Career
Telecommuting: Cocok untuk Profesi Tertentu

21 Oct 2015

Di Eropa mayoritas karyawan memiliki hak untuk bekerja telecommuting, tetapi menurut situs The Guardian hanya 18 persen yang   benar-benar menjalankannya. Di Jerman contohnya, hanya 12 persen karyawan  yang memilih telecommuting dan mereka adalah pekerja yang highly qualified, seperti manajer, pengacara, jurnalis, dan pengajar.
   
Niken Prathivi (31), jurnalis The Jakarta Post, mengatakan,  ia hanya ngantor sekali dua minggu sejak memiliki bayi. Ia bisa melakukan hal ini karena pekerjaannya bisa dilakukan dari rumah atau tempat lain di luar kantor. “Yang penting saya tetap pergi liputan dan mengirimkan tulisan tepat waktu. Atasan saya tidak pernah mempermasalahkan karena ia pun seorang wanita dan memiliki anak. Ia sangat mengerti kondisi saya yang memiliki bayi tanpa mempekerjakan nanny,” ungkapnya.
   
Meski bisa bekerja dari rumah, tidak berarti Niken tidak bekerja keras. “Siang hari saya habiskan untuk mengurus anak. Saya baru mulai bekerja di atas pukul 21.00 saat anak saya sudah lelap. Biasanya saya baru selesai menulis pukul 02.00 dini hari. Karenanya, saya harus benar-benar pandai membagi waktu agar tidak sampai jatuh sakit,” katanya. Satu-satunya kendala yang dihadapi Niken adalah bila terjadi kesulitan jaringan internet, namun ia mengungkapkan hal itu sangat jarang terjadi.

Begitu juga dengan Arninta Puspitasari (28), PR manager sebuah perusahaan makanan dan minuman. Ia mengatakan bahwa profesinya sangat mendukung untuk dia  bekerja secara telecommuting. “Untuk beberapa pekerjaan yang mobile, seperti rapat dengan klien atau ada event, saya boleh bekerja dari rumah dulu untuk efektivitas waktu. Tapi, hal ini hanya diberlakukan untuk karyawan pada level manajerial ke atas,” ujarnya.    
   
Awalnya perusahaan Arninta memberlakukan co-working space karena lokasi kantor pusat yang berada jauh dari pusat kota. Sistem bekerja seperti itu memberinya kesempatan bertemu dengan karyawan dari berbagai perusahaan. Ia pun bisa memperluas jejaring.
“Namun, sejak kantor pusat pindah ke tengah kota, sistem ini tidak lagi diberlakukan. Tapi saya tetap bisa bekerja dari rumah bila pekerjaan hari itu tidak butuh koordinasi dengan rekan kerja, seperti menyusun anggaran atau mengonsep key message communication yang butuh konsentrasi lebih,” katanya.

Arninta mengatakan, setidaknya sehari dalam seminggu ia bekerja dari luar kantor. Perusahaannya pun mendukung karyawan melakukan telecommuting dengan memberikan aplikasi media sosial khusus internal karyawan untuk mendiskusikan pekerjaan. “Tiap bulan kami juga mendapat dana khusus untuk pembelian pulsa. Saya sangat setuju bahwa bekerja bisa dari mana saja. Karena, jika bekerja dari rumah saya bisa mulai sejak pukul 07.00 tanpa harus membuang waktu untuk bermacet ria di jalan,” katanya. (f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?