Food Trend
Tip dan Trik Memotret Agar Makanan Tampak Menggiurkan

3 Dec 2018


Foto-foto: TN 

 
 
Menuangkan apa yang dirasakan di indera cecap ke dalam tulisan yang indah adalah skill yang ingin dikuasai banyak orang. Workshop yang mengangkat topik ini  di Almond Zucchini Cooking Studio – Jakarta mendapat respon yang cukup baik dari kalangan foodie. Sejumlah pemilik restoran, content creator, hingga pehobi jajan, berkumpul dalam acara yang menggandeng Femina Media sebagai media partner-nya ini.
 
Two masterclass ini one ini didesain untuk konsumsi blog. Jumlah peserta dibatasi 20 orang agar tanya jawab dan konsultasi bisa berlangsung efektif,” ujar Chindy Lie, penyelenggara sekaligus pemilik cooking studio di bilangan Brawijaya, Jakarta Selatan tersebut.

 
 
Brian Suminto, commercial food photographer. 

Di era blogging, tulisan yang edukatif namun ringan dibaca dan foto makanan yang menggugah, adalah paduan yang bisa membawa manfaat lebih. Jika pengelola blog memahami dua skill ini, sebuah food review bisa menjadi storytelling yang menggugah minat pembacanya. 
 
Menulis seputar kuliner Indonesia perlahan menjadi topik yang dipijaki anak muda, terkait popularitas masakan lokal yang kini mengemuka. “Budaya kuliner yang kita miliki perlu menjadi keunggulan yang disadari kalangan food blogger. Penyebaran informasi di tangan mereka bisa sangat mendorong awareness gastronomi Indonesia ke dunia. Di tengah tuntutan menulis restoran terbaru, mempromosikan budaya yang belum terdengar adalah sebuah inisiatif baik,” ujar Tria Nuragustina, jurnalis boga Femina Media yang hari itu berlaku sebagai moderator.

 
 Hiang Marahimin, food writing expert.

Peserta diketemukan dengan food writing expertHiang Marahimin. Mentor lainnya, Brian Sumito, fotografer dengan banyak pengalaman memotret makanan di restoran modern. Kemampuan khususnya adalah memotret street food yang dinamis dan perjalanan wisata ke lokasi eksotik.  
 
Hiang menekankan pentingnya kedalaman pengetahuan makanan seorang penulis. “Beberapa tulisan yang saya temui di internet masih memiliki kesalahan data makanan. Setidaknya, cari tahu resepnya,” ujar eks dosen Sastra Inggris, ini. Peserta diajak untuk menyantap Soto Padang di awal acara. Mereka diminta untuk mengirimkan foto dan teks yang bercerita tentang pengalaman makan kuliner Minang itu.
 
Hiang langsung mengoreksi teks kiriman ini. Ia banyak menemukan penulisan informasi yang bertele-tele dan tidak menyumbang ilmu yang signifikan ke dalam kalimat. Selain kata-kata bermakna pengulangan, ia menyebut bahwa deskripsi makanan masih terlalu umum. Perbendaharaan kata penting dipelajari.

 
Brian memperlihatkan banyak contoh foto makanan karyanya dan berbagi teori memotret. Peserta diberi kesempatan memotret Soto Padang menggunakan artificial light dan natural light (matahari). Ia juga memperlihatkan foto-foto yang belum diedit miliknya ke hadapan peserta. Secara langsung, ia menunjukkan langkah-langkah editing hingga makanan berpenampilan menggugah. “Makanan sebaiknya difoto dalam keadaan sebaik mungkin. Kita jangan berpaku pada pemikiran bahwa segalanya akan beres di langkah editing,” ujar pria yang lama bekerjasama dengan grup restoran Ismaya itu.
 
 
Brian juga berbagi tentang serunya memotret makanan dan kehidupan sehari-hari yang menyertai di lokasi jajan tersebut. “Penting bagi fotografer makanan untuk mencintai makanan dan memahami proses memasak. Di pemotretan street food, penjaja tidak bisa kita atur. Segalanya berjalan natural sehingga sulit ada pengulangan. Fotografer yang paham langkah memasak, tahu persis kapan perlu menjepret momen terpenting di dalam proses memasak tersebut,” sambungnya, lagi. (f)
 
 
 
 
 

Trifitria Nuragustina


Topic

#foodwriting, #indonesiangastronomy, #foodphotography

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?