 

Tapi, bisa saja kesempatan ini hilang kalau orang tua atau pengasuhnya langsung melarang atau menghalangi. “Padahal, setiap aktivitas akan memberikan stimulasi yang berbeda. Jadi, sebaiknya batita juga mendapat kesempatan untuk bermain kotor, asal diawasi dengan baik,” kata Vera. Bermain pasir, menurut Vera, termasuk permainan yang sebetulnya boleh saja dilakukan oleh batita. Agar aman, pasir yang dipakai untuk bermain bisa dicuci dulu.

Selain itu, bermain yang kotor-kotor ternyata tidak hanya bisa dilakukan di luar rumah, lho. Di dalam rumah pun bisa, khususnya di dapur. Bagi anak, dapur adalah tempat yang menggoda. Ada banyak hal yang menarik di dapur, mulai dari laci-laci yang bisa dibuka tutup, benda-benda beraneka ukuran, bentuk, dan warna yang bisa diberantakin dan dirapikan lagi, juga beragam bahan yang bisa disentuh dan dicicipi, seperti tepung, garam, gula, merica, dan sebagainya. 

Aneka kegiatan juga bisa dilakukan anak di dapur, seperti mengayak tepung, membuat adonan roti, mencampur dengan ragi dan melihat adonan mengembang, membagi adonan lalu mencampurnya dengan pewarna makanan  aneka warna. Bahkan, jangan heran kalau tiba-tiba saja ia ‘terinspirasi’ untuk menggambar di serbet makan dengan saus atau kecap! Betapa mengasyikkan! Sungguh, dapur bisa menjadi ‘ruang kelas’ yang seru dan menyenangkan buat anak.

Bersihkan sesudahnya

Berantakan dan kotor memang bagian penting dalam proses belajar anak. Jadi, tentu saja anak perlu diajari cara membersihkan diri sesudahnya. Risiko terinfeksi kuman, lalu jatuh sakit, itulah salah satu kekhawatiran lain kalau anak bermain kotor. 

Tapi, urusan bermain kotor ternyata memang agar anak lebih imun pada kuman. Jadi, ada baiknya, kok, anak bermain kotor, karena dengan begitu setidaknya anak dapat mengenal tekstur materi 'kotor' yang dia pegang. Hal ini penting untuk menstimulasi indra peraba anak. 

“Selain itu, anak juga belajar mengenal alam, belajar tentang warna, bentuk, dan banyak lagi, tergantung kegiatan dan materialnya,” kata Vera. Kalau bermain dalam kelompok, anak bahkan bisa memperoleh manfaat lebih, yaitu belajar berbagi, bergiliran, dan bekerja sama dengan anak-anak lain. 

Dengan sekian banyak manfaat bermain kotor, apakah Anda masih akan melarang anak bermain kotor? Tapi, ingat, lho, menurut Vera, meski bermain kotor itu baik, sebaiknya anak tetap memperoleh variasi dalam bermain sehingga stimulasi yang diperoleh lebih kaya dan manfaat yang diperoleh lebih luas. Selain itu, yang lebih penting lagi adalah komitmen orang tua untuk punya waktu bermain dengan anak. Setidaknya di akhir pekan, jangan hanya mengajak anak ke mal, lalu sibuk sendiri-sendiri. Bermain yang baik tetap melibatkan interaksi penuh antara orang tua dan anak. 

Selalu ada cerita di balik noda

Nah, bagaimana dengan Anda. Pasti pernah, dong, mengalami kejadian membanggakan dari buah hati. Yuk, berbagi cerita di balik noda pakaian. Tuliskan cerita Anda di Facebook Rinso Indonesia. Satu dari 10 kisah terbaik yang terpilih, akan dijadikan film Cerita di Balik Noda yang akan ditayangkan di salah satu stasiun televisi,  uga mendapatkan hadiah uang tunai serta persediaan Rinso untuk 1 tahun. 

IRENE KOESOETJAHJO (KONTRIBUTOR – BOGOR) 
FOTO: DOK. CORBIS



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?