Fiction
Cerpen: Wanita Siam

7 Dec 2018



 

Kuhitung semua perkakas dapur yang menjadi tanggung jawabku. Terbang dengan Ana, kami berdua selalu membagi pekerjaan dengan jujur tanpa mengeluh. Sebab itulah dia kubiarkan turun mendahuluiku. 

Sekali lagi kuperiksa jumlah nampan-nampan serta gelas dan piring pasangannya, sendok-garpu dim pisaunya.  Lalu kuambil kopor kecilku dan kotak palang merah. Kemudian menuruni tangga. 

Kulihat mereka sudah menungguku dibawah sayap. Ana kepanasan mengipas-ngipaskan sapu tangannya ke leher. Dia selalu demikian. Dalam keadaan udara macam manapun ia selalu keringatan. 

Rupanja mereka tinggal menungguku. Jun, ahli radio kami dengan manis hendak mengambil kopor dari tanganku. Tetapi kutolak. Berjalan kaki di tengah lapangan hanya dengan menjinjing sebuah kotak kecil membikin aku merasa canggung. 

Kami menuju ke gedung terminal yang bertingkat dua. Kali ini pesawat berhenti dekat sekali dengan pintu keluar. Deretan bagian-bagian muatan dan bea cukai kami lalui di pinggir gedung untuk menghindarkan panas matahari. Ketika mencapai kamar-kamar tunggu dan imigrasi, aku mulai berjalan dengan hati-hati. Lantai stasiun itu berkilat dan licin. Dengan sepatu dinas yang tinggi, aku terlalu biasa dengan tanah serta lantai gedung terminal di tanah air yang muram padat. Dari imigrasi, kami ke bea dan cukai. Sekadar urutan kerja dua petugas memeriksa paspor dan melayangkan pandang ke dalam bagasi kami. 

lring-iringan hampir mencapai pintu keluar ketika seorang pramugari darat bergegas mendekati kami. Dipelukannya ada seberkas bunga yang dibungkus dengan kertas kaca. 

”Ada pesan untuk anda,” ia menegurku dan langsung memberikan kembang yang dipegangnya. 

”Untuk saja?” dengan bodoh aku bertanya. 

”Ya," sahutnya, lalu sekalian menyebut namaku untuk memastikannya. 

Dengan termangu aku menerima kembang itu. Selintas kubaca nama yang terselip. Tiba-tiba aku merasa seperti berada di suatu tempat yang luas dan lengang. Kakiku ringan tak merasa sesuatupun. Perlahan di dalam tubuh kuterima tikaman yang pedih yang tidak kuketahui dari mana datangnya. 

”Terimakasih," sayup kudengar Ana berkata kepada pramugari tersebut. 

Mobil beranjak dari depan terminal menuju ke bagian penerbangan. Kapten dan ahli radio turun untuk laporan. Sepintas lalu kujawab pertanjaan Ana, bahwa bunga itu berasal dari seorang kawan yang telah lama tidak kudengar kabar beritanya. Kemudian aku terdiam. 
 


Topic

#fiksi, #cerpen, #NHDini

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?