Sex & Relationship
Cinta yang Mengancam

27 Aug 2014

Baru-baru ini, ada berita mengagetkan yang dirilis Indonesia Police Watch (IPW), sebuah lembaga independen yang mengawasi kinerja kepolisian RI. Menurut IPW, selama 3 bulan pertama tahun 2014, terdapat 17 kasus pembunuhan terhadap wanita di daerah Jakarta dan sekitarnya. Sebagian korban bahkan ada yang diperkosa terlebih dahulu sebelum dibunuh, dan 11 kasus di antaranya, korban tak bernyawa itu dibuang begitu saja di jalanan.
   
Ironisnya, dari 17 kasus itu, 14 di antara pelakunya adalah orang terdekat korban, seperti suami, pacar, mantan pacar, teman, dan anggota keluarga lain. Namun, yang mengejutkan, motif pembunuhan itu bisa didasari oleh persoalan yang mungkin dianggap sepele: putus cinta dan menolak diajak kencan! Pada beberapa kasus, bukan tidak mungkin kejahatan itu juga menimpa pasangan yang sudah menikah.

Menanggapi data yang dirilis IPW mengenai wanita sebagai korban kekerasan dan kasus-kasus yang terjadi, Elly Nagasaputra, M.K., psikolog yang juga marriage counselor, mengatakan, belakangan kasus-kasus kekerasan memang kian terekspos media. Zaman dulu sebetulnya sudah ada, tetapi  saat ini kelihatan lebih banyak. Apa sebabnya?

“Tidak dipungkiri, kita hidup di dunia yang  makin hectic. Mungkin 30 tahun lalu konflik jarang terekspos, sekarang sudah menjadi hal biasa. Hal ini ikut berpengaruh ke adanya tendensi kekerasan,” katanya.

Bisa jadi logika kini sudah terbalik. Maksudnya,  makin modern dunia kita,  makin banyak orang terdidik, namun dalam kenyataan  makin banyak orang yang mudah terpicu kekerasan. Bahkan, kekerasan yang terjadi di lembaga-lembaga yang harusnya bisa menjunjung tinggi kesantunan.

Kompetisi dalam hidup sehari-hari yang kian keras ini, menurut Elly, pasti memengaruhi kondisi seseorang. Sementara itu --dan sangat disayangkan-- tidak semua orang tahu dan mengerti bagaimana cara melampiaskan letupan emosi mereka dengan cara yang ‘benar’. Bisa jadi rasa kecewa, marah, dan tidak puas  itu dipendam saja berlama-lama karena mereka tidak tahu bagaiman cara melampiaskannya. Sehingga, pada satu titik, ‘katup penyimpanan’ itu sudah tidak mampu lagi menahan hingga jebol dan efeknya bisa melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.

Kita memang nyaris tidak pernah diajari bagaimana melampiaskan emosi dan bagaimana deal dengan emosi orang lain. Entah itu marah, kesal, kecewa, dan perasaan-perasaan lain.  Misalnya, ketika kita berhadapan dengan rekan kerja yang ngeyel-nya tingkat tinggi, adakah ‘sekolah’ untuk menghadapinya? Atau, ketika kita kesal dan ingin marah pada seseorang, adakah panduan bagaimana cara melampiaskannya?

“Sejauh ini, kita memang berusaha dealing dengan hal-hal semacam ini dengan kemampuan yang kita bisa. Pribadi yang sehat bisa bersikap dengan dewasa, tetapi ada juga orang-orang yang tidak tahu bagaimana menghadapinya. Lalu, ketika emosinya tidak terlampiaskan dan bertumpuk-tumpuk, maka bisa melakukan ha-hal yang membahayakan, termasuk membunuh orang,” tutur Elly.

Selain ketidakmampuan mengelola emosi, kepekaan yang kian tawar –sehingga sanggup membunuh orang-- juga bisa disebabkan oleh berita-berita, tayangan-tayangan, juga film-film tentang pembunuhan. “Begitu banyak tayangan televisi tentang pembunuhan, seperti CSI, Criminal Minds, dan tayangan lain yang sejenis. Lama-kelamaan, dengan terus-menerus menonton, bisa saja membuat orang menganggap hal itu sebagai hal biasa,” kata Elly.

Elly juga menambahkan,  belakangan ada teori-teori kekerasan yang tidak lagi bisa menjelaskan. Misalnya, pelaku KDRT --baik verbal atau fisik-- dulu dikatakan penyebabnya karena pernah punya riwayat masa lalu yang dibesarkan oleh orang tua yang menjadi pelaku atau korban KDRT. Asumsi ini kini tidak bisa lagi dipakai untuk menjelaskan penyebabnya.

“Sekarang ini, banyak juga pelaku yang tidak punya riwayat KDRT. Di sisi lain, ada yang pernah menjadi korban KDRT, seperti dipukuli ayahnya yang pemarah, ketika dewasa ia tidak menjadi pelaku,” kata Elly. Kekerasan ini terjadi di semua lapisan masyarakat, dari masyarakat kecil hingga kalangan ‘the haves’. Bahkan, di kalangan atas, berdasarkan pengalaman Elly dalam menangani klien, juga tak kalah sadis. Hanya gara-gara persoalan rumah tangga biasa, bisa jadi seorang suami menyewa tukang pukul untuk menghukum istrinya! (f)


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?