Fiction
Gado-gado: Katering

19 Jan 2019

ilustrasi: tania.
 
Dalam sebuah acara, konsumsi memegang peranan vital karena menyangkut hajat perut orang banyak. Salah memilih jasa boga atau katering bisa berakibat fatal. Saat kantor menggelar acara diskusi atau seminar, saya sering mendapat tugas menjadi seksi wira-wiri, dari mengurusi backdrop, fotokopi, hingga konsumsi.
 
Tugas itu sesuai dengan jabatan saya sebagai staf kurang ahli. Acara biasanya dilaksanakan di ruang pertemuan di gedung tempat kantor kami berada. Sebagai lelaki yang tak suka ribet, saya lebih suka mengandalkan katering rekanan gedung daripada katering luar. Toh, katering rekanan juga berasal dari luar, tapi terbiasa menangani pesanan dari kantor-kantor di gedung ini. Sudah hafal ruangan setting lokasi prasmanan hingga colokan listrik. Jadi, saat acara, kita enggak ribet menjawab banyak pertanyaan dari petugas katering.
 
Untuk pilihan menu, saya serahkan kepada selera pimpinan yang perempuan atau panitia lain yang selera kulinernya tepercaya. Kalau memilih sendiri, takut salah. Maklum, jenis makanan di lidah saya cuma ada dua: uenak dan uenak sekali!
 
Selama ini katering rekanan tak pernah mengecewakan dari segi rasa maupun pelayanan.  Sementara, kalau memilih katering dari luar, walaupun harganya bisa lebih murah, menyita waktu dan harus membayar lagi tambahan biaya. Istilahnya ‘cas’, maksudnya (service) charge.
 
Suatu ketika, kantor kami mengadakan acara diskusi di sebuah instansi. Salah satu panitia kebetulan punya teman yang sedang merintis usaha katering. Untuk mengapresiasi usahanya, kami semua setuju memilih katering ini, apalagi harganya sangat bersahabat.
 
Pada hari pertama, makanan lumayan memuaskan, walaupun ada insiden listrik anjlok gara-gara alat memasak. Pada hari kedua, jam sebelas siang saya ditegur panitia dari instansi tersebut. “Mas, kok, kateringnya belum datang?” Waduh! Saya pun kontak ke yang bersangkutan, katanya sedang siap-siap. Menjelang jam dua belas siang, katering belum datang juga. Keringat dingin mulai mengucur. Waduuuuh! Saya bisa digantung di atas oven.
 
Sekitar jam setengah satu, pemilik katering datang dengan taksi. Katanya, mobil boks yang disewanya ingkar janji. Semua panitia pun sibuk membantu menyiapkan hidangan. Ternyata, dia one woman show alias single fighter, mungkin karena usaha baru.
 
Lalu ada pendatang baru dalam tim saya. Tugas saya menjadi lebih ringan, terutama untuk urusan konsumsi. Sebut saja karyawan baru itu: Mawar. Dalam debutnya di acara diskusi, Mawar mencoba unjuk gigi. Menurutnya, harga menu prasmanan maupun rehat kopi dari katering rekanan terlalu mahal. Daftar menunya juga biasa-biasa saja. Di hari pertama, Mawar survei ke kantin gedung. Hasilnya, ia berhasil melobi pemilik gerai roti yang ternyata punya usaha katering di rumahnya. Harganya lebih murah.
 
Bolak-balik, saya menyaksikan Mawar memilih dan mendikte menu-menu via telepon. Pagi harinya, Mawar bercerita bahwa semalaman ia chating dengan pemilik katering. Lagi-lagi masalah menu. Galau sekali kelihatanya urusan menu acara kali ini….
 
Pada hari ketiga, Mawar menjadi ragu: kok, punya usaha katering enggak punya paket menu yang ditawarkan. “Masa saya yang dikte menunya, kayak enggak pernah terima order saja. Jangan-jangan dioper ke orang lain,” katanya.
 
Keraguan itu membuahkan hasil: order dibatalkan. Hmm….
 
Mawar langsung browsing di internet mencari opsi lain. “Berhasil!” katanya girang. Menunya mantap, harganya terjangkau. Kembali terjadi kontakmengontak dengan pihak katering. Menu
dan harga telah disepakati.
 
Hari berikutnya Mawar membawa kabar, pihak katering minta uang muka 50 persen. Mawar kembali ragu. “Sebaiknya ditransfer atau enggak, ya? Kalau bohong gimana? Kan sekarang banyak penipuan.” Kegalauan kembali melanda. Singkat kata, akhirnya katering hasil browsing itu terpilih. Walaupun setelah dihitung-hitung, harganya hampir sama dengan menu katering rekanan. Katering dari luar itu pun kena biaya charge 20% dari total harga. “Hah! Mahal banget,” komplain Mawar. Belum lagi kue yang satu boks-nya kena charge dua ribu rupiah.
 
Hah! Mawar kembali terkejut. Akhirnya Mawar bisik-bisik, “Gimana kalau kita minta kuitansi dengan harga tertentu agar uang charge-nya tidak terlalu mahal.” Hah! Kali ini saya yang terkejut.

***
 
Setiyo B. – Depok
 
Kirimkan Gado-Gado Anda maksimal tulisan sepanjang tiga halaman folio, ketik 2 spasi.
Nama Tokoh dan tempat kejadian boleh fiktif.
Kirim melalui e-mail: kontak@femina.co.id atau pos, tuliskan di kiri atas amplop: Gado-Gado
 
 


Topic

#fiksi, #gadogado

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?