Sex & Relationship
Berbagi Tugas Mencari Nafkah

8 Apr 2013

Dulu, suami Anda seorang yang humoris dan senang bercanda. Tapi sekarang, setelah beberapa tahun pernikahan, sikapnya berubah. Sepulang bekerja ia jarang mengajak bicara, dan sering menunjukkan wajah masam dan cemberut tanpa alasan. Itu hanya ia tunjukkan kepada istri, sementara kepada teman-temannya ia tetap ceria.
       
Setelah ditanya berulang-ulang ia akhirnya mengatakan bahwa ia lelah dan marah karena harus menanggung keluarga dan mencari nafkah sendiri.  Ini sungguh sulit diterima. Sang istri tidak bekerja karena harus mengurus anak yang masih kecil. Apakah berpisah adalah solusi yang adil? Terus terang, makin lama perkawinan ini makin hambar dan kehilangan kehangatan cinta.

Menurut Irma Makarim, terkadang, perkawinan mengalami pertikaian, tapi tanggung jawab tetap harus dipikul berdua. Sikap suami mungkin didasari oleh kecemasannya kalau sampai tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Sayangnya, ia tidak berterus terang  menyampaikannya kepada Anda. Ia malah memilih berdiam diri, tapi tidak dipungkiri tetap memengaruhi sikapnya. Padahal, tanpa ia sadari, ketidakterbukaan ini justru menjadi akar pertikaian Anda berdua dan membuat Anda berdua saling menyalahkan.

Sebelum memutuskan untuk berpisah, pikirkan dulu masak-masak. Apakah Anda sudah berusaha maksimal dalam mendukung dan mempertahankan pernikahan? Daripada saling menyalahkan, lebih baik Anda berdua membangun komunikasi terbuka, serta saling menyampaikan apa yang masing-masing sebenarnya inginkan.

Tanggung jawab pekerjaan dapat dibicarakan bersama. Bila suami bekerja di luar rumah, Anda mungkin bisa bekerja dari dalam rumah. Bila Anda berdua sama-sama bekerja di luar rumah, tugas rumah tangga juga perlu dibagi berdua.

Sedangkan menurut Monty Satiadarma, masalah ini berkisar pada kesiapan bersama untuk berbagi waktu dan tanggung jawab. Perdebatan siapa yang harus lebih banyak mengurus rumah tangga dan siapa yang  harus lebih banyak menghasilkan nafkah, akan menjadi perdebatan tidak berujung. Pada akhirnya, masing-masing akan mempertahankan prinsip sepihak secara subjektif. Masing-masing mencari pembenaran, yang sebetulnya sulit ditentukan mana yang benar, mana yang salah. Padahal, inti dari perkawinan dan rumah tangga adalah kebersamaan. Bukan tuntutan, tapi kesediaan untuk saling berbagi dan memberi.

Jangan timpakan beban hidup Anda kepada anak, karena anak adalah berkah dari Yang Mahakuasa. Ingat, anak adalah tanggung jawab bersama. Bukankah Anda berdua juga ingin punya keturunan? Demikian pula bekerja dan mencari nafkah, jangan  bersungut-sungut karena lelah. Bersyukurlah karena masih memiliki pekerjaan.

Anda berdua perlu lebih banyak waktu bersama untuk membicarakan masalah ini. Jika sulit, mungkin Anda perlu bantuan konselor perkawinan. Bicarakanlah hal ini dengan lapang hati sambil mensyukuri bahwa Anda berdua direpotkan oleh begitu banyak berkah, anak, dan pekerjaan.



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?