Sex & Relationship
Menyesali Pernikahan

12 Jan 2014


Saya (24) menikah karena dijodohkan oleh orang tua demi membantu ekonomi keluarga. Terdengar kuno, ya, tapi begitulah adanya. Suami memang berasal dari keluarga kaya. Namun ternyata, harapan tak sesuai kenyataan. Suami tidak mau membantu keuangan keluarga saya, ia juga tidak terlalu perhatian pada saya. Menyesal rasanya, tapi mau bagaimana lagi. Keluarga suami melarang saya untuk bekerja lagi sebagai model. Sulit saya menjelaskan kepada orang tua. Saya sendiri berusaha sabar dan berharap hubungan kami akan hangat.

Lanna - Jakarta


Menurut Psikolog Irma Makarim, ada berbagai alasan di balik keputusan seseorang untuk menikah. Alasan ekonomi adalah salah satu yang sampai sekarang masih sering dilakukan. Walau  alasan ini bukan landasan kuat membangun kehidupan perkawinan, sebagian pasangan bisa berbahagia  dalam rumah tangganya, sedangkan sebagian lain menghadapi kendala. Semua kembali pada usaha pasangan itu.

Kekecewaan Anda bisa dipahami, tetapi menyesali perkawinan, menyalahkan orang tua, suami dan keluarganya, tidak akan mengubah keadaan. Begitu juga jika Anda hanya bersabar dan berharap kondisi akan menjadi lebih baik dengan sendirinya, itu tak akan membantu. Bila merasa ada yang tidak beres dalam perkawinan, Anda perlu memahami apa yang sebenarnya terjadi dan melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan
Cobalah untuk melihat apa yang selama ini terjadi. Anda membiarkan orang lain menentukan kehidupan Anda. Orang tua, suami, hingga keluarganya menentukan hidup Anda. Padahal, hidup Anda adalah tanggung jawab Anda sendiri. Bila ingin perbaikan, lakukan langkah baru dan berusaha mengubah sikap dan cara berpikir. Kini sudah saatnya bagi Anda untuk tidak lagi membiarkan orang lain mengambil keputusan atau mengendalikan hidup Anda. Kenali apa yang Anda inginkan dan tak inginkan, juga kemampuan yang Anda miliki.

Bereskan masalah yang Anda hadapi satu demi satu. Bicarakan dengan keluarga kenyataan tentang perkawinan Anda, sehingga beliau tak lagi menaruh harapan pada Anda.  Mengenai suami yang kurang perhatian, mungkinkah sikapnya ini  bersumber pada kenyataan bahwa harta menjadi alasan pernikahan ini, bukan dirinya. Bisa dimengerti kalau ini yang membuat ia enggan menunjukkan kedekatan dengan Anda. Kini saatnya memulihkan kehangatan dan tidak  hanya menanti perhatian suami. Tunjukkan  perhatian Anda padanya. Perlihatkan bahwa perkawinan ini sangat berharga bagi Anda, bukan semata karena harta tapi dirinya. Setelah hubungan Anda mulai pulih, baru melangkah lebih lanjut tentang rencana ke depan bersama, termasuk pekerjaan Anda.

Sedangkan menurut Psikolog Monty Satiadarman benarlah bahwa Anda menikah karena dijodohkan, tetapi kesediaan untuk menikah ada di tangan Anda. Alasan untuk menikah pun lebih dilandasi faktor ekonomi, jadi adalah keliru jika Anda terlalu berharap cinta kasih dan perhatian, karena memang landasan pernikahan Anda bukan cinta kasih dan perhatian. Jika suami tidak membantu keuangan keluarga Anda, juga tidak bisa disalahkan, karena hal ini mungkin saja bukan landasan pertimbangannya untuk mendampingi Anda, tetapi  karena Anda tidak pernah   membicarakan  bahwa keluarga Anda membutuhkan bantuan finansial darinya.

Jika keluarga suami melarang Anda berkarier sebagai model, itu agaknya memang tidak pernah Anda bicarakan sebelumnya, atau memang sudah diputuskan demikian oleh mereka dan Anda sudah menerimanya. Jelas semua ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan, karena harapan Anda yang sesungguhnya tidak pernah dituntaskan dalam rencana pernikahan, dan kesepakatan yang ada tidak selaras dengan harapan namun Anda terima juga.

Kesabaran adalah kunci kelangsungan kebersamaan, tetapi berharap lama-lama akan terbentuk kehangatan, relatif sulit. Kondisinya akan relatif sama jika Anda tidak dengan tegas membicarakan dengan suami. Anda akan senantiasa menaati kehendaknya yang sangat boleh jadi tidak selaras dengan harapan Anda. Komunikasi secara terbuka perlu dilakukan, namun landasan finansial sebagai dasar hubungan perkawinan memang seharusnya tidak pada tempatnya.(f)




 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?