Tulisan Brewer G. dan Hendrie CA. di Archives of Sexual Behavior, dari riset dengan ratusan wanita muda, mengungkapkan bahwa selain untuk meraih puncak, 65% dari mereka percaya berisik saat bercinta membantu pasangannya mencapai orgasme.
Karena itu, meskipun tidak sedang enjoy dengan servis pasangan, toh, ‘nyanyian cinta palsu’ tetap diluapkan. Alasannya beragam: mulai dari ingin game over karena letih, sampai ingin membuat hati pasangannya berbunga-bunga. Padahal, ketidakjujuran dalam komunikasi seksual ini, jika kerap diulang, hanya akan berbuntut masalah, dan menyebabkan kualitas kehidupan seksual suami-istri menurun drastis.
Desahan atau erangan cinta palsu dan terlalu heboh sering kita lihat di film biru, terutama produksi negeri Jepang. Desahan seperti itu sering kali diluapkan karena tuntutan skenario, di mana para pemainnya ‘bergulat’ tanpa menggunakan hati. ‘Berisik’ yang wajar, dilakukan jika hal tersebut adalah ekspresi nyata dari kesenangan dan kepuasan hubungan seksual. Biarkan saja suara Anda keluar secara alami, tidak perlu memaksakan untuk bersuara keras seperti di film biru. Erangan lembut, tapi tidak dibuat-buat, justru lebih seksi.
Saat mengeluarkan desahan, artinya sedang terjadi proses fisiologis membuka mulut dan tenggorokan. Bila posisi Anda di bawah saat melakukan gaya misionaris, bahu, leher, dan tenggorokan terasa kaku dan kurang merasakan sensasi seksual. Mengeluarkan suara adalah teknik tepat merelakskan leher dan membuat Anda lebih enjoy saat titik erotis Anda dijelajah suami tersayang.
Kalau Anda memang tergolong memiliki high volume saat mendesah atau berteriak dalam bercinta, selama tidak dilakukan di tempat umum dan berisiko didengar orang lain terutama anak-anak, tidak masalah. Karena, urusan volume ini adalah preferensi seksual pribadi. Namun, kalau suara saat bercinta ini terlalu heboh, padahal kamar hotel atau apartemen yang ditempati tidak kedap suara, Anda perlu mengontrol volumenya agar tidak terlalu nyaring. (f)