Health & Diet
Kebanyakan Mikir Jadi Kikir? Sifat Perhitungan Harus Diwaspadai!

20 Feb 2017


Foto: Fotosearch

Mungkin ada di antara kita sering ngomel sendiri gara-gara punya teman yang perhitungan. Habis cuma diajak ngopi mikirnya bisa sampai dua hari! Lama-kelamaan, kita pun kapok mengajaknya karena nggak sabar menunggu jawaban dia—bahkan langsung memberi cap negatif. Sst, di balik sifat ‘pemikir’ itu teman kita sedang berusaha membuat keputusan yang terbaik.

Berbagai sudut
Menurut dosen Fakultas Psikologi Universitas Atmajaya, Agatha N. Ardhiati, orang yang perhitungan, tuh, punya tingkat kedetailan lebih tinggi dalam mempertimbangkan sesuatu.

“Mereka mempertimbangan hal-hal dari beberapa sudut pandang sebelum akhirnya mengambil keputusan. Meski untuk keputusan kecil sekali pun, dia tetap mempertimbangkan plus-minus dari setiap langkah yang akan diambil,” jelas Agatha.

Misal, saat ingin menonton konser, orang yang perhitungan akan mempertimbangkan lebih banyak hal sebelum membeli tiket. Mulai dari harga tiket, cara mengumpulkan uang, jarak tempat konser, teman menonton konser, dan seterusnya sampai hal-hal remeh. Nggak heran, deh, orang perhitungan butuh proses lebih panjang—plus lama—sebelum mengambil keputusan.      
                       
Bisa Diandalkan
Buat kita yang berpikir praktis, punya teman perhitungan memang terkesan ngeribetin. Tapi, bukan berarti nggak punya nilai plus, ya. Justru, nih, mereka ‘ahlinya’ pengambil keputusan!

“Saat kita bingung mengambil keputusan mereka justru bisa diandalkan karena biasanya akan lebih berhati-hati dalam mempertimbangkan segala hal termasuk risikonya,” ujar Agatha.

Jika ditempatkan pada situasi yang tepat—misalnya dalam bisnis/pekerjaan—orang dengan sifat perhitungan akan lebih diuntungkan. Selama kadarnya nggak berlebihan mereka nggak akan menggangu, kok.
 
Perlu ‘Jam Weker’
Meski nggak melulu negatif, sifat perhitungan dengan kadar berlebih nggak baik, tuh, jika dibiarkan saja. Menurut Agatha, sifat perhitungan seseorang muncul tanpa disadari alias merupakan sifat bawaan sehingga sulit buat dihilangkan. Nah, salah satu langkah termudah yang bisa kita lakukan adalah menjadi reminder begitu sifat perhitungannya kumat.     

“Sebagai orang yang berada dalam satu komunitas, kita bisa jadi alarm baginya. Ingatkan bahwa nggak semua hal harus dipertimbangkan ini-itunya. Ada hal-hal yang bisa diputuskan berdasarkan suka/tidak saja, seperti menonton film di bioskop.”

Hal lain yang bisa kita lakukan adalah membawanya dalam komunitas yang berisi mayoritas orang-orang praktis.

“Lama-kelamaan dia akan dengan sendirinya bisa membedakan kedua situasi tersebut. Dengan begitu dia bisa ‘mengatur’ kapan waktunya perlu perhitungan, kapan tidak,” kata Agatha.
          
Bukan Pelit
Sifat perhitungan seseorang sering kali mendapat cap negatif. Bahkan, banyak orang menilai sifat perhitungan sama dengan pelit. Eits, jangan salah kaprah, meski identik, keduanya beda tipis, kok.
 
“Orang yang perhitungan memiliki banyak pertimbangan sebelum mengambil keputusan, tapi biasanya akan diakhiri dengan keputusan yang rasional sesuai pertimbangannya tersebut,” kata Agatha.

Di sisi lain, orang yang pelit sekali pun sudah melalui pertimbangan serupa cenderung memilih keputusan akhir yang nggak memberatkan atau merugikan dirinya sendiri.

Jadi, sifat perhitungan nggak selalu berakhir dengan jawaban ‘tidak’. Mereka bukan berarti nggak mau rugi atau nggak mau berbagi, tapi sekadar berhati-hati saja. Jelas, kan, perbedaannya? (f)

Baca juga:
Hemat Bukan Berarti Pelit
Pelit vs Irit
Jarang Berlibur, Menandakan Kita Pelit?


Topic

#pelit

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?