Fiction
Cerpen: Sulam Alis

11 Jun 2017


 
“Mbak! Di luar ada pasien yang baru datang,” kata-kata itu meluncur cepat setelah wanita berusia 23 tahun itu merangsek masuk ke ruanganku. Dilihat dari dahinya yang berkerut dan suaranya yang bergetar, Indy pasti sudah kehilangan kesabarannya pada orang itu.
“Berarti belum registrasi?”

“Ya, Mbak, dia belum registrasi! Aku sudah bilang besok aja. Bahkan, ya, Mbak, aku sudah kasih dia kemudahan, lho. Yang harusnya registrasi besok, aku daftarkan sekarang biar nanti dia enggak perlu antre lagi. Tapi, ya, gitu Mbak... orangnya maksa mau ketemu sekarang. Aku kes....”
“Ya, sudah, minta dia tunggu sampai pasien terakhir. Kalau enggak mau, bilang sama dia, ‘Dapat salam dari Mbak Nin, tunggu atau enggak ketemu sama sekali.’ Oke?” Jawabanku membuat Indy keluar ruangan dengan langkah riang dan senyum yang terangkat setengah.

Aku kembali menatap wajah ibu paruh baya yang sedang berbaring di meja pemeriksaan. Kasur khusus pasien yang aku desain sendiri ini membuat ibu ini nyaman bak di kasur rumahnya. Ia tertidur pulas, padahal alisnya sedang kusulam. Tapi, sepertinya ia bisa tertidur begini juga karena alisnya sudah empat kali kububuhi cairan anestesi. Jadi, ia tak merasa sakit sedikit pun.

Di studio sulam alis ini tak ada yang boleh merasa sakit. Akan kulakukan apa pun agar mereka yang datang ke sini keluar dengan wajah semringah. Kata orang, beauty is pain. Tapi bagiku, kecantikan hanya didapat saat seseorang bahagia. Jarum embroidery pen-ku tak boleh membuat pasienku bergidik ngeri. Itulah kenapa studio yang baru berjalan satu tahun ini memiliki banyak pelanggan.

Mereka yang sudah pernah sulam di sini juga bilang, tanganku ajaib. Alis yang kubuat terlihat natural. Bulu asli dengan hasil sulam tidak terlihat bedanya. Aku memang berusaha hanya menambah gambar bulu halus pada alis mereka, bukan mengubah bentuknya. Menurut pengalamanku selama menjadi make up artist, tiap wajah sudah memiliki bentuk alis alami, wanita hanya perlu mengisi bagian kosong dengan produk alis agar bentuknya terlihat jelas.

Tapi, tidak semua orang punya bakat menggambar, bukan? Itu kenapa aku beralih untuk menekuni bisnis sulam alis setelah mempelajari tekniknya di Prancis dan Korea. Merias seluruh wajah memang menyenangkan. Dalam beberapa jam, seseorang dengan wajah lusuh berubah menjadi lebih segar dan berbeda. Tapi, menjadikan seseorang berbeda sebentar membuatku merasa bersalah.
 


Topic

#fiksifemina

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?