Trending Topic
1 share = 1.000 pahala

6 Jul 2015


Di Facebook atau Twitter, mungkin Anda pernah menemukan status doa-doa singkat semacam ini: “Semangat pagi! Semoga pagi ini penuh berkah dan senyuman”, “Biar langit mendung, semoga hati terang”, “Berilah kesehatan pada kami, agar kami dapat berkarya sesuai rencanaMu,” dan banyak lagi lainnya.    

Atau, baru-baru ini yang sedang ramai di-retweet di Twitter adalah status doa dari Menteri Agama, Lukman H. Saifuddin, (@lukmansaifuddin), yang menulis, “Ilahi Rabbi, perbaikilah akhlak bangsa kami.”

Kadangkala status doa dilatari karena kegalauan, sedang tertimpa masalah berat, keprihatinan pada masalah tertentu, motivasi dan semangat untuk diri sendiri, ataupun harapan. Sekarang, kebiasaan berdoa ini juga berlaku untuk banyak hal di luar konteks agama, misalnya, untuk kemenangan tim sepak bola unggulan, tim bulu tangkis, dukungan untuk vote kontes, kesembuhan dari penyakit, peristiwa internasional seperti #saveRohingya, dan banyak lagi lainnya.

Uniknya lagi, ketika menulis status doa, lalu disertai persuasi untuk like dan share sebanyak-banyaknya, atau kata-kata “Kalau suka, aminkan doa ini.” Ada pula ‘fatwa’ yang beredar, dengan like status tertentu, ada ‘pahala’-nya. Untuk 1 like = 10 kebaikan, 1 komentar = 100 kebaikan, dan 1 share = 1.000 kebaikan.

Jika kita amati, akun-akun bertema spiritual dan doa memang kian marak. Doa tidak hanya tradisi milik satu agama tertentu saja, tapi milik semua agama. Hampir semua orang dengan beragam keyakinan membawa kebiasaannya yang berkaitan dengan kehidupan religiositasnya itu ke media sosial.  

Mengenai hal ini, Budi Munawar Rahman, dosen Studi Islam dan Filsafat Islam, berkomentar, tidak ada yang salah dengan media sosial sebagai sarana untuk doa dan syiar agama. Sama seperti media tradisional, syiar agama juga beredar lewat buku, CD, apps, dan lainnya. Karena sekarang media sosial yang sedang tren, maka wajar jika semua kegiatan kehidupan masuk ke media sosial.

Tak sedikit pula para tokoh agama dan spiritual dunia yang bermain di media sosial, sebab ‘umat’ mereka juga ada di situ. Sebutlah, Dalai Lama (@dalailama), Pope Francis (@Pontifex), Paulo Coelho (@Paulocoelho), Deepak Chopra (@deepakchopra), Sri Sri Ravi Shankar (@srisri), dan banyak lagi lainnya.    

Tak sedikit kutipan-kutipan mereka yang seolah menjadi ‘siraman rohani’, yang banyak di-retweet atau share oleh publik. Begitu juga, kutipan-kutipan dari kitab suci yang ‘diabadikan’ menjadi meme, mudah sekali ditemukan di media sosial.   
“Di media sosial, status yang kita anggap personal itu sebetulnya menjadi publik, sebab semua orang bisa melihatnya,” tutur Budi, yang mengatakan, kita tidak perlu heran dan merasa terganggu dengan hal tersebut.

Budi mengatakan, tidak ada istilah atau label kesalehan online. Apa yang kita lakukan di online sebetulnya hanya lanjutan saja dari apa yang sudah menjadi kenyataan di dalam kehidupan kita sehari-hari.  Mereka yang senang dengan status doa, sebaiknya juga tidak perlu menghakimi orang lain yang memilih untuk tidak ‘berdoa’ di media sosial. Begitu juga sebaliknya, yang tidak suka, tidak perlu merasa terganggu. Terlebih dengan mereka yang berbeda keyakinan. “Kalau tidak suka, ya, unfriend saja,”  ujar Budi. (f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?