Fiction
Gado-gado : Recehan

29 Sep 2018


FOTO: 123RF
 
Jangan suka nyepelein uang receh. Jadi perempuan itu yang setiti!” kata Ibu dengan tegas mengingatkan. Waktu itu Ibu sedang main ke rumah dan melihat dengan mata-kepalanya sendiri uang receh tercecer di mana-mana di rumah ini. Saya hanya bisa nyengir.
 
Ingat enggak, sih, zaman kecil dulu kita suka sekali mengumpulkan uang receh dan memasukkannya ke dalam celengan? Entah itu dari hasil menyisihkan uang jajan atau saat tiba-tiba nemu uang receh nganggur. Bahkan, tidak jarang bersaing dengan teman, siapa yang celengannya paling berat atau paling cepat penuh!
 
Sayangnya, kebiasaan baik ini pudar seiring usia. Apalagi saat kita sudah bisa cari uang sendiri. Kita cenderung tidak peduli pada uang receh. Uang receh berasa cuma jadi remahan rengginang di dalam stoples, deh, pokoknya. Enggak dianggap….
 
“Yah, uang recehnya dikumpulin, deh. Kalau berceceran gini nanti jadi mainan Akta, loh,” ucap saya kepada suami, suatu hari. “Iya, Bun,” jawabnya singkat.
 
Saya curiga, si ayah memang tidak menganggap penting usul saya. Buktinya, uang-uang receh itu tetap berceceran di atas rak. Dan, seperti yang saya khawatirkan, akhirnya uang-uang logam itu cuma jadi mainan anak kami, Akta, yang waktu itu belum genap dua tahun menyebarkan recehan di lantai ke segala arah!
 
Saat menyapu, saya sering menemukan uang-uang logam ikut tersapu. Awalnya saya masih berusaha memungutinya. Tapi, lama-kelamaan malas juga. Apalagi kalau hanya logam 100 atau 200 perak. Kalaupun saya ambil, saya geletakkan saja di sembarang tempat. Sampai akhirnya, ada suatu peristiwa yang membuat saya kembali menghargai uang receh itu.
 
Tingting… ting….
 
“Baang... bakso!” teriak saya dari dalam rumah.
 
Siang itu saya dan anak lanang sedang kelaparan. Ndilalah, semua persediaan frozen food di kulkas habis. Bahkan, telur pun tidak ada. Makanya, begitu ada tukang bakso malang lewat, saya dengan semangat memanggilnya. Setelah memberikan 2 mangkuk kosong dan  menyampaikan pesanan, saya mengambil dompet untuk membayar.
 
“Berapa, Bang?” tanya saya.
 
“Dua belas ribu, Bu,” sahut si abang.
 
Setelah dompet terbuka, saya tiba-tiba panik. Bagaimana tidak, di dalam dompet hanya ada uang Rp2.000, dan itu cuma selembar-lembarnya! Saya merogoh-rogoh ke semua sisi dompet. Biasanya saya rajin menyelipkan uang minimal 50.000 rupiah. Tapi, nihil. Akhirnya, saya kembali ke dalam rumah, berharap ada sisa uang di dalam tas atau di kotak khusus uang belanja.
 
Saya baru ingat, uang jatah belanja dipinjam suami untuk membeli makanan semalam karena dia juga tidak punya uang kecil. Makin panik dan bingung mau bayar pakai apa.
 
“Bang, tunggu sebentar, ya. Uangnya kurang,” kata saya, sambil meminta dia menunggu sebentar.
 
“Besok saja enggak apa-apa, Bu. Saya lewat sini tiap hari,” jawabnya, berbaik hati. Mungkin enggak tega lihat saya merogoh-rogoh dompet dengan muka mengenaskan, hihihi…! Lagi pula, saya memang lumayan sering membeli baksonya.
 
Saya menggeleng. Masa iya saya tega ngutang sama tukang bakso. Dan… ting! Tiba-tiba saya teringat sesuatu. Saya kembali ke rumah dan mulai berburu recehan di dalam rumah. Yup, benar-benar berburu recehan! Daripada enggak bayar... begitu pikir saya. Hasil perburuan saya lumayan. Saya menemukan beberapa pecahan logam 1.000-an dan 500-an. Setelah pas sesuai kebutuhan, saya buru-buru kembali ke penjual bakso.
 
“Maaf, ya, Bang. Uangnya receh,” kata saya, sambil nyengir lebar. Menyerahkan selembar 2.000-an dan receh-receh sisanya ke tangan si penjual bakso.
 
Hehe... Iya, Bu. Enggak apa-apa. Saya juga butuh buat kembalian,” jawabnya, sambil senyum-senyum. Dia pasti geli melihat tingkah saya.
 
Semenjak kejadian itu, saya kembali cerewet. Tiap kali suami meletakkan uang receh di sembarang tempat, saya langsung menegurnya. Jika ada uang pecahan 100 rupiah ikut tersapu, langsung saya simpan di kotak khusus. Kalau sudah terlalu banyak, saya tukarkan ke minimarket terdekat. Terakhir saya berhasil menukarkan uang receh sampai Rp200.000! (f)
 
Ana Ike Indrawati – Sukoharjo
 
Kirimkan Gado-Gado Anda maksimal tulisan sepanjang tiga halaman folio, ketik 2 spasi. Nama tokoh dan tempat kejadian boleh fiktif. Kirim melalui e-mail: kontak@femina.co.id atau pos, tuliskan di kiri atas amplop: Gado-Gado 


Topic

#gadogado, #fiksi, #fiksifemina

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?