Health & Diet
Hal Yang Paling Memicu Stres

11 May 2016


Foto: Fotosearch

Tekanan atau stres yang diterima orang sekarang jauh lebih banyak dari orang dulu. Dulu, mungkin orang bisa tertekan gara-gara sekolah, pekerjaan atau cinta. Tapi kini, ditambah stres gara-gara macet, dunia maya, bencana alam, dan yang lainnya.

Indri Savitri, praktisi pendidikan, mengatakan, dibandingkan sepuluh tahun lalu, anak sekarang memiliki masalah yang berbeda. Dulu anak lebih banyak punya masalah karena kesulitan konsentrasi belajar dan disleksia, sementara sekarang masalah anak lebih banyak berupa masalah emosional dan self esteem.

Sebagai seorang konselor di sebuah SD-SMP di Jakarta, Indri harus berhadapan dengan generasi sekarang yang digital native, yang membuat mereka tidak terbiasa berkomunikasi langsung. Tantangan yang harus dihadapi mereka adalah bullying di media sosial, karena kebanyakan mereka juga belum tahu apa yang boleh dan tidak boleh diungkapkan di medsos.

“Memang edukasinya lebih berat, harus lebih cepat membantu memilah informasi yang boleh dan tidak boleh dibagi di media sosial. Apalagi kalau korban bully, berarti tekanan tak hanya dari satu orang tapi dari sekelompok orang,” ungkap Indri.  

Berbeda lagi dalam pernikahan. Tiga hal yang paling sering menjadi pemicu stres dalam pernikahan, menurut psikolog Konseling Keluarga, Elly Nagasaputra, adalah finansial, komunikasi dengan pasangan, dan seks. “Ini adalah tiga masalah yang sering ditanyakan, termasuk di www.konselingkeluarga.com. Namun ada satu benang merah di antara ketiganya, yaitu soal ekspektasi,” ungkap Elly. Biasanya ekspektasi sebelum menikah berbeda dengan setelah menikah, sering tak sesuai harapan, baik itu dalam hal finansial, komunikasi, maupun seks.

Saat harapan itu tidak sesuai kenyataan, dan tidak menerimanya, lama kelamaan seseorang bisa tertekan. Jika dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin akan menyebabkan gangguan yang lebih parah, hingga merambat ke fisik, atau mengarah kepada depresi dan gangguan kecemasan (anxiety) yang bisa mengganggu kehidupan.
             
Lain lagi dengan urusan pekerjaan, yang biasa menjadi pemicu stres setelah masalah finansial. Jarir Nurzaman (36), seorang Head of Human Resources bercerita, dirinya pernah menemukan seorang engineer yang sering terpaksa lembur. Ia mungkin merasa masih sanggup, tapi tubuhnya tidak. Suatu hari ia tiba-tiba pingsan di kantor, dan tak lama kemudian, ia memutuskan resign.

Kasus seperti itu sebenarnya bisa dicegah. Salah satu  tugas HR adalah membuat orang yang bekerja di sana  nyaman dan termotivasi  untuk berprestasi dan memajukan perusahaan. Salah satu caranya dengan memberi fasilitas dan wellness program untuk mengurangi stres. Program wellness itu bisa macam-macam bentuknya, seperti jam kerja yang lebih fleksibel, setengah hari kerja pada hari Jumat, bisa kerja dari rumah, hingga membuat semacam workshop bagi karyawan tentang stress management.  ”Tinggal sesuaikan dengan kultur perusahaannya,” Jarir menutup pembicaraan. (f)
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?