Trending Topic
Asap Riau Bukan Bencana Alam

15 Mar 2014

Rasanya belum genap setahun pemerintah mencabut status “bencana” akibat asap dari pembakaran hutan di Riau pada Agustus 2013. Kini, status bencana akibat asap yang pernah diberlakukan pada Januari tahun lalu itu kembali diberikan. Terhitung sejak 21 Februari lalu, sebanyak empat kabupaten dan kota di Riau menyatakan status Darurat Bencana Asap. Hingga 12 hari sejak 13 Maret 2014, pemerintah provinsi Riau memperpanjang status masa tanggap darurat bagi bencana kabut asap ini.

“Ini bukan bencana alam, tapi bencana yang dibuat manusia karena perusakan lingkungan. Grafik kebakaran dari tahun 1997 sampai saat ini seiring dengan tingkat deforestasi yang terjadi di Riau,” tegas Riko Kurniawan, Eksekutif Daerah organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) di Riau, kepada femina, Jumat (14/3).

Provinsi Riau adalah salah satu yang memiliki tingkat deforestasi yang tertinggi di Indonesia. Setidaknya dalam setahun sebanyak 160.000 hektare hutan hilang dibabat. Menurut Riko, dari total luas hutan Riau yang mencapai 8,6 juta hektare, sebanyak 4,2 juta hektar beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan akasia.

Sebagai daerah dengan perkebunan sawit terluas di Indonesia, Riau merupakan provinsi penghasil Crude palm oil (CPO) terbesar. Sayang, banyak dari pengelolaan lahan perkebunan sawit ini yang melanggar ketentuan hukum.  Pada tahun 2013 WALHI melaporkan 117 perusahaan perkebunan di Riau yang diduga melakukan praktik pembakaran lahan yang mengakibatkan kabut asap.
 
“Proses hukumnya terlalu lama dan bertele-tele. Dari 8 yang menjadi tersangka, baru 1 saja yang menjalani proses peradilan, dan hingga kini kasusnya masih menggantung,” keluh Riko. Tahun ini ada 80 perusahaan yang saat ini lahannya terbakar, di antaranya adalah perusahaan-perusahaan yang menjadi tersangka di 2013. Ini menandakan bahwa hukuman yang ada tidak menimbulkan efek jera. “Agar jera, seharusnya izin dari perusahaan-perusahaan perkebunan itu dicabut saja,” tegas Riko lagi.

Sebenarnya, undang-undang dan regulasi yang ada sudah baik. Tinggal pelaksanaan, pengawasan, dan efek jera hukuman yang kurang. Pemerintah harus memastikan bahwa perusahaan-perusahaan bertanggung jawab dalam menjaga wilayah konsesi (lahan yang dibuka) mereka sesuai dengan ketentuan. Misalnya, dengan melakukan patrol rutin untuk mengecek potensi kebakaran melalui laporan kemunculan titik api yang diberikan oleh BMKG kepada masing-masing perusahaan.

“Kalau pemerintah menjalankan tugas perencanaan, pengawasan, evaluasi, dan yudikatifnya dengan baik, maka mustahil ada titik api. Kalaupun ada bisa dipastikan kecil, dan bencana ini tidak akan terjadi,” ungkap Riko.


Naomi Jayalaksana
Foto: Corbis



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?