Health & Diet
Sari Saphera, Kisah Penderita Auotoimun dengan Kehamilan

9 May 2016


Foto: Stocksnap.io

Saya adalah penderita autoimun sjogren’s syndrome. Saya banyak mengetahui tentang autoimun saat membaca blog yang ditulis oleh Dinis. Awal gejalanya bermula sejak dua tahun yang lalu. Tepatnya setelah saya melahirkan anak kedua. Saya merasakan gangguan kelelahan luar biasa atau fatigue. Bahkan, untuk mengangkat tangan saja, saya butuh tenaga yang besar.

Saya pikir ini hanya masalah capek biasa. Waktu itu saya hanya punya satu asisten rumah tangga untuk membantu menangani dua anak yang masih kecil dan urusan membereskan rumah. Selama serangan fatigue itu saya hanya bisa tiduran, bahkan untuk ke kamar kecil saja tidak sanggup! Biasanya, gangguan ini akan kembali normal setelah tidur lama.

Gangguan fisik ini meningkat seiring waktu. Dari kelelahan merembet ke sendi-sendi kaki dan tangan yang sakit sekali. Saya mencoba untuk menahan rasa sakit ini sekuat hati dan tetap menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu. Tetapi, ketika beberapa sendi membengkak, saya mulai curiga. Hasil riset internet mengarahkan saya pada lupus.

Untuk membuktikannya, saya harus menjalani tiga jenis tes, yaitu tes anticardiolipin antibody (ACA) untuk mengukur  kekentalan darah, tes anti nuclear antibodies (ANA) untuk screening penyakit lupus, dan tes RF (rheumatoid factor). Spesialis imunologi dari RS Hasan Sadikin Bandung, dr. Rachmat Gunadi, SpPD-KR, mengatakan bahwa saya tidak terkena lupus, tapi menderita penyakit autoimun jenis lain, yaitu sjorgen’s syndrome.

Saat itu saya masih menyusui, dan gejalanya pun minimal, sehingga saya tak mau minum obat. Sebagai gantinya, dokter memberi saya vitamin, dan sangat menyarankan agar saya ber-KB. Tetapi, pengalaman sulit memiliki anak membuat saya lalai pada pesannya ini. Dulu, untuk mendapatkan anak pertama, kami harus 9 tahun menunggu karena darah saya yang kental. Baru belakangan saya tahu, rupanya  ini disebabkan oleh penyakit autoimun.

Akhirnya, saya hamil anak ke-3 ketika anak ke-2 saya baru berusia 9 bulan! Saya benar-benar shock! Saya kalut, sehingga sempat ingin aborsi. Dengan anak kedua masih bayi, dan penyakit yang belum jelas penanganannya, rasanya saya tak sanggup. Belum lagi ketakutan terjadi sesuatu pada janin saya kelak.
Saya ditabahkan untuk melanjutkan kehamilan. Alhamdulillah, meskipun harus melewati proses melahirkan yang sulit,  Juni 2014 anak ke-3 saya lahir dengan selamat dan sehat. Begitu juga dengan saya. Padahal, proses  kelahiran ini berlangsung mendebarkan. HB saya sangat rendah, sehingga butuh transfusi yang dikerjakan dengan pantauan ketat. Setelah melahirkan, saya mengalami perdarahan hebat. Untungnya, segera berhenti.

Peristiwa ini benar-benar sebuah keajaiban! Kelahiran selamat pada bayi dan ibu yang menderita autoimun itu kesempatannya hanya terjadi 1 dalam 1.000 pasien autoimun. Ibu dengan autoimun rentan kondisi kritis, sedangkan bayi dari ibu autoimun rentan terkena penyakit jantung bawaan. Tuhan memang Maha Adil. Menurut dokter, sakit autoimun ini memang jinak saat seorang wanita hamil.

Semua keluhan satu per satu kembali setelah anak lahir. Nyeri yang menyerang sendi-sendi membuat gerakan terbatas. Saya pun terkadang hilang fokus. Saat di mal, terkadang saya bingung harus jalan ke mana.

Di tengah pembicaraan, tiba-tiba saya bisa blank. Ini tidak hanya membuat malu ketika terjadi di tengah rapat, tapi juga sempat membuat suami marah karena seolah-olah saya tidak menyimak pembicaraannya. Suami juga pernah menganggap saya terlalu berlebihan atas kelelahan dan nyeri yang saya rasakan. Beberapa kali kami pernah beradu mulut karenanya.
           
Hingga kini saya masih berjuang dengan penyakit yang belum banyak saya mengerti ini. Saya masih terkaget-kaget dengan efeknya. Untunglah saya menemukan blog Dinis dan bisa menjalin komunikasi. Saya pun mendukung idenya untuk menggalang komunitas agar bisa berbagi informasi, juga membangun pengertian dengan orang terdekat. Sebab, bagi mereka yang tidak paham, bisa mengira mereka terkena gangguan jiwa. Bahkan, bisa menyebabkan rumah tangga jadi hancur.

Yuniarti Tanjung 
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?