Health & Diet
Kusumbangkan Darahku

14 Jun 2012


Donor darah? Mungkin, belum-belum nyali Anda sudah ciut mendengarnya. Lengan yang mulus dan rajin dilulur tiba-tiba harus ditusuk dengan jarum yang besarnya konon dua kali lipat ujung pensil, waduh! Belum lagi kalau membayangkan area donor darah yang penuh jarum suntik, kantong darah, bau alkohol, dan lain-lain. Wajar kalau tebersit rasa enggan di hati Anda.

Tapi, nyatanya menyumbangkan darah sekarang ini sudah menjadi gaya hidup tersendiri. Banyak orang, mulai  dari selebritas, public figure, sampai orang biasa, tergerak hati untuk membantu sesama yang sedang di ujung maut karena kekurangan darah. Jauh di lubuk hati, Anda pun mungkin ingin menyumbangkan darah Anda. Masa hanya karena ketakutan yang belum tentu benar, Anda harus membatalkan niat mulia?

Yuk, lihat 8 mitos donor darah. Tak hanya yang negatif, mitos positif ternyata ada juga. Mari cari tahu faktanya dari dr. Nyoto Widyo Astoro, SpPD-KHOM, ahli penyakit dalam yang juga konsultan Hematologi-Onkologi Medik (kesehatan darah) RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, berikut ini.:     
            
Mitos 1. Jarum suntik superbesar 

Untuk mengambil darah, memang dibutuhkan jarum berukuran cukup besar. Tujuannya, agar proses pengambilan darah berlangsung tidak terlalu lama. Makin lama proses,  makin besar peluang kemungkinan terjadinya infeksi. “Ambang batas rasa sakit setiap orang memang berbeda-beda. Ada yang tahan sakit, ada yang sedikit saja sudah kesakitan. Tapi, sakit hanya terasa saat pertama kali lengan Anda dimasuki jarum, karena memang melukai tubuh dan memotong jaringan sel di bawah kulit. Setelah itu, seharusnya tidak lagi terasa sakit. Sakit bisa terus terasa, kalau Anda terus merasa takut dan tidak relaks. Kalau relaks dan lancar, proses pengambilan darah paling lama hanya 7-10 menit,” papar dr. Nyoto. Jadi, lebih baik berbaring relaks dan sakit sebentar, ‘kan?  
 
Mitos 2. Setelah pengambilan darah, badan jadi lemas

Menurut dr. Nyoto, lagi-lagi ini hanya bisa terjadi kalau Anda cemas selama proses pengambilan darah. Karena, energi Anda jadi terkuras untuk ‘berperang’ melawan cemas terus-menerus. Makin lama cemas Anda, makin kurang lancar darah keluar, dan akibatnya, proses pengambilan darah lebih lama dari biasa,  bahkan bisa melampaui setengah jam. Anggapan bahwa lemas karena tubuh kehilangan begitu banyak darah yang diambil, juga tidak benar. Karena, proses donor darah hanya mengambil 250–500 cc, sementara tubuh Anda memiliki ketersedian darah sebanyak 5.000 cc (5 liter).
 
Mitos 3. Bisa tertular penyakit

Dalam bekerja, Palang Merah Indonesia (PMI), badan resmi yang menangani donor darah di tanah air, selalu mengikuti standar internasional. “Mereka mengadopsi cara-cara American Red Cross Blood Services,” terang dr. Nyoto. Para petugas PMI pun terus menjalani training untuk meningkatkan keahlian. Sebelum aksi donor darah digelar, mereka akan meneliti apakah sarana dan lokasi yang ada layak dari segi kebersihan. “Bila tidak, mereka pasti akan mencari lokasi lain,” sambung dr. Nyoto. Jarum yang digunakan pun dipastikan steril dan sekali pakai. Dan, yang melegakan, tak ada satu pun kegiatan donor darah umum –di rumah sakit ternama sampai di tenda-tenda daerah terpencil-- yang tidak berada di bawah pengawasan PMI.
       
Mitos 4. Menyebabkan adiksi

Rutin donor darah setiap tiga bulan, lalu berhenti. Badan jadi ‘sakaw’, sakit-sakitan dan tak bugar, karena telanjur ketagihan mendonorkan darah. Pernah dengar komentar seperti itu? Padahal, mendonorkan darah tidak mungkin menyebabkan adiksi. Dokter Nyoto menegaskan, proses ini, sekalipun dilakukan rutin, tidak akan mengubah ‘jam’ tubuh, memengaruhi metabolisme atau rutinitas tubuh lainnya. “Belum ada penelitian klinis yang menyebutkan bahwa rutin mendonorkan darah terkait dengan perilaku adiksi,” katanya. Jadi, kalau Anda melakukannya secara rutin, lalu suatu saat memutuskan ngaso panjang, bisa dipastikan tidak akan timbul masalah.  
 
Mitos 5. Membuat awet muda

Setelah donor darah, akan tumbuh sel-sel darah baru, yang membuat tubuh lebih segar, sehat, dan membuat awet muda. Seperti oli mobil yang harus rutin diganti baru, darah dalam tubuh pun harus di-recyle. Jangan kaget, ini pun anggapan keliru! Dokter Nyoto menjelaskan, tubuh memiliki mekanisme alami dalam meregenerasi darah di dalam tubuh. Sel-sel darah yang sudah tua, setelah bertahan selama 120 hari, akhirnya mati, dihancurkan oleh limpa dan terbuang ke saluran cerna melalui saluran empedu.
 
Mitos 6. Bikin badan jadi gemuk

Setelah mendonorkan darah, badan jadi lapar berat dan Anda jadi terdorong untuk makan dalam porsi besar? Akibatnya, bobot badan meningkat drastis, dan jins Anda tak muat lagi dipakai. Dokter Nyoto meluruskan. Makan justru sebaiknya tidak dilakukan langsung begitu selesai mendonorkan darah. Idealnya, Anda makan setidaknya 4 jam setelah mendonorkan darah. Karena, tubuh perlu waktu untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan volume darah.

Setelah donor darah, lebih baik Anda banyak minum air, untuk mengganti cairan tubuh yang dikeluarkan saat donor darah. Bila langsung makan nasi porsi banyak, setelah menghabiskan segelas susu, atau semangkuk bubur kacang hijau, atau setangkup roti, atau sebutir telur rebus (ini biasanya disediakan penyelenggara aksi donor darah), bisa-bisa Anda justru jadi tidak enak badan karena kekenyangan.
 
Mitos 7. Mencegah sakit jantung dan kanker

Gaya hidup modern mengakibatkan kita lebih sering mengonsumsi daging merah dan kurang asupan serat. Akibatnya, jumlah zat besi di tubuh kita jadi terlalu banyak. Hasilnya, terbentuk radikal bebas yang dapat mengganggu kerja sel normal. Jika fungsi sel normal terganggu, kita akan berisiko terkena serangan jantung dan kanker. Dengan rutin mendonorkan darah, radikal bebas yang terkandung dalam darah akan berkurang. Risiko terkena kanker dan serangan jantung pun akan berkurang.

Eit, tunggu dulu, ini anggapan yang salah juga. Menurut dr. Nyoto, pada orang sehat, meningkatnya zat besi di dalam tubuh tidak mungkin akan melebihi ambang batas maksimal, karena tubuh memiliki sistem homeostasis atau pengontrol zat besi. Bila jumlahnya terlalu banyak, maka ia tidak bisa digolongkan sehat. 'Ketidaksehatan' Anda akan terbaca pada saat Anda menjalani screening oleh petugas PMI. Hanya orang yang berbadan sehat sajalah yang boleh menyumbangkan darahnya.        
            
Mitos 8. Pria lebih cocok jadi pendonor

Dokter Nyoto menengarai, kasus anemia di Indonesia masih terbilang tinggi. Hal ini dipicu masih rendahnya kesadaran membangun pola hidup yang sehat. Termasuk, menjaga nutrisi seimbang dan mengandung zat besi, sehingga terhindar dari anemia. “Khusus pada wanita, ditambah dengan siklus menstruasi setiap bulan, diperkirakan menjadi sebab mengapa kadar haemoglobin wanita di bawah normal. Sehingga, ia tak lolos screening petugas PMI,” jelas dr. Nyoto. Namun, bila seorang wanita mengikuti pola hidup sehat, dan terbukti dari screening badannya pun sehat, tak ada alasan untuk tidak mendonorkan darah. Anggapan bahwa wanita hanya boleh mendonorkan darahnya minimal 4 hari setelah selesai haid, itu juga mitos. “Sejauh lolos tes, kapan pun boleh,” sambung dr. Nyoto.(f)       
 
Ingin mendonorkan darah Anda? Baca syarat-syaratnya di sini!


 


MORE ARTICLE
polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?