Menurut Andreas Hapsoro, HR Superintendant, sistem rotasi dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan, terutama untuk posisi tertentu yang mungkin sedang kosong. Dari sana kemudian dilihat atau dicari apakah ada orang dalam yang potensial untuk menduduki posisi yang berbeda dari pekerjaan yang sekarang ia pegang. Kalau ada orang yang performa dan kompetensinya memenuhi syarat, ia harus diberi on-job training, jadi tidak langsung diceburkan tanpa orientasi.
"Keuntungan rotasi buat karyawan adalah mereka terhindar dari kejenuhan. Wawasan mereka juga tentu lebih berkembang, sehingga caranya untuk melihat dan menyelesaikan masalah jadi akan berbeda. Sedangkan keuntungan bagi perusahaan adalah kebutuhan untuk mencari tenaga baru bisa diminimalkan karena perusahaan mencari ke dalam. Karena rotasi adalah bentuk dari kesempatan karyawan untuk berkembang, pada akhirnya mereka akan loyal pada perusahaan," paparnya.
Hal ini lebih efektif bagi perusahaan dibanding mencari tenaga baru di luar. Pasalnya, sering kali seseorang di-hire tidak 100% karena kompetensinya, tapi karena kecocokannya dengan company culture. Kadangkala, perusahaan tidak punya cukup waktu untuk menunggu seseorang yang baru, terutama yang menduduki posisi penting, untuk bisa beradaptasi.
Karyawan yang terkena rotasi secara langsung berarti telah masuk ke dalam ‘radar’ talent netting atau pencarian potensi yang dilakukan perusahaan. Kalau memang performanya bagus, tentu otomatis akan menjadi bahan pertimbangan untuk promosi, atau kalau ada opening di posisi lebih tinggi yang membutuhkan tenaga.
Ada anggapan, kalau karyawan terlalu sering dirotasi, ilmu atau skill-nya jadi tidak dalam dan spesifik di satu tempat. "Jika rotasinya tiap bulan, ya, jelas saja. Tetapi, jika perusahaan tersebut stabil, rotasi akan terjadi dalam 2-3 tahun, dan rasanya cukup untuk mendalami bidang berbeda, dengan catatan, perbedaannya tidak terlalu ekstrem," tambahnya kembali. (f)