Health & Diet
Mitos Seputar Asma

3 Jul 2012

Asma bronkial, atau ‘asma’ saja atau ‘bengek’,  sudah sangat kita kenal. Namun, selama ini pengetahuan tentang asma masih terbatas pada gejalanya saja. Seperti sesak napas, dada terasa sakit, batuk berdahak, serta napas berbunyi. Padahal asma tidak bisa disepelekan. Walau bukan tergolong penyakit mematikan layaknya kanker, jika kambuh, penyakit ini cukup berbahaya.

Menurut penelitian yang dilakukan Asthma UK, sepertiga penderita asma berisiko tinggi mengalami serangan asma yang cukup fatal. Prof. dr. Hadiarto, Sp.P(K), FCCP, dokter spesialis paru-paru sekaligus pendiri Rumah Sakit Asri, Jakarta, mengajak kita mengenal asma secara mendalam, sekaligus menghindari mitos asma selama ini.   

Mitos 1. Obat asma hirup (inhaler) dapat membuat kecanduan
Fakta: Tidak membuat kecanduan. Justru, pengembangan obat asma dalam bentuk aerosol yang pemakaiannya menggunakan alat inhaler ini merupakan kemajuan terpenting dalam pengobatan asma.

Dulu, obat asma harus diminum atau disuntikkan. Dalam jangka panjang hal itu dapat mengakibatkan efek samping, seperti darah tinggi, penyakit gula, tulang keropos, dan lain sebagainya. “Dengan penggunaan inhaler, efek samping tersebut dapat dihindari. Obat pun bekerja langsung pada sasaran, yaitu saluran napas, sehingga tidak menyebar ke mana-mana,” jelas dr. Hadiarto.

Dosis yang diberikan juga lebih kecil, yaitu 1/20 dosis minum, sehingga efek samping lebih rendah. Biasanya, pengguna hanya akan mengalami seriawan, jika tidak berkumur setelah pemakaian. “Yang juga masih menjadi salah kaprah, inhaler disebut sebagai obat asma. Padahal, inhaler hanyala alat yang mewadahi obat asma,” ungkap dr. Hadiarto

Mitos 2.  Anak penderita asma pasti juga menderita asma
Fakta: Meski sebagian besar asma bersifat genetis, masih ada kemungkinan anak dari orang tua penderita asma tidak menderita asma. Asma merupakan salah satu bentuk alergi. Sifat alergilah yang diturunkan orang tua kepada anaknya, dan bukan penyakit asma itu sendiri. Karena itu, bisa saja orang tuanya ‘hanya’ alergi obat, sedangkan anaknya menderita asma.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh American Journal of Repiratory and Critical Care Medicine, menyebutkan, bila salah satu dari orang tua seorang anak menderita asma, maka risiko anak tersebut mengidap asma tiga kali lebih besar daripada orang lain yang orang tuanya tidak mengidap asma. Dan, apabila kedua orang tuanya menderita asma, maka risiko anak tersebut mengidap asma enam kali lebih besar.

Kebanyakan, asma timbul sejak kecil. Akan tetapi, dr. Hadiarto menjelaskan, selalu ada kemungkinan asma timbul di usia dewasa. “Jika asma baru muncul di usia dewasa, biasanya disebabkan oleh faktor eksternal, seperti kebiasaan merokok, bekerja di lingkungan yang mengandung debu atau polusi, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Mitos 3. Asma bisa disembuhkan
Fakta: Asma adalah penyakit kronis yang dipicu oleh kelainan patologis genetis, sifat alergi yang menyebabkan asma akan selalu menetap. Karenanya, penderita asma tidak dapat terbebas 100% dari penyakitnya itu.

Akan tetapi, gejala asma bisa dikendalikan dengan menggunakan obat pengontrol secara teratur. Jika gejala asma sudah bisa dikontrol, penderita asma pun dapat beraktivitas seperti orang lain.

Namun, tetap saja, bila suatu saat ia terpapar faktor pencetus, serangan asma bisa terjadi lagi padanya. Karena itu, penderita asma harus menghindari faktor pencetus asma yang bisa berasal dari dalam dan luar tubuh, seperti rasa cemas berlebihan, stres, debu, udara dingin, bulu binatang, polusi udara, dan lain sebagainya.

Djamilah



Topic

#asma

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?