Fiction
Cerpen: Wanita Siam

7 Dec 2018


Malam itu sesudah makan, seorang dari kakakku dan aku sendiri telah membersihkan meja makan. Kakakku mengerjakan latihan-latihan hitungan, sedang aku juga menyiapkan pekerjaan sekolahku. Tiba-tiba dari kamar tengah terdengar suara-suara keras orang yang sedang berbantah. Lalu kakakku Mahadi berlari keluar diiringi oleh ayah kami. Mereka kemudian bergelut jatuh ke lantai, bergulung hingga ke beranda depan. 

Tetangga yang melihat dari rumah mereka berlarian datang untuk memisah. Itu tidak pernah kulupakan, menatap seperti gambaran yang hidup di kepalaku. Aku tidak mengetahui sebab-sebab pertengkaran mereka. Aku juga tidak pernah menanyakannya kepada siapapun, hanya aku sadar bahwa sejak waktu itulah ayahku dan kakakku Mahadi tidak saling menegur. 

Aku tidak pernah menyukai ayahku. Dengan terjadinya keretakan di antara keduanya, aku dengan sendirinya memihak kepada kakakku. Yang kuingat sejak masa sadarku adalah Mahadi merupakan kepala rumah tangga kami. 

Pada waktu-waktu di kampung diadakan rapat atau pertemuan untuk memutuskan sesuatu yang penting, selalu kakakkulah yang hadir mewakili keluarga guna memberikan suaranya. Ketika penjajah Jepang datang dan mulai bertindak se-wenang-wenang hendak merampas harta benda penduduk, dengan teliti kakakku memisahkan barang-barang yang dianggap berharga oleh ibuku, serta di tananmya di pojok sebuah kamar. 

Aku lebih sering melihat ibuku berunding dengan kakakku mengenai segala hal, dari pada dengan ayahku. Pada waktu itu aku hanya berpikir barangkali ayahku tidak punya waktu untuk itu. Karenanya, ibu ku lebih banyak meminta pertolongan kepada Mahadi daripada kepada suaminya. Pekerjaannya sebagai juru tulis di sebuah kantor pemerintah ketika Jepang datang, merupakan kedudukan yang menimbulkan iri hati pada orang kampung kami. 

Ayahku dapat terus bekerja tanpa gangguan dari pihak polisi maupun militer. Tetapi ayahku tidak tinggal lama di kantor tersebut. Sifatnya yang suka bercekcok serta mau menang sendiri mengakibatkan hilangnya pekerjaan. lalu kulihat dia tinggal di rumah. Kadanga-kadang pergi entah kemana beberapa hari. Kalau kembali, kelihatan cape dan pakaiannya kusut. Sementara itu ibuku sering seperti biasanya membuat berbagai  kueh kering yang dititipkan dijual di warung Cina di pinggir jalan besar. Kadang-kadang ada pesanan kueh besar yang harus dihias rapi dan cantik. Kamu sesaudara memandangi kueh di atas meja dengan rasa ingin menyentuh, untuk menyadari bahwa itu bikinan ibu kami.

Kemudian aku mengetahui, bahwa ayahku bermain kartu dengan taruhan uang untuk mendapatkan sekadar tambahan belanja. Aku juga tahu bahwa beberapa kali ibuku mengusulkan agar dia mendirikan warung sendiri di halaman muka rumah. Tetapi ayahku selalu menjawab bahwa dia tidak mau menjadi penjual kueh. Itu pekerjaan buat orang-orang rendahan. 

Mengenai hal ini, aku sering mendengar perdebatan yang terjadi antara kakakku Mahadi dan ayah. Pada waktu-waktu kami berkumpul, selalu ada kakakku yang lain yang memihak ayah lalu beberapa lainnya memihak Mahadi. 

Dari hari kesehari, akhirnya aku mengerti bahwa kakakku Mahadi adalah seorang laki-laki dermawan. Hatinya sabar dan terbuka menerima perlakuan orang yang kasar maupun menyakitkan hati. 

Ayah kami kehilangan pekerjaan, kakakku masih mengikuti pelajaran di sekolah menengah atas. Tetapi dengan cepat dia menemukan kerja sambilan yang dapat memberi hasil secara tetap. Beberapa dari kakakku dan aku sendiri melihat serta mengetahui hal itu. Sampai pada waktu keberangkatannya yang terakhirpun dia membuktikan kepada kami, bahwa dialah yang bertanggung jawab atas kebaikan yang menimpa diri keluarga, dengan mengirimkan sekarung beras dari dusun yang baru dilaluinya.

Dari ayah, ibuku tidak dapat mengharapkan sesuatu yang tetap. Dia tidak pernah dapat tinggal lebih dari sebulan di satu pekerjaan. Sifat-sifatnya yang sombong dan banyak omong pada satu kali dapat mengelabui orang, tetapi pada kali yang lain orang tidak mempercayainnya lagi. Perbantahan mengenai banyak hal di antara ayah dan kakakku akhirnya mencapai puncaknya pada malam yang tidak akan kulupakan itu. 
 


Topic

#fiksi, #cerpen, #NHDini

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?