Fiction
Gado-gado: Mancing

6 Oct 2018


Foto: Freepik
 
Sejak kami pindah ke Kalimantan, suami punya hobi baru: memancing. Aku tidak suka dengan kegemarannya itu. Pasalnya, dia menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk memancing. Bahkan, setelah pulang kerja pun ia tidak langsung beristirahat, tapi sibuk dengan peralatan mancingnya.
 
Aku jadi sering bertanya dalam hati, “Apakah suamiku tidak betah di rumah?” Hmm… namanya hati wanita. Aku pun memperbaiki diri. Berdandan lebih rapi dan rumah sudah harum dan kinclong saat dia pulang kerja. Ngebut belajar variasi masakan, layaknya menyiapkan hidangan untuk tamu agung.
 
Tapi, aku salah. Peralatan pancing tetap lebih menarik perhatiannya. Aku kecewa. Pikiran buruk sempat menghantui. Jangan-jangan memancing hanya alasannya untuk keluar rumah. Hmm….
 
“Bukan begitu, Sayang. Kalau enggak percaya, ayo ikut!” katanya, berusaha menjelaskan. Suamiku sudah berkali-kali mengajak ikut mancing, tetapi selalu kutolak. Alasanku banyak. Panas, lama, bosan, dan capek. Kalau pulang mancing, suamiku bisa langsung istirahat, sedangkan aku harus memasak untuk makan malam.
 
Tapi, kali ini kuturunkan ego dan mengikuti ajakannya. Petualangan pun dimulai. Setelah mencari umpan cacing dalam gundukan tanah lumpur, kami menentukan lokasi mancing. “Kita mancing di pantai yang ada rumahrumahannya aja, ya. Jadi, kamu tidak kepanasan,” katanya, membujuk.
 
Kami tiba di pantai. Dari kejauhan terlihat gazebo itu. Untuk menuju ke sana, kami harus melewati tanggul dari tumpukan batu kali. Suamiku mengeluarkan alat pancingnya. Hanya sesaat, ia sudah hanyut dalam hobinya. Karena hari itu libur, ia bisa memancing hingga sore. Tak lama, datanglah anak-anak yang tinggal di sekitar pantai. Mereka biasa bermain di sana. Ada lima anak. Salah satunya anak perempuan. Empat anak laki-laki langsung bergabung bersama suamiku.
 
Pian munjunkah, Mang?” (memancing, Paman?),” ujarnya, dalam bahasa Banjar.
 
Mereka meminta senar, mata pancing dan umpan. Karena satu hobi, kelima lelaki itu cepat akrab.
 
Tak ingin kesepian, kupanggil anak yang satunya lagi. “Hei, sini! Anak perempuan jangan panas-panasan. Nanti kulitnya gosong!” kataku, mulai cerewet khas ibu-ibu.
 
Belakangan aku tahu, namanya Meli. Ia memakai T-shirt lusuh dan rok yang sudah kependekan. Kulitnya kusam, rambutnya merah dan bercabang.
 
Melihat anak kecil, jiwa keibuanku muncul. Kusisir rambutnya. Ya, ampuuun.... banyak kutunya!
 
“Rambutnya dipotong pendek aja. Nanti kalau kutunya sudah hilang, baru dipanjangin lagi,” kataku, sambil berusaha menghilangkan telur kutu yang menempel di helaian rambutnya. Dia menggeleng sambil terus menggaruk kepalanya.
 
Aku penasaran bagaimana kehidupan orang tuanya. Dari mengobrol itu aku terkejut. Ibunya pergi dan memilih tinggal bersama suami barunya. Sedangkan ayahnya dipenjara karena kasus curanmor. Oh my God!
 
Sepulang memancing, kuceritakan hal tersebut kepada suami. Kami berinisiatif membelikan alat tulis, perlengkapan mandi, dan obat kutu untuk si kecil Meli. Minggu depannya, aku semangat ikut ke pantai. Kami mampir ke rumah bilik yang ditempati Meli bersama kakek dan neneknya.
 
Sengaja aku serahkan langsung alat tulis itu agar teman-temannya tidak iri. Saat tiba di pantai, ternyata anak-anak pantai itu sudah menunggu. Menyadari kami datang, mereka berlarian sambil berteriak, “AmaaaangAciiiil… (Paman… Bibi…)!”
 
Kue spesial yang kubuat subuh tadi, langsung disantap bersama. Rasanya senang. Setelah perut mereka terisi, anak laki-laki langsung memancing, sedangkan Meli duduk di pangkuanku. Kuoles obat  kutu di rambutnya, Berharap kepalanya akan segera terbebas dari rasa gatal yang pasti sangat mengganggu itu.
 
Aku berbisik, “Tadi Acil dan Amang bawain buku dan pensil untuk sekolah.”
 
“Iyakah, Cil? Makasih lah.” Matanya berbinar.
 
Aku mengangguk. “Meli mau jadi apa kalau besar nanti?”
 
Berharap ia bisa meraih cita-cita. Entah jadi dokter, guru, atau apa pun itu. “Mmm… mau jadi orang baik seperti Pian.” Rasa haru menggelayut…. (f)

***
 
Mia Cisadan – Semarang
 
Kirimkan Gado-Gado Anda maksimal tulisan sepanjang tiga halaman folio, ketik 2 spasi.
Nama tokoh dan tempat kejadian boleh fiktif.
Kirim melalui e-mail: kontak@femina.co.id atau pos, tuliskan di kiri atas amplop: Gado-Gado


Topic

#fiksifemina, #gadogado

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?