Career
Berkolaborasi dengan Gen C

17 Nov 2015

Besar di masa ekonomi bangsa sedang merangkak naik dan hidup di tengah kenyamanan keluarga yang telah mapan  membuat generasi C tumbuh menjadi pribadi yang ‘manja’.
“Mereka ini cenderung kurang tangguh, tak sabaran, mudah bosan, tidak loyal, dan kurang bisa mengambil inisiatif. Terbiasa berinteraksi di media sosial juga menjadikan generasi C tak memiliki keterampilan berkomunikasi dan bersosialisasi yang baik (egosentris) di dunia nyata,” ujar Handi Kurniawan, pakar SDM dan founder East West Talent. Majalah Time tahun 2013 menyebut generasi C sebagai ‘me me me generation’ yang dinilai tak memiliki komitmen tinggi dan loyalitas dalam hal karier.
   
Perbedaan karakter inilah, menurut Handi, yang membuat perusahaan-perusahaan yang masih menerapkan budaya kerja tradisional cenderung memandang sebelah mata pada generasi millennial. Mereka akhirnya lebih memercayakan pucuk pimpinan dipegang oleh generasi X yang dianggap lebih bisa diandalkan.
   
Beberapa perusahaan konvensional dan tak mau terbuka terhadap kebutuhan generasi C bisa  juga malas mempekerjakan angkatan kerja yang ‘susah diatur’ ini. Belum lagi mereka harus siap dengan risiko kehilangan  tiap saat. Meski demikian, regenerasi angkatan kerja tetap akan terjadi dan tak terhindarkan. Dengan pendekatan dan kompromi yang tepat dari kedua belah pihak pastinya bisa tercipta solusi win-win.
   
Lalu, apa yang harus disiapkan oleh generasi C ini agar bisa beradaptasi dengan kultur perusahaan yang old fashioned? Sebaliknya, generasi X yang   akan  menjadi atasan mereka, bagaimana harus bersikap?
   
Handi menyarankan agar soft skill komunikasi sebagai hal paling esensial dalam hubungan antarmanusia harus dikuasai keduanya dengan baik. Kelemahan generasi C memang pada buruknya kemampuan mereka berkomunikasi tatap muka langsung. Mereka juga kurang peka akan perbedaan usia, status, dan budaya.

“Generasi C perlu menyadari etika bahwa cara berbicara kepada atasan tak bisa sama seperti berbicara dengan rekan kerja. Butuh sopan santun dan tidak straight to the point seperti yang biasa dilakukannya di media sosial, terutama kepada orang yang berusia lebih tua sebagaimana etika dalam budaya Timur. Ketika sedang meeting atau diberi brief oleh atasan juga sebaiknya tidak sambil mengerjakan hal lain lewat gadget,” saran Handi.
Sebaliknya, generasi X, sebagai atasan, sebaiknya tidak bersikap kaku     dalam berkomunikasi dengan bawahannya yang lebih muda. “Mereka pasti lebih disayang bawahan jika bisa membimbing dan mengajari mereka seperti kepada adik, ketimbang memerintah dengan cara tiran,” kata Handi.

Pada akhirnya, trust dan respect dibutuhkan oleh kedua belah pihak. Daripada memaksakan satu generasi untuk berubah dan menyesuaikan diri, lebih baik membangun hubungan mutualisme. Misalnya, yang muda meneladani etos kerja seniornya dalam hal kerja keras dan tak gampang menyerah, menjadikan mereka sebagai role model mentor karena lebih berpengalaman.

Sebaliknya, yang tua bisa memberikan kebebasan bagi generasi muda ini untuk mengembangkan ide-ide dan kreativitasnya. Tidak ‘membungkam’ kekritisan mereka atau membatasi mereka lewat aturan-aturan kerja yang kaku, misalnya mencurigai mereka main internet saat jam kerja, padahal mereka mungkin sedang mencari informasi atau ide di media sosial.

Kehadiran generasi C yang sarat ide ini justru dipandang sebagai satu keuntungan bagi perusahaan. “Atasan, si generasi X, bisa memanfaatkan kreativitas dan pengetahuan anak-anak muda ini untuk memajukan bisnis, misalnya lewat transformasi ke digital platform atau strategi yang out of the box,” Handi mengingatkan.

Gaya hidup generasi C yang butuh selalu terkoneksi dengan teman-temannya dan   hang out selepas jam kantor, memungkinkan mereka lebih bisa mengamati tren dan kebutuhan pasar, juga berbagi insight dengan peers-nya. Pastinya ini jadi keuntungan bagi perusahaan memiliki pekerja yang inovatif.

Mereka memang terkesan lebih suka ‘main-main’ ketimbang berkutat dalam pekerjaan. Namun, jika atasan bisa bersikap open minded, fleksibel, menerima terobosan ide-ide dan memberi mereka ruang, pastinya akan lebih memotivasi generasi C ini sehingga mereka  bisa berkontribusi sesuai harapan. (f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?