Fiction
Cerpen : Kawin Perak

8 Dec 2018


Selama dua puluh lima tahun Darini hidup dengan suami  yang gemar
menyiksa dirinya secara fisik. Belakangan laki-laki terhormat itu pun    
merendahkan harga dirinya sebagai istri: bercinta dengan orang lain di depan matanya.

           
Petugas di kantor itu segera mengenalinya. Wanita seperti dia cepat diingat orang. Walaupun badannya tidak tinggi, tetapi kulitnya terang berkat darahnya yang campuran. Ibunya sendiri tidak cantik. Ayahnyalah yang tampan. Maka Darini, setengah Jawa setengah Belanda, memiliki penampilan yang lebih dari lumayan.

“Bapak sudah menunggu, Bu,” kata  seorang  petugas satpam begitu melihatnya.

Percakapan dengan Hakim Pengadilan Agama lancar, karena pejabat tersebut telah membaca ‘sejarah hidup’ Darini yang diserahkan kira-kira sepuluh hari lalu.

“Anda hebat. Bisa tahan sampai dua puluh lima tahun,” demikian pujian Hakim kepada Darini, lalu dilanjutkan “Barangkali, wanita-wanita lain, kalau mengalami kejadian yang sama, sudah lari sejak dulu.”

Laki-laki itu menunjukkan rasa simpatinya. Darini senang mendengarnya. Meskipun dia tidak yakin bahwa omongan pejabat itu delapan puluh persen benar. Karena Darini menduga,  banyak istri yang tetap tinggal bersama suami walaupun diperlakukan secara  tidak semena-mena.

“Saya membaca sampai selesai berkas Anda tanpa istirahat. Ini betul-betul seperti novel saja.”

Kali itu Darini terpaksa membuang muka, khawatir Hakim akan melihat warna semburat merah yang menandakan emosinya. Dia tidak tahu apa yang bisa dikatakan sebagai tanggapan baik tersebut.
           
"Dengan berkas seperti ini, tidak akan ada kesulitan. Perceraian mudah Anda dapatkan.”
 
Bagus. Darini semakin senang.

“Berapa lama?”

“Normal saja.”

“Tiga bulan?”

“Barangkali kurang. Tapi, yaaa, maksimum begitulah, tiga bulan.”

Itu memang jangka waktu yang dia perkirakan. Sementara sambil menunggu, dia menyelesaikan revisi disertasinya yang harus secepatnya dikirim ke Universitas Antwerpen, Belgia. Untuk menjadi doktor saja antre. Harapannya, saat menerima panggilan maju mempertahankan disertasinya itu di luar negeri nanti, urusan cerai sudah usai. Dengan begitu dia bisa merasakan kegagahan menyandang gelar,  tanpa suami yang munafik, yang  selalu membanggakan istri namun bersikap kebalikan dengan pelecehan serta penghinaannya.

Tetapi, Darini harus berpikir baik-baik tentang nama yang akan dipakainya setelah perceraian. Apalah arti sebuah nama, demikian kata seorang pujangga Inggris. Bagi Darini, besar sekali arti nama itu. Dia harus mengambil keputusan nama siapa yang akan dicantumkan, nama keluarga bekas suami ataukah nama ayahnya.

Ya, barangkali dia akan menggunakan nama orang tuanya saja di belakang namanya sendiri.Tetapi, orang tidak akan melihat hubungannya dengan anak-anaknya. Ketiganya sedang menuntut ilmu. Pada suatu hari kelak, mereka akan berkarier. Sekarang pun, di paspor mereka sudah digunakan nama keluarga yang sama seperti ayah mereka. Jika orang melihat persamaan nama di belakang  Doktor Darini dengan anak-anaknya, sekurang-kurangnya orang itu akan menanyakan apa hubungan mereka.

Rasa bangga punya anak yang berhasil apakah hanya sah  dipunyai si ayah saja? Ibu anak pun berhak berbahagia dalam hal itu. Di negeri Barat, dalam sejarah Budaya atau politik, selalu nama kedua orang tua disebut dan dilibatkan. Tak pernah dilupakan, misalnya, peran ibu pelukis Renoir atau Descartes dalam kesuksesan putra atau putri mereka. Di Indonesia, ibu-ibu dimasabodohkan. Disebut namanya saja pun tidak. Selalu ayah saja yang mendapat nama baik.

Ah, sungguh sulit memutuskan! Akhirnya, Darini harus menentukan juga. Baiklah. Demi anak-anak dan rasa kebanggaannya terhadap mereka, dan hanya demi itu, Darini akan menggunakan dua nama keluarga. Di belakang namanya sendiri dicantumkan nama keluarga bekas suami, disambung dengan nama ayahnya.
 


Topic

#fiksi, #cerpen, #NHDini

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?