Career
Sukses Meneladani Atasan

8 Jul 2014

Tidak sekadar mencontoh. Meneladani atasan melalui mirroring tetap membutuhkan langkah evaluasi. Bagaimana kita bisa mengukur dampak mirroring tersebut terhadap karier? Bukan hanya kinerja kita yang perlu dievaluasi, tapi juga peniruan yang kita lakukan.

Konsultan karier dari EXPERD Sylvina Savitri menjelaskan, Anda perlu memiliki kepekaan untuk menilai apakah peniruan Anda menimbulkan pengaruh yang positif, masih positif, atau sudah mulai menjengkelkan. Pengukuran ini bisa dilihat dari respons atasan  yang gayanya sedang Anda tiru.

Contohnya, suatu ketika atasan Anda mengatakan, “Wah, kita seperti anak kembar, ya?” Jangan bangga dulu, lihat dulu intonasi yang terkandung di dalamnya. Kalau cerita, berarti dia tidak keberatan untuk Anda kembari. Tapi, kalau terdengar sinis dan agak masam, lebih baik Anda memikirkan kembali, jangan-jangan Anda meniru terlalu jauh.

Anda meniru atasan kan dengan tujuan awal ingin mendekatkan diri. Setelah itu, diharapkan kedekatan tersebut bisa membantu menuntun Anda menuju tangga karier. Namun, setelah beberapa waktu, ternyata hubungan Anda tetap begitu-begitu saja, tidak bergerak. Sementara itu, sang atasan sudah mulai merasa terganggu, dan peniruan itu mulai menjadi omongan di antara rekan kerja.

Jika memang demikian, peniruan Anda berarti tidak menghasilkan output yang sesuai harapan. Bisa jadi cara Anda meniru kurang sophisticated, terlalu terang-terangan, atau waktunya kurang tepat. Kalau tindakan Anda cuma menghasilkan omongan negatif dari orang di sekitar, sama sekali tidak berdampak positif, Anda perlu mengevaluasinya kembali.

“Sekali lagi, kepekaan itulah yang perlu benar-benar diasah. Jangan lupa untuk melihat respons dari orang-orang sekitar, yang menjadi saksi peniruan tersebut. Yang jelas, orang yang cerdas adalah orang yang selalu mengevaluasi, apakah strategi mirroring itu berdampak seperti apa yang diharapkan,” kata Sylvina, menguraikan.
 
Barangkali ada saja rekan kerja yang menilai Anda berubah menjadi orang yang aneh, kehilangan orisinalitas, bahkan serupa penjilat. Namun, Sylvina menegaskan, selama Anda melihat bahwa reward-nya lebih besar daripada konsekuensi negatifnya, teruskan saja. Selama omongan orang lain di sekitar tidak membuat Anda terganggu, mereka bisa diabaikan. Karena, bisa saja Anda sudah melakukannya dalam porsi yang tepat, dan rekan kerja Anda cemburu.

Pada satu titik, mirroring memang bisa menebarkan ‘aroma’ menjilat, apalagi jika dilakukan secara membabi-buta. Ada hal-hal yang sulit untuk ditiru, yaitu hal yang menyangkut nilai dan kesukaan pribadi, karena sifatnya betul-betul sangat personal.

Misalnya, atasan Anda senang musik jazz klasik, dan agar obrolan Anda berdua bisa nyambung, Anda berusaha keras untuk menyukai jazz. Padahal, mendengarkan musik jazz merupakan siksaan bagi Anda. Untuk beberapa lama mungkin Anda masih bisa tahan. Tapi, sampai sejauh mana Anda kuat melakukan hal tersebut?

Mengimitasi sesuatu yang bersifat personal itu sangat sulit. Selain itu, terlalu memaksakan diri justru akan memberi kesan terlalu dibuat-buat, sehingga terlihat tidak tulus, tidak genuine. Karena, hasil imitasi itu bukan diri Anda yang sesungguhnya. Sampai batas tertentu Anda tidak kuat lagi meniru, Anda akan kembali pada kepribadian Anda yang asli.

“Ada juga, sih, yang ternyata kemudian cocok dan bahkan menyukainya. Tidak masalah juga,” Sylvina menjelaskan. Itu berarti, ketika hati Anda sudah menjerit, “Ini bukan gue!” pada saat itulah Anda sebaiknya berhenti meniru.


Veronica Wahyuningkitarsih



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?