Career
Di Balik Kelezatan Kuliner

23 Apr 2012

Tiba-tiba  merasa lapar ketika melihat makanan yang terlihat ekstra menggiurkan di iklan televisi? Ternyata, ‘kelezatan’ yang tertangkap mata itu bukanlah hasil racikan seorang koki, melainkan berkat sentuhan tangan seorang food stylist atau penata gaya makanan. Seiring dengan kampanye advertising di media untuk produk makanan dan resto baru yang  kini  makin gencar, profesi food stylist pun  makin dibutuhkan. 

Bukan untuk Dimakan
Suatu hari di lokasi syuting iklan bumbu penyedap masakan. Puji Purnama, seorang food stylist Indonesia yang namanya sudah terkenal sampai ke mancanegara, datang dengan satu truk pick-up penuh sayuran kangkung. Bagi Puji, hal ini bukan sesuatu yang luar biasa. “Saya harus mencari bahan makanan yang paling sempurna untuk di-shoot. Kalau memang harus membawa 1 truk kangkung, ya, saya lakukan,” kenang Puji, yang sudah berkiprah di dunia kuliner selama 12 tahun.

Pekerjaan seorang penata gaya makanan berbeda dengan seorang juru masak atau koki. Seorang food stylist bukan hanya harus menemukan bahan makanan terbaik dari segi rasa, tapi juga dari segi penampilan. Sebab, food styling adalah tentang presentasi. Makanya, makanan yang bagus difoto tidak selalu enak dimakan. “Supaya makanan terlihat bagus di kamera, perlu treatment dengan bahan lain yang mendekati bahan asli. Setiap food stylist memiliki trik rahasia  masing-masing,” ungkapnya. 

Trik yang dimaksud Puji adalah bagaimana caranya menegaskan karakter makanan di depan kamera: tomat terlihat lebih segar, daging ayam terlihat gemuk, atau lelehan keju pizza terlihat padat. Berbeda dari memasak, makanan yang ‘dihidangkan’ di depan kamera hanya perlu terlihat bagus dari angle atau sudut tertentu. Misalnya, Puji memberi contoh, ayam yang digoreng di dalam minyak harus terlihat mengambang dari atas, jadi di bawahnya harus diganjal dengan bahan tertentu yang tidak akan meleleh dalam minyak mendidih. 

Bisa dibayangkan, dengan banyaknya variasi gaya foto di majalah atau video iklan di televisi, seorang food stylist harus memiliki banyak trik. Food stylist dituntut pandai memanfaatkan barang-barang tertentu untuk dijadikan properti yang berguna. 
Namun, Puji menggarisbawahi, merekayasa gambar dalam hal ini bukan berarti membohongi mata publik. “Seorang food stylist harus memiliki prinsip atau integritas. Image yang dihasilkan harus ada unsur-unsur kebenarannya. Misalnya, sebuah restoran menyuguhkan 5 butir bakso dalam 1 porsi, saya tidak akan memotret 10 bakso hanya karena terlihat bagus di kamera,” tutur Puji.  
Jadwal Sepadat Artis
Food styling adalah pekerjaan tim yang tidak bisa dilakukan sendiri. Untuk mendapatkan hasil akhir yang diinginkan, seorang food stylist harus menggawangi hasil pekerjaannya sampai tahap akhir di tangan orang lain. “Pekerjaan food stylist tidak selesai saat pemotretan selesai. Ia masih harus memastikan hasil gambarnya bagus di kamera dan di lay out desainnya,” kata Puji. 

Pekerjaan food styling melibatkan banyak orang, mulai dari klien (pemilik produk), biro iklan, desainer grafis, fotografer, sampai model dan kru yang terlibat di lokasi syuting. “Makin banyak orang yang terlibat, akan  makin lama proses pengerjaannya,” ujarnya. Hal ini menyebabkan jam kerja Puji kurang lebih seperti artis sinetron stripping, terutama saat ia syuting iklan televisi (TVC). “Tak jarang saya berangkat subuh dan pulang tengah malam. Kalau sedang tidak on camera, saya harus tetap standby di lokasi sambil menyiapkan segala sesuatunya,” kata Puji. 

Untuk efisiensi waktu dan tenaga dalam proses pitching pekerjaan, Puji biasanya melakukan briefing dengan klien atau agen  periklanan yang bersangkutan, tentang hasil akhir yang diinginkan. Tak jarang, Puji mencari tahu fotografer yang akan menjadi partnernya nanti. “Kalau ternyata fotografernya bukan spesialis still photo, bisa jadi tidak cocok,” katanya. 

Meski memilih untuk freelance, Puji kini justru jauh lebih sibuk dari masa-masa ketika ia bekerja sebagai food stylist tetap di media kuliner satu dekade silam. Dibantu seorang manajer dan beberapa asisten, dalam sebulan ia bisa mengerjakan hampir 30 proyek. Hal ini dikarenakan Puji mengutamakan kualitas dan personal touch. Biasanya ia mendedikasikan 1 hari untuk 1 klien saja. Tapi, akibatnya ia harus sering menolak pekerjaan karena kewalahan dengan jadwal. “Kita memang kekurangan tenaga food stylist, padahal sekarang permintaannya tinggi sekali,” ujarnya, menyayangkan. 

Saat ini profesi food stylist papan atas di Indonesia hanya dipegang oleh beberapa orang   alias bisa dihitung dengan jari. Akibatnya, tawaran pekerjaan selalu berputar pada  orang-orang yang itu-itu saja. Puji mengira, mungkin karena pekerjaan yang dicintainya ini sesungguhnya luar biasa berat.
“Hal yang dihadapi food stylist setiap hari berbeda-beda. Hari ini minyak goreng panas di studio indoor, besok es krim dingin di lokasi outdoor. Belum lagi, tekanan dari klien. Kalau tidak tahan banting, seorang food stylist tidak akan bisa bertahan lama,” tutur Puji.

Pertanyaan yang kerap dilontarkan pada Puji soal pekerjaannya ini adalah tentang latar belakang pendidikan. Menurut Puji, background tata boga akan sangat membantu dalam profesi ini. Tapi kenyataannya, di Indonesia memang belum ada jurusan   khusus food styling. Mereka yang ingin menekuni bidang ini harus sekolah di luar negeri, atau belajar secara autodidak. 

“Belajar food styling berbeda dari belajar memasak, di mana kita bisa datang rame-rame dengan teman-teman sambil ngerumpi. Belajar food styling memerlukan passion, fokus, kesabaran, keahlian dan kepekaan artistik yang tinggi soal makanan,” tegas Puji. Beberapa kali ia mencoba untuk menyelenggarakan kursus food styling, tapi hasilnya tidak memuaskan. 

Puji   adalah lulusan Jurusan Tata Boga IKIP Jakarta. Seiring dengan berjalannya waktu, ia menambah ilmu dari berbagai institusi kuliner di Bangkok, Prancis, dan Italia. Ia mengawali kariernya dengan bekerja di media kuliner. Dari sana, ia bergaul dengan banyak orang dari industri kuliner. Menurut Puji, pekerjaannya di media adalah batu loncatan yang penting. Sampai saat ini, ia mengaku belum pernah ‘menjual’ dirinya sebagai food stylist. “Tawaran pekerjaan yang datang kepada saya adalah hasil word of mouth,” kata Puji, yang sudah beberapa kali syuting di negara-negara Asia, seperti Malaysia dan Jepang.

Jadi Food Stylist Pro! 
  • Kuasai ilmu fotografi dan videografi dasar soal tata cahaya dan angle gambar yang bagus.
  • Tidak ada ruginya mengoleksi peralatan makan dan masak, supaya saat syuting tidak perlu repot mencari properti.
  • Manfaatkan sudut rumah sebagai studio kecil dengan cahaya yang cukup, untuk eksperimen sendiri sebelum syuting di lokasi.
  • Rajin-rajin mengunjungi pasar, mulai dari pasar basah sampai pasar premium, untuk mencari bahan makanan dengan kualitas dan deal terbaik.
  • Buat portofolio pribadi, bisa dimulai lewat blog atau akun media sosial Anda.  
  • Perluas jejaring dengan para pelaku industri kuliner. 

PRIMARITA S. SMITA
FOTO: DOK. PRIBADI


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?