Home Interior
Hubungan Istimewa Alberthiene Endah dengan Rumah

17 May 2016



Foto: Dok. Pribadi

Kesibukan hidup di kota besar membuat penduduknya mendambakan rumah yang bisa menjadi tempat pelarian dari kepenatan sehari-hari. Punya waktu untuk menjauh dari keriuhan dan dekat dengan alam. Apalagi, bagi mereka yang bekerja di bidang kreatif dan membutuhkan sumber inspirasi yang tak terbatas. Seperti inilah yang dirasakan Alberthiene, ketika masih tinggal di apartemen di kawasan perkantoran di Jakarta.

“Selama 5 tahun tinggal di sana, saya hanya numpang tidur. Karena saya masih kerja kantoran, saya pergi pagi dan pulang larut malam. Boleh dibilang, saya tidak punya ‘hubungan’ timbal balik dengan rumah saya,” kenangnya. Tinggal di lantai 27 juga membuat mantan jurnalis ini merindukan hangatnya suasana perumahan. “Saya kadang-kadang iri kepada mereka yang bisa memanggil penjual bubur ayam, atau nyiram tanaman di kebunnya  tiap pagi,” katanya.

Ketika  memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai pemimpin redaksi sebuah majalah, Alberthiene dan suaminya memutuskan membeli tanah seluas 1.000 meter persegi di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan. Tanpa bantuan arsitek, keduanya merancang sebuah rumah bergaya art deco yang terdiri dari dua lantai dan loteng, berukuran kurang lebih 450 meter persegi.

“Saya ingin rumah ini asri dan tenang seperti vila, seperti rumah pedesaan di Eropa,” ujar Alberthiene, yang akrab disapa AE. Ia juga ingin menghabiskan banyak waktu bekerja di sana. “Jadi rumah ini tidak boleh terasa asing buat saya,” tuturnya.

Pembangunan rumah ini memakan waktu sekitar satu setengah tahun. Menurut Alberthiene, membangun rumah dari nol ternyata membutuhkan mental baja. “Berhubung semuanya kami kerjakan sendiri,  tiap kali ada rencana yang gagal, rasanya sedih banget,” ujarnya. Akhirnya, pasangan ini pindah ke rumah baru mereka di awal tahun 2010.

Dengan tinggi lebih dari 8 meter, rumah baru Alberthiene berdiri di tengah pekarangan luas dan diselimuti bata merah. Ketika baru memulai kehidupan baru di rumahnya yang besar itu, Alberthiene justru merasa kesepian. Tapi, lama- kelamaan ‘hubungan’ yang istimewa antara rumah dan empunya mulai terjalin, terutama karena Alberthiene sering menghabiskan waktu untuk bersih-bersih. Kebiasaan yang tidak pernah ia lakukan saat masih tinggal di apartemen.
Ia bercerita, jendela-jendela besar di rumahnya selalu dibuka untuk sirkulasi udara. Karena itu, ia pun harus rajin membersihkan debu-debu perabotan. Ubin yang khusus dibeli di Ubud  juga ia bersihkan sendiri  tiap hari. “Senang rasanya melihat lantai itu  makin mengilap. Makin lama saya merawat rumah ini, sense of belonging tumbuh makin besar,” katanya.

Misi Alberthiene untuk memiliki rumah inspirasi pun terwujud. Dari 27 buku biografi yang ia tulis sejauh ini, separuh ia tulis di rumah barunya dalam kurun waktu 2 tahun ini. “Sekarang saya dan 2 orang karyawan berkantor di ruang baca di atas,” katanya.

Menurut Alberthiene, inspirasi yang ia dapatkan dari rumah ini luar biasa. “Mungkin karena  tiap ruangan dan barang yang ada di sana adalah kesukaan saya. Beberapa ruangan juga saya cat merah dengan kombinasi cokelat untuk mendapatkan energi dan mood positif,” ujarnya.

Karena mencintai barang-barang antik, Alberthiene mengisi rumahnya dengan berbagai perabot kuno. Misalnya meja rias yang berasal dari tahun 1930-an, atau partisi dari tahun 1920-an, hadiah desainer Anne Avantie. Yang unik, barang-barang kuno ini selalu ia kombinasikan dengan sesuatu yang modern. Misalnya, kayu meja di ruang tamunya adalah bekas kursi kereta api kuno, yang diberi bantalan warna-warni cantik. “Rumah ini seperti cerminan kepribadian saya yang konvensional, tapi playful,” ujarnya, tertawa. 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?